PERSEPSI, SEBUAH PILIHAN BERPIKIR POSITIF ATAU NEGATIF

Ketika berbicara dengan seseorang kita selalu menganalisa tiap kata-katanya, sikapnya, tingkah lakunya dan mengamati ekspresi wajahnya. Hasilnya adalah sebuah persepsi mengenai orang tersebut. Jika ada beberapa hal yang tidak sesuai dengan pola pikir kita, maka persepsi kita mengenainya menjadi negatif. Sebaliknya jika kita menyukai idealismenya maka persepsi kita akan positif. Menurut pengertian saya, persepsi adalah hasil analisa kita mengenai seseorang (atau suatu benda). Sedangkan menurut Kamus Internet (Wikipedia),

Persepsi adalah sebuah proses saat individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Perilaku individu seringkali didasarkan pada persepsi mereka tentang kenyataan, bukan pada kenyataan itu sendiri “

Piramida persepsi

Jadi, pada intinya persepsi adalah sebuah penilaian kita tentang seseorang atau sesuatu. Artinya, sebuah persepsi adalah sebuah hasil pemikiran kita. Apa yang anda pikirkan ketika melihat seorang pria berambut gondrong dan bertato ? Hmm....pasti orang itu preman, raja tega, kejam, ringan tangan (suka mukul), dan tidak bisa diatur. Apalagi jika suaranya berat dan brewok...iih... tambah sangar. Kalo penilaian saya terhadap orang gondrong tadi bertolak belakang terhadap penilaian teman-teman. Orang gondrong itu jenis orang yang lembut, telaten, dan mandiri karena susah sekali untuk merawat rambut panjang. Paling tidak dua hari sekali harus keramas dan berambut panjang itu panas loh ! Sedangkan mengenai tatonya, si gondrong tersebut artistik alias seorang seniman. Mengapa ? Karena tidak gampang memilih tato yang akan dibawa seumur hidupnya. Saya tanya kepada teman-teman, “Gambar tato apa yang akan anda pilih untuk dipasang di tubuh anda ? Dan akan anda taruh di bagian tubuh mana ?” Saya mungkin akan memilih gambar Love dan saya taruh di tangan kanan saya. Artinya tangan ini harus selalu digunakan untuk mencintai sesama manusia...sip kaaan....(Tapi saya gak akan melakukannya) Teman saya malah mentato nama cina-nya di perutnya....cieee...ileeeh.....

SEBUAH PILIHAN YANG BERUJUNG PADA TINDAKAN
Ketika persepsi anda mengenai si gondrong tersebut adalah negatif, maka tindakan anda selanjutnya adalah menjauhinya sejauh-jauhnya. Karena anda takut dipukul, takut dimintai uang, atau takut diculik ! Sebaliknya, jika persepsi anda terhadap si gondrong tersebut positif, maka anda menjadi lebih terbuka kepadanya. Andaikata si gondrong menatap mata anda maka saya yakin anda akan tetap tenang dan mungkin tersenyum kepadanya. Inilah sebuah persepsi ! Satu kata yang berpengaruh besar terhadap tindakan kita selanjutnya.

Bagi saya, persepsi adalah sebuah pilihan untuk berpikir positf atau berpikir negatif. Karena sebuah persepsi tidaklah selalu sama dengan kenyataan yang ada. Ada kemungkinan persepsi kita benar dan ada juga kemungkinan persepsi kita salah. Untuk mengetahui kebenarannya hanyalah dengan cara mencoba untuk berkomunikasi dengannya. Sangat tidak adil jika kita menilai seseorang secara parsial, yaitu dengan melihat wajahnya, dan sedikit berbicara kepadanya. Ada satu cerita yang muncul dalam pikiran saya, sebuah cerita mengenai seorang bapak dan anaknya yang nakal di sebuah kereta api (dikutip dari buku The 7 Habbits of Highly Effective People, Stephen R.Covey)

Di suatu Minggu pagi dalam kereta bawah tanah di New York, Orang – orang sedang duduk dengan tenang – sebagian sedang membaca surat kabar, sebagian sedang melamun, sebagian lagi beristirahat dengan mata terpejam. Suasananya tenang dan damai.
Lalu tiba-tiba, seorang pria dan anak-anaknya masuk ke dalam gerbong. Anak-anak tersebut begitu berisik dan ribut tak terkendali sehingga segera saja keseluruhan suasana berubah.

Pria tersebut duduk di sebelah saya dan memejamkan matanya, agak-agaknya tidak peduli akan situasi saat itu. Anak-anaknya berteriak-teriak, melemparkan barang-barang, bahkan merenggut koran yang sedang dibaca orang. Sangat menggangu. Namun, pria yang duduk di sebelah saya ini tidak berbuat apapun.
Sulit untuk tidak merasa jengkel. Saya tak mengerti ia dapat begitu tenang membiarkan anak-anaknya berlarian liar seperti itu dan tidak berbuat apapun untuk mencegah mereka, sama sekali tidak bertanggungjawab. Sangat terlihat bagaimana semua orang lain di dalam gerbong juga merasa terganggu.
Akhirnya, dengan rasa sabar dan pengekangan diri yang luar biasa, saya menoleh ke arahnya dan berkata, “ Tuan, anak-anak anda benar-bear menggangu banyak orang. Dapatkah anda mengendalikan mereka sedikit?”
Orang itu mengangkat dagunya seolah baru tersadar akan situasi di sekitarnya lalu berkata dengan sedih, “Oh, anda benar. Saya kira saya harus berbuat sesuatu. Kami baru saja dari rumah sakit dimana ibu mereka meninggal satu jam yang lalu. Saya tidak tahu harus berpikir apa, dan saya kira mereka juga tidak tahu harus bagaimana menghadapinya.”

Dapat anda bayangkan bagaimana perasaan saya saat itu ? Paradigma saya berubah. Tiba-tiba saya melihat segalanya secara berbeda, dan kerena saya melihat dengan cara berbeda, saya berpikir dengan cara berbeda, saya merasa dengan cara berbeda, saya berperilaku dengan cara berbeda.
Kejengkelan saya seketika hilang. Saya tidak perlu lagi khawatir untuk mengendalikan sikap atau perilaku saya; hati saya dipenuhi dengan kedukaan yang dirasakan pria itu. Perasaan simpati dan kasihan mengalir dengan deras. “Istri anda baru saja meninggal ? Oh, saya turut berduka. Dapatkah anda menceritakannnya kepada saya ? Apa yang dapat saya lakukan untuk membantu ?” Segalanya berubah dalam seketikaI

Don’t Judge The Book by it’s Cover!

ANTARA BENAR DAN SALAH, MAU ATAU TIDAK
Ketika sebuah persepsi menempel di kepala kita, itulah pilihan yang sudah kita ambil. Repotnya, tidak selamanya keputusan kita ini berdasarkan kenyataan yang ada. Apalagi jika ditambah dengan pengalaman kita sebelumnya dalam berhubungan dengan orang tersebut. Sekali menipu, selamanya penipu demikian jalannya otak kita. Sekali jahat, selamanya kamu jahat ! Sekali berbohong, dua tiga kali akan terjadi lagi. Parahnya, tindakan negatif terhadap pribadi kita ternyata lebih dalam pengaruhnya terhadap persepsi yang sudah kita bangun. Ketika kita mempunyai pilihan untuk melanjutkan hubungan tersebut atau tidak maka dengan mudah kita dapat mengambil keputusan. Sebaliknya jika tidak ada pilihan, maka terpaksa kita hidup dengan persepsi yang belum tentu benar. Contohnya ? Apa lagi jika bukan pekerjaan kita ?

Delapan jam sehari kita tidur, dan delapan jam sehari juga kita berada di tempat kerja kita. Setiap hari kita berbicara dengan rekan kerja kita, dipanggil atasan kita, dan memerintah bawahan kita. Sebagian dari mereka kita sukai karena ramah, ringan tangan, dan lucu. Lebih dari separuhnya kita benci karena mereka sok tau, tukang perintah, dan suka menjegal ! Kadang, dengan senang hati kita berbicara dengan mereka dan lebih sering kita berkomunikasi karena membutuhkan mereka. Semuanya telah kita cap sebagai “teman”, “lawan”, dan “tidak jelas.”

“Lawan” adalah rekan kerja yang harus kita singkirkan dan jauhi. Masalahnya jika lawan kita tersebut adalah atasan kita maka tidak ada sesuatu yang dapat kita lakukan....wah...gawat dong! Iya...nek satu level sih gampang....gak usah dianggap dan ditanggapi. Pokok’e ojok ganggu aku dan aku gak bakalan ganggu kamu. Sak karep-karepmu dewe ! Tapi ini bos kita....wah...mau gimana lagi ? Bukan aku yang bisa menyingkirkan dia, tetapi dia yang bisa menyingkirkan diriku ini. Parahnya.....hak untuk memiliki persepsi ini bukan hanya hak saya seorang, atasan kita juga bisa membentuk persepsinya sendiri. Dan pilihan untuk berpresepsi negatif atau positif terhadap diriku menentukan karier pekerjaanku. Apakah yang harus saya lakukan ? Berikan saya jalan keluar pak Wapan ? Tolonglah....diriku yang sedang dilanda kekalutan ini....akan kuberikan apa saja....(sungguh??? Everything ? Semuanya....??? Segalaaanya....wakakakakak.....)

Jawaban singkatnya adalah ganti persepsi negatif bos anda menjadi positif. Hah ? Boro-boro ? Wong aku ae gak iso merubah persepsi negatif terhadap bosku, kok malahan disuruh merubah persepsi atasanku tentang diriku ? Wes...wes....mari...mari....gak usah dilanjutno....gak masuk akal blas !!

Iya....memang betul berbicara itu mudah dibandingkan dengan bertindak. Dan tidak mudah untuk merubah persepsi kita mengenai seseorang. Lebih susah lagi merubah persepsi seseorang tentang diri kita. Tetapi jika kita tahu rahasianya bahwa persepsi itu adalah sebuah dugaan yang tidak berdasarkan fakta maka kita bisa membuatnya menjadi lebih mudah untuk dilakukan. Jika pesepsi bos kamu itu raja telat, maka buatlah daftar absen anda lima menit lebih pagi dan lima menit lebih lama waktu pulang. Jangan lupa, tunjukkan muka culun anda kepadanya (alias ngatok!) setiap masuk dan keluar kerja. Lakukan dengan disiplin dan teratur ! Dengan cara ini anda menunjukkan bahwa persepsi atasan anda salah. Jika ada satu persepsi yang salah, maka si bos pelan – pelan akan membuka selubung persepsinya mengenai diri anda. Begitu satu persepsi terpatahkan, maka persepsi negatif lainnya akan mulai dipertanyakan dalam otak si bos. Bener nggak ? Betul atau nggak yaa omongannya si A tentang kamu ? Masa sih dia seperti itu ? Padahal tak liat dengan mata kepalaku sendiri nggak seperti yang diomongkan ? Hmm....mungkin saya perlu membuktikan beberapa hal lagi....

Nah inilah kelemahan sebuah persepsi. Memang persepsi itu lemah karena tidak berdasarkan kenyataan. Begitu kenyataan yang terjadi bertentangan dengan persepsi yang ada, maka yang menang adalah yang kelihatan ! Permasalahannya adalah kebanyakan orang melupakan unsur waktu dan kepribadian. Ada atasan yang bisa merubah persepsinya secara mendadak dan ada juga pimpinan yang memerlukan bukti, bukti, bukti, dan bukti lebih lanjut. Kemudian, dari sisi kita sendiri sering menyerah karena tidak ada perubahan yang signifikan. Padahal kenyataan yang ada adalah terlalu sering kita berhenti lebih cepat. Sebuah buku yang pernah saya baca mengatakan bahwa :

  1. Di awal pekerjaan, kita begitu bersemangat dan menggebu-gebu
  2. Di pertengahan, kita mulai kelelahan dan meragukan pekerjaan kita
  3. Di titik 90% perjalanan kita mengalami dilema dahsyat mengenai berhenti mencoba dan berusaha

Berpikir Positif atau positive thinking

Jikalau Om Thomas Alfa Edison berhenti memecahkan lampu yang ke 9.998 maka kita tidak akan bisa menikmati terangnya malam hari. Hanya kurang 1 lampu lagi dia berhasil ! Sungguh sayang bukan ? Masalah sebenarnya yang kita hadapi dengan persepsi adalah mau atau tidak terus mencoba ? Toh tidak ada lampu yang harus kita pecahkan !

Terlalu sering kita berusaha untuk merubah apa yang tidak dapat kita rubah dan terlalu jarang kita merubah apa yang dapat kita rubah, yaitu diri kita ! Saya yakin perubahan itu tidak dimulai dari orang lain melainkan dari diri kita terlebih dulu. Begitu kita merubah persepsi kita, maka sikap kita dengan sendirinya akan berubah. Perubahan diri kita pada akhirnya akan merubah persepsi orang mengenai kita dan ujung-ujungnya merubah sikap mereka terhadap diri kita ! Ingatlah, persepsi hanyala sebuah pilihan. Pilihan untuk berpikir positif atau berpikir negatif !

Sejarah Thomas Alfa Edison
Dari 10.000 lampu, 1.000 penemuan, dan General Electric yang Tersohor

Pengertian Persepsi dari Wikipedia
Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi, Teori Persepsi, Jensi Persepsi