MEMAHAMI PENDERITAAN HIDUP ALA AYUB
Semua orang tahu bahwa penderitaan itu tidak menyenangkan, tetapi semua orang tidak mau tahu bahwa penderitaan adalah hal yang wajar dalam kehidupan. Sukacita terbesar adalah kegembiraan karena terlepas dari masalah. Tanpa penderitaan kita tidak mengerti rasanya kelegaan. Kita mengalami sakit supaya tahu nikmatnya kesehatan. Tetapi bagaimana jika kita terpaksa menderita karena kesalahan orang lain ? Ini penderitaan yang tidak adil ! Saya tidak bersalah, saya tidak pantas mengalami siksaan ini. Dimanakah Tuhan ketika saya memerlukannya ? Itulah pertanyaan Ayub, kisah tertua dalam kitab suci kristiani.
MENGAPA TUHAN MENGIZINKAN PENDERITAAN ?
Kesan pertama yang kita dapatkan dari kitab Ayub adalah Tuhan mengizinkan penderitaan menghajar Ayub. Dalam satu malam, ya dalam semalam saja, hidup Ayub berubah 180 derajat. Dari seorang kaya menjadi kere, dari keluarga bahagia menjadi duda, dari bapak 10 anak menjadi bapak tanpa anak, dari sehat menjadi menjijikkan, dari terhormat menjadi terbuang. Tidak ada lagi harta, tahta dan wanita. Menyedihkan !
Ya... kamu.... jangan berpikir bahwa hartamu tidak bakalan habis 7 turunan ! Jangan berpikir bahwa masa depanmu sudah aman karena deposito, emas dan dollar. Jangan berpikir bahwa uangmu adalah jaminan hidupmu ! Bahkan orang yang cinta Tuhan seperti Ayub pun tidak terluput dari masalah dan derita ! Jangan sombong, jangan semena-mena terhadap orang lain, jangan mengeksploitasi pegawaimu. Bola itu bulat ! Sekarang kamu di atas, akan ada masanya kamu di bawah bung ! Apa yang kamu tabur itulah yang kamu tuai !
Seberapa berat penderitaan Ayub ? Dibandingkan apa yang kita alami saat ini, derita kita tidak ada apa-apanya. Level 1 dibandikan Level 100. Begitu parahnya sampai sohib - sohibnya Ayub gak iso ngomong. Mereka sama - sama ndomprot di tanah selama 7 hari 7 malam, diam tanpa sepatah kata. Saking gatelnya, nggaruk bisulnya pakai beling supaya bisa terasa... wiiik...darah dan nanah keluar dari kulitnya !
Ayub bertanya mengapa ? Atas dasar apa aku layak menderita seperti ini ? Aku tidak pernah ngemplang duitnya orang ? Aku tidak pernah mengeksploitasi pegawaiku ? Aku gak pernah selingkuh ? Aku gak mabuk - mabukan ? Sebaliknya aku rajin beribadah, aku menuruti perintah - perintah Allah, aku beriman kepada Tuhan Allah. Aku tidak melakukan dosa yang tidak terampuni ! Di manakah Tuhan ketika aku membutuhkan ? Kenapa Tuhan tidak menampakkan dirinya untuk menjawab pertanyaan - pertanyaanku ?
Sim Salabim.... Muncullah Tuhan di hadapan Ayub. Parahnya, Tuhan tidak menjawab masalah penderitaan ini. Malahan bertanya kepada Ayub tentang cara mengatur alam semesta. Tuhan ngomong tentang kambing, domba, sapi, gunung, sungai dan yang gak penting - penting. Ayub bertanya mengapa aku mbok biarkan aku menderita ?
Tuhan menjawab, " Lihatlah kambing gunung Ayub, kamu tau gak...bla...bla...bla.. Lihatlah rusa di padang Yub, kamu bisa ngerti kalau....bla...bla...bla....dst !"
Lah !! Tuhan kok nylimur seh....seandainya Dia menjawab, maka selesailah masalah derita kehidupan ini. Akibat nyelimurnya Tuhan ini, masalah penderitaan hidup tetap menjadi pertanyaan hingga saat ini. Seakan - akan Tuhan nyengir dan berbisik, " Itu Rahasia Perusahaan !"
Ketika mengalami penderitaan, saya dan anda bertanya mengapa Tuhan mengizinkan masalah ini menimpa kita ? Apa seh maune Tuhan iku ? Gak seneng tah liat manusia itu bahagia ? Sirik deh Lu ! Masalah kok gak entek - entek ! Duh....susahnya hidup ini ! Kan Tuhan bisa bikin mujizat, ngapain ditunda - tunda ? Apa untungnya buat Tuhan kalo kita menderita ?
Ya, karena kamu berdosa. Kamu sengsara karena kamu melakukan dosa. Itulah jawaban orang kristen, yang menambah penderitaan alih-alih meringankannya. Tuhan tidak pernah mencobai manusia. Jika hidupmu benar, maka kamu akan bahagia. Dan sekarang ini kamu tidak benar di hadapan Tuhan, itulah sebabnya kamu diterjang badai masalah. Mintalah pengampunan Tuhan dan hidupmu pasti berubah ! Tuhan akan mengubah kutuk menjadi berkat ! Percayalah sodaraku !
Atau, jawaban manis lainnya yang lebih menentramkan hati adalah Tuhan mengizinkan penderitaan supaya kamu dimurnikan. Penderitaan menghasilkan ketekunan dan membangkitkan iman...cieleeh...keren bok ! Ini jawaban yang masuk akal dan memberi semangat ! Penderitaan juga memunculkan kasih. Ketika melihat orang yang menderita, kita merasa iba, mengulurkan tangan dan membantunya. Kita turut merasakan deritanya karena pernah mengalaminya sendiri.
Bagaimana dengan kasus Ayub ? Mengapa kitab ini dimasukkan ke dalam alkitab ? Pelajaran apa yang sebenarnya bisa kita ambil dari kisah tertua ini ?
MEMAHAMI PENDERITAAN AYUB
Kitab Ayub sebenarnya tidak berbicara mengenai penderitaan, melainkan tentang iman. Seandainya tidak ada pasal 1 dan pasal 2 maka kita akan terjebak dalam tema yang salah.
Penulis kitab Ayub benar-benar penulis ahli. Dia memberikan narasi di pasal pertama dan kedua bagaikan seorang sutradara yang menceritakan sinopsis film yang sedang dibuatnya, ia buru-buru menurunkan irama menjadi bentuk dialog yang lebih natural. Tirai diturunkan, dan ketika dinaikkan lagi, kita hanya melihat para aktor di panggung, yang terkurung dalam drama itu, tidak memiliki pengetahuan sudut pandang "serba tahu" yang kita nikmati di antara penonton. Walaupun kita sudah tahu jawaaban dari pertanyaan "siapa pelakunya," detektif yang menjadi peran utama itu tidak. Sejak awal, Ayub yang tidak menyadari akan skenario yang bergulir di surga, terjebak dalam bahan-bahan drama.
Terobsesi dalam penderitaan,
ia menghabiskan waktunya di panggung berusaha untuk menemukan apa yang sudah kita ketahui sebagai penonton. Ia menggaruk-garuk dirinya dengan sekeping beling dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan pedas itu, pertanyaan yang sama dengan yang diajukan hapir semua orang dalam penderitaan besar. Mengapa saya ? Kesalahan apa yang saya lakukan ? Apa yang ingin Tuhan katakan pada saya ?
Bagi penonton, pertanyaan Ayub tentang siapa pelakunya hanyalah bahan perdebatan di panggung, karena kita sudah tahu jawabannya. Apa kesalahan Ayub ? Tidak ada. Tuhan sendiri menyebut Ayub "demikian saleh dan jujur, yang takut akan Allah dan menjauhi kejahatan."
Mengapa Ayub menderita ? Kita tahu sebelumnya bahwa ia bukan dihukum. Jauh dari itu, ia dipilih sebagai subyek utama dalam pertandingan besar di surga. Ayub mewakili yang terbaik dari spesiesnya, dan Tuhan menggunakannnya untuk membuktikan pada iblis bahwa iman manusia bisa tulus dan tidak mementingkan diri sendiri, tidak tergantung pada anugerah - anugerah yang baik dari Tuhan.
Kontes jagat raya semacam itu menyodorkan masalahnya sendiri tentu saja, tetapi itu adalah masalah yang berbeda yang dipergumulkan kebanyakan orang ketika penderitaan yang tidak terduga melanda.
Dengan mengijinkan kita mengintip ke belakang layar, penulis kitab Ayub menghilangkan semua unsur ketegangan naratif, kecuali satu: misteri tentang bagaimana respon Ayub. Singkatnya, hanya pertanyaan tentang imannya yang belum terjawab. Ini adalah bukti kejeniusan kitab ini, dan yang menjadi petunjuk mengapa kisah ini bisa bertahan sebagai karya literatur, karena kita bisa melupakan pasal 1 dan 2, dan ikut terhanyut dalam kesengsaraan pribadi Ayub. Ia bergulat dengan penderitaan yang tidak terbayangkan dengan kekuatan sedemikian sampai, sepanjang kitab ini, pertanyaannya menjadi pertanyaan kita.
Dalam ucapan-ucapannya, Ayub mengajukan setiap contoh ketidakadilan di dunia yang bisa ia temukan. Mereka dari kita yang tahu seluruh kisahnya, terutama akhirnya, bisa melewatkan dampak kata-kata sengsara itu. Orang tidak akan menduga bisa menemukan argumen-argumen dari penentang Tuhan yang terbesar terselip di tengah Alkitab. Namun justru itulah karakteristik Perjanjian Lama. Seperti yang dikatakan Wiliam Safire, "Kitab Ayub menyenangkan mereka yang tidak menghormati Tuhan, memuaskan para penghujat, dan memberikan sedikitnya penghiburan pada orang-orang sesat. "
Sampai batas tertentu, bisa dikatakan Ayub harus memainkan kembali ujian pertama di taman Eden, dengan taruhan yang ditingkatkan. Adam dan Hawa yang hidup di firdaus menghadapi skenario kasus terburuk untuk mempercayai Tuhan, yang hanya meminta begitu sedikit dari mereka dan menghujani mereka dengan berkat. Dalam neraka hidup Ayub menghadapi skenario terburuk. Tuhan meminta begitu banyak, sementara kutuk menghujani diri Ayub.
Pertandingan antara Iblis dan Tuhan bukan soal remeh. Tuduhan Iblis bahwa Ayub mengasihi Tuhan karena "Engkau telah membuat pagar sekeliling dia," menjadi sebuah serangan pada karakter Tuhan. Itu menyiratkan bahwa Tuhan tidak pantas dikasihi karena DiriNya sendiri, bahwa orang-orang mau mengikut Tuhan hanya karena ada keuntungannya bagi mereka, atau "disuap" untuk berbuat demikian. Dalam pandandan iblis, Tuhan menyerupai politis yang hanya bisa menang dengan politik uang, atau seorang mafioso dengan :"perempuan simpanan" dan bukan istri yang setia. Manusia mengasihi Tuhan, kata seorang pendeta, "seperti petani mengasihi sapinya, untuk mentega dan keju yang dihasilkan darinya."
Respon Ayub, setelah semua perlengkapan iman disingkirkan, akan membuktikan atau menyanggh tantangan iblis. Sebagai orang kaya, Ayub akan rugi besar jika Tuhan berhenti memberkatinya. Apakah ia masih akan terus mempercayai Tuhan, bahkan setelah ia kehilangan semuanya ?
Walaupun Ayub mungkin bisa membantu kita menyusun pertanyaan - pertanyaan tentang penderitaan yang tidak adil dan dimanakah Tuhan ketika hal itu terjadi namun inti kitab ini bukan di sana. Kitab ini tidak memberikan jawaban untuk masalah penderitaan karena prologinya sudah mengibaskan isu itu. Tuhan tidak diadili dalam kitab ini melainkan Ayub yang sedang diuji. Intinya adalah iman: Di mana Ayub ? Bagaimana responnya ?
Semakin saya mempelajari Ayub, semakin saya menyadari saya selalu membaca kitab ini dari sudut pandang pasal 3 dan seterusnya. Saya perlu mundur, dan mempertimbangkan pesan Ayub sejak dari pasal pertama. Di sana saya menemukan plot intinya : manusia terbaik di dunia menderita bencana paling mengerikan, yang menjadi ujian iman dalam bentuk paling ekstrim.
Ahli psikologi perilaku modern, Edward O. Wilson, menjelaskan perbuatan baik Bunda Teresa dengan menunjukkan kemantapannya dalam pelayanan Kristus dan keyakinannya akan kekekalan. Dengan kata lain, karena percaya akan menerima upahnya, Bunda Teresa bertindak dengan dasar "tidak mementingkan diri sendiri." Kita beriman pada Tuhan dengan harapan kita akan mendapatkan sesuatu dari hal itu.
Dalam pasal-pasal pembukaan kitab Ayub, Iblis mengungkapkan dirinya sebagai psikolog perilaku besar pertama. Ayub terkondisi untuk mengasihi Tuhan, katanya. Ambil semua upah positif itu, dan lihat bagaimana imannya runtuh. Ayub, yang tidak sadar dan sama sekali ditutup matanya, ditempatkan sebagai protagonis utama dalam ujian pertarungan ksatria tunggal terbesar sepanjang masa.
KESIMPULAN
Tuhan tidak memberitahu Ayub tentang pertarungan kosmos yang telah melibatkan Ayub di luar kehendaknya, karena mengijinkan Ayub melihat ke belakang layar akan mengubah aturan pertandingan yang sedang berlangsung. Tuhan juga tidak menunjukkan simpai sedikit pun pada kondisi fisik dan emosional Ayub. Justru sebaliknya, Tuhan menempatkan posisi Ayub sebagai tertuduh, memberondongnya dengan keras dan dari sana melanjutkan sampai Ayub tidak bisa lagi berkata apa-apa. Dengan kata lain, mendadak saja Tuhan mengembalikan Ayub ke kursi terdakwa.
Pesan Tuhan, yang diungkapkan dalam puisi yang amat indah, intinya adalah seperti ini: Sampai kau tahu sedikit lebih banyak tentang cara menjalankan alam semesta fisik, Ayub, jangan memberitahu Aku bagaimana caranya menjalankan alam semesta moral. Dengan menggambarkan keajaiban alam, terutama menikmati keliarannya, Tuhan memberi petunjuk tentang betapa keterbatasan kodrati dalam hukum alam, dan tentang pilihanNya untuk tidak campur tangan.
Tuhan hanya mengritik Ayub dalam satu hal, keterbatasan sudut pandangnya. Ayub telah mendasarkan penilaiannya pada bukti-bukti yang tidak lengkap - wawasan yang bagi kita di antara penonton sudah diketahui sejak semula.
Hukum Allah dan Hukum Manusia
Terjadilah kehendamu di Bumi seperti di Surga. Jadi ? Mana yang berlaku ?