MENGAPA HARUS MENIKAH LALU PUNYA ANAK ?
Beberapa orang yang sudah punya anak menjawab pertanyaan ini dengan alasan klasik. Menikah dan membesarkan anak adalah tahapan hidup yang normal. Kita menjadi lebih semangat bekerja untuk mewariskan kekayaan kepada mereka. Punya anak berarti meneruskan keturunan dan marga kita. Anak akan membuat hidup ini lebih berarti. Jadi, alasan kita menikah dan punya anak itu sebenarnya ikut-ikutan orang lain. Saya tertegun dan segera menyadari bahwa saya tidak tahu alasan memiliki anak....
BIAYA MEMBESARKAN ANAK
Mengapa saya bertanya-tanya tentang motivasi memiliki anak ? Karena biaya membesarkan anak itu besar sekali. Jauh lebih besar dari kemampuan saya. Biaya imunisasi sampai usia 2 tahun akan menghabiskan duit 20 juta, beli pampers selama 1 tahun minimal 5 juta.Biaya susu kaleng setahun 7,5 juta lebih.
Sebelum si anak lahir pun kita sudah mengeluarkan 3,5 juta untuk kontrol ke dokter kandungan dan vitamin ibunya. Biaya operasi caesar 10 juta rupiah, kalo anaknya kena sakit kuning tambah 2,5 juta lagi. Setelah itu pun masih harus kontrol ke dokter kandungan selama 3 bulan.
Untungnya, anak saya selama ini sehat - sehat saja sehingga tidak perlu keluar uang tambahan untuk biaya dokter dan obat-obatan. Teman - teman saya kalo cerita tentang obatnya anak bikin hati ini kecil. Minimal habis 500 ribu rupiah untuk sakit batuk dan pilek. Sudah gitu si bayi rewel lagi, kita yang sudah lelah dan kurang tidur bertambah sumpek karena tangisan anak kita.
Saya menerawang jauh kedepan....setelah sedemikian besarnya pengorbanan kita, apakah anak ini nanti sayang kepada papa dan mamanya atau tidak ? Apakah dia nanti jadi orang yang berhasil atau merepotkan orangtuanya ? Saya membuat perkiraan kasar dan peluangnya 50:50. Peluang anak kurang ajar kepada orang tuanya sama besarnya dengan peluang mereka berbakti. Persis seperti berjudi, menang dan kalahnya seimbang.
Saya juga merefleksikan kehidupan saya sekarang ini. Bagaimanapun juga saya tetaplah anak dari orangtua saya. Apakah saya sayang kepada mereka ? Dengan cara apa saya menunjukkan rasa terima kasih dan bakti saya ? Saya teringat dengan hukum tabur tuai. Apa yang kamu tabur, itulah yang akan kamu tuai. Apa yang kamu tanam, itulah yang akan menjadi buahnya. Kebaikan akan berbuah kebaikan, kejahatan akan menghasilkan kejahatan.
Aaargh....semuanya akan muncul pada saatnya. Benih akan bertumbuh menjadi tunas. Tunas akan menghasilkan pohon dan akhirnya muncullah buahnya. Ada yang beberapa bulan sudah berbuah, ada yang beberapa tahun dan ada juga yang puluhan tahun. Ketika masanya tiba, buahnya akan muncul dengan sendirinya. Sama dengan kehidupan ini. Ada masanya menjadi anak dan ada pula waktunya menjadi orangtua. Bagi saya, inilah waktunya.
Memang kemungkinan 30% bukan angka kecil. Apalagi yang dipertaruhkan itu nilainya milyaran. Jangan kaget jika total uang yang anda investasikan di anak anda lebih dari 1 milyar. Karena memang itulah angka terkecilnya. Bagi sebagian orang bisa lebih dari 4 M.
Artinya punya anak itu merepotkan, menghancurkan hidup anda yang stabil, menghabiskan uang yang dengan susah payah anda dapatkan dan belum tentu hasilnya baik. Saya baru tahu kenyataan ini setelah memiliki anak. Sudah terlanjur mbrojol, tidak ada jalan kembali.
KEUNTUNGAN MEMILIKI ANAK ?
Nanti kalo udah tua, anak saya akan memelihara...itulah jawaban dari pertanyaan ini. Memang terkesan egois, memiliki anak untuk dijadikan tempat tinggal masa depan. Namun kehidupan sebenarnya tidak seperti 1 ditambah 1 sama dengan 2.
Sebelum menjadi orangtua saya percaya dengan jawaban tadi. Setelah punya anak, pemikiran saya adalah habis-habisan untuk mereka. Saya tidak mau menumpang, malahan sebisa mungkin mereka yang tinggal dengan saya. Pemikiran orangtua adalah memberi tanpa mengharapkan kembali.
Dirawat anak di masa tua adalah konsep yang sudah tidak berlaku lagi di jaman ini. Masalahnya di menantu anda. Ketika anak dihadapkan pada istri atau ortu maka 90% akan memilih istri. Mengapa ? Karena dikeloni ambek bojone dan kelemahan pria adalah tangisan wanita. Loh pak...mama dan istri kan sama-sama wanita, kok isa nurut ambek bojone. Soale tiap malam diteteki mas bro.
Mengapa anak tidak memilih orangtuanya ? Padahal mereka sudah mati-matian membesarkan mereka ? Kenapa malah mbela istrinya yang baru ketemu beberapa tahun saja ? Itulah sisi negatif budaya barat, tidak ada pengabdian. Pendidikan mereka hanya logis, mereka tidak memasukan pendidikan moral dalam kurikulum. Lain dengan pendidikan timur yang kadang terlalu menekankan moral daripada logika.
Kita tidak mungkin bisa menghindari globalisasi. Amy Chua, penulis buku "Battle Hymn of the Tiger Mother" membuktikan teori ini. Amy Chua adalah seorang wanita timur yang menikah dengan pria Yahudi. Dia tinggal di Amerika dengan dua anak perempuannya.
Amy dibesarkan oleh ayahnya dengan pendidikan ala Timur yang keras. Papanya adalah kebenaran. Apa yang menurutnya salah adalah salah dan benar adalah benar. Sekalipun ayahnya salah, budayanya mengatakan bahwa ayah selalu benar. Perintah ayahnya bersifat mutlak, tidak ada tapi-tapian. Dan harus dilaksanakan !
Amy membesarkan kedua putrinya dengan cara yang sama. Membantah adalah hukuman, menurut orangtua tidak ada pujian. Sudah selayaknya anak menuruti kemauan orangtuanya karena anak-anak tidak tahu betapa keras dan kejamnya dunia ini. Namun Sophia dan Lulu tidak tinggal di Cina yang semua orangtua mendidik dengan cara timur. Mereka tinggal di negri barat yang memberikan kebebasan kepada anak-anak mereka.
"Mengapa teman-temanku boleh berpesta, menginap di rumah temannya, memakai baju yang "normal", sementara aku tidak boleh ?" teriak Lulu
"Mengapa aku harus latihan biola 7 hari seminggu sementara teman-temanku boleh bermain tennis, menjadi cheerleader dan berjalan di mall ?"
"Mengapa....mengapa....mengapa.... ?"
Membesarkan anak benar-benar menguras harta dan menguji kesabaran. Tambah lama tambah mahal. Hasilnya pun tidak pasti. Sekolah favorit bukan jaminan kesuksesan anak. Satu hal yang pasti di sekolah favorit adalah jor-joran kekayaan bapaknya. Uang sakunya melebihi gaji pegawai S1. Padahal belum tentu nanti kerja bisa sesukses orangtuanya. Yang pasti kesombongannya melebihi orangtuanya.
Jadi, apa keuntungan memiliki anak ? Lucu ? Benar...lucunya hanya satu dua hari saja, setelah itu anda harus membersihkan pub-nya, menenangkan tangisannya, mengajaknya bermain, mengajarinya, mengatakan tidak untuk hal-hal yang berbahaya dan mencuci sprei yang dipipisinya.
BUKU INI RAMAI DIBICARAKAN
KEUNTUNGAN TIDAK MEMILIKI ANAK
Kelihatannya tidak memiliki anak lebih menguntungkan bagi kita. Berarti anda juga tidak akan menikah. Tidak mungkin anda mau menikah tapi gak mau punya anak. Bosan menjawab pertanyaan orang lain, "Anaknya berapa ?"
Jika anda menjawab belum punya anak, maka akan berlanjut ke pertanyaan kedua, "Sudah menikah berapa tahun ? Kenapa ? " Kemudian dilanjutkan dengan tips-tips cepat punya anak seperti makan ikan, makan kecambah, olahraga...dan lain-lainnya.
Saya benar-benar bosan dengan pertanyaan sosialisasi ini karena saya 5 tahun menikah baru dikaruniai anak. Cara saya menghindari pertanyaan ini dengan berbohong demi kebaikan. Anaknya berapa ? Satu Pak. Laki-laki ato Perempuan ? Cewek Pak. Wes.....beres !
Tidak menikah berarti tidak boleh jatuh cinta. Tidak boleh jatuh cinta berarti jangan berteman dengan lawan jenis. Jika anda melanggar aturan dasar ini maka anda akan berakhir dengan pernikahan. Bagaimana jika anda menikah namun dari awal sudah memutuskan untuk tidak mau punya anak ? Boleh...silahkan ! Namun bersiaplah menghadapi pertanyaan dari keluarga anda berdua.
Papa akan bertanya, mertua akan bertanya, saudara anda juga bertanya-tanya, "Apakah 'adek' anda sudah tidak berfungsi, jamuren atau cuklek ?
Saya punya teman yang belum menikah. Sudah cukup tua, 38 tahun. Untungnya berwajah baby face sehingga tidak kelliatan tua. Sudah punya rumah, usaha juga lumayan, bodinya oke walau kurang berlemak. Dari jari telunjuk yang mencerminkan ukuran "senjata" terlihat cukup panjang. Saya gak pernah mengukur atau memegangnya....iiiiih !! Ngapain liatin punya orang.
Secara penampilan, dia tidak mengecewakan. Jangan kuatir...100% pria sejati. Lalu mengapa tidak kawin-kawin pak ? Nunggu apa lagi ?
Apakah pria harus menikah ? Tidak ada keharusan untuk menikah. Tidak menikah itu baik, menikah juga baik. Tapi waktu berkunjung ke rumahnya saya melihat ada sesuatu yang kosong.
Dia lagi masak. Ayamnya dipotong kecil-kecil, sebagian dijadikan sop putih, sebagian untuk sop merah dan sisanya disimpan di kulkas. Gajihnya dijadikan minyak pangsit mie ayam.Persis ibu-ibu yang menyiapkan bekal sekolah anaknya.
"Terus, makannya pake lilin, menghadap tembok dan ngomong dewe tah Ko ?" goda saya.
"Nggak, sambil liat TV dong. Pake lilin kalo lampunya mati." sahutnya.
Not bad. Rumahnya bersih tapi tetap kehilangan sentuhan tangan wanita. Sekalipun perfeksionis tetap saja dia pria. Tidak ada yang bisa menandingi wanita soal rumah tangga.
"Lah, terus nek kamu mati. Rumahmu ini buat sapa Ko ?" tanya saya lagi.
"Sodaraku." jawabnya singkat.
Gak punya anak memang membuat hidup lebih menyenangkan. Tidak ada beban, bebas melakukan segala sesuatu yang kita inginkan, cari uang untuk dihabiskan sendiri. Tidak ada tanggungjawab untuk pulang ke rumah dan tidak ada yang perlu dikuatirkan.
Hidup kita lebih stabil atau monoton. Bangun pagi, kerja, sore nonton bioskop, tiap bulan ganti gadget baru, main game sampe subuh terus kerja lagi. Namun setelah beberapa tahun menjalani hidup seperti ini, kejenuhan akan melanda hidup kita. Beberapa mengisi kekosongan ini dengan agama. Melayani Tuhan dengan menyelamatkan jiwa-jiwa yang terhilang. Bukan karena menemukan arti hidup, namun sebenarnya mencari kesibukan agar hidup lebih berarti.
Ya, awalnya memang menyenangkan, hidup kita diisi dengan sesuatu yang mulia. Sampai anda mengetahui bahwa teman - teman sepelayanan anda memiliki motif yang "tidak murni". Beberapa menginginkan kekuasaan, beberapa menginginkan kekayaan dan lainnya membutuhkan pengakuan. Persis seperti teori Abraham Maslow.
Setelah kebutuhan dasarnya terpenuhi, sandang, pangan dan papan. Muncullah kebutuhan bersosialisasi yang kemudian dilanjutkan dengan kebutuhan akan pengakuan dan penghargaan.
Maka kembalilah kita ke kehidupan semula yang monoton. single and happy.
Setelah memaksakan diri untuk menerima kekosongan ini anda akan terbiasa dan tidak merasakan keanehan lagi. Pikiran telah berhasil kita kuasai. Biarlah hidup berjalan sendiri, toh masa depan ada di tangan Tuhan. There's nothing wrong with jomblo, at least I'm happy !
MENGAPA ANDA HARUS PUNYA ANAK ?
Anda mungkin bertanya-tanya, jadi apa keuntungan memiliki anak karena dari apa yang saya baca ternyata punya anak banyak rugi daripada untungnya. Seharusnya judul yang tepat adalah kerugian memiliki anak pak !
Ya benar, judul yang tepat seharusnya kerugian memiliki anak, namun saya pro anak sehingga apa yang secara ekonomis merugikan belum tentu benar-benar rugi jika dilihat dari sisi lainnya. Kita cenderung melihat segala sesuatunya dari sudut pandang uang, mengukur segala sesuatunya dengan pendapatan dikurangi biaya. Namun tidak semuanya yang bernilai bisa diukur dengan mata uang.
Anda bisa membeli tubuhnya tapi tidak bisa mendapatkan cintanya. Anda bisa merasa bahagia sesaat dengan narkoba, anda bisa menciptakan ilusi kesuksesan dengan membeli iPhone 5. Anda bisa merasa cantik dengan menggunakan gaun Versace dan berlian. Namun toh anda juga tahu itu semu.
Whitney Huston memiliki banyak uang namun berakhir tragis karena narkotika. Michael Jakson merasa menjadi manusia jika berkulit putih. Roger Danuarta ganteng, kaya dan terkenal namun tertangkap teler di mobilnya. Mereka semua berpikir bahwa segala yang mahal berarti bernilai tinggi. Kekayaan akan membawa kesenangan. Masalah hanya membawa penderitaan. Karena itu mereka tidak menikah dan tidak punya anak.
Jadi, teori Abraham Maslow belum selesai. Setelah kebutuhan tertinggi terpenuhi, yaitu kebutuhan akan eksistensi diri, ternyata ada kebutuhan yang lebih tinggi lagi.
Yaitu kenikmatan mengasihani diri sendiri. Kurang apa si Whitney Huston itu, muda, kaya raya dan terkenal. Kurang apa si Roger Danuarta itu ? Ganteng, sugih dan juga terkenal. Bukankah semua kebutuhan berdasarkan Abraham Maslow sudah terpenuhi ? Mengapa masih saja menggunakan narkotika ?
Saya juga punya seorang klien yang kekayaannya tidak habis tujuh turunan. Kalo kasih tips itu pake uang Rp 100.000 an, bukan cemban atau nomban. Juga bukan orang jajaran manajemen. 100 ribu itu untuk orang yang angkat-angkat barang tok. Pokoknya semua yang berbau "kesenangan" sudah pernah dinikmatinya. Pulang teler setiap hari adalah hidupnya. Tidak pernah kehabisan uang dan juga tidak pernah merasakan penderitaan. Hidupnya hura-hura setiap hari.
Orang ini sudah berubah drastis. Sudah tidak suka dugem lagi, pulang kerja langsung ke rumah. Kerjanya juga lebih serius. Memang benar doa yang didoakan dengan sungguh-sungguh itu sangat besar kuasanya. Peperangan di alam roh memang berpengaruh di alam jasmani. Namun titik baliknya dimulai saat anak pertamanya lahir ke dunia.
Kelahiran seorang anak adalah suatu mujijat. Tangannya yang mungil, matanya yang tertutup, tangisannya yang kencang, kakinya yang menendang-nendang dan kemudian tertidur dengan damainya. Melihat anak sendiri lahir membuat hati yang keras menjadi luluh. Mendengar tangisannya menimbulkan rasa iba yang entah muncul dari mana. Insting kita bergerak untuk menenangkannya. Wajah mungil yang tertawa sebentar sebelum tidur lelap mampu membuang beban kehidupan terberat.
Anak memberi arti bagi kehidupan kita. Sekarang kita memiliki tanggungjawab seumur hidup, beban yang melekat sepanjang sisa hidup kita. Kesenangan dan masalah yang berkelanjutan. Kita terpaksa membuang sebagian diri kita. Tidak ada kebebasan lagi, hidup kita sudah menjadi milik anak kita.
Orang yang belum punya anak tidak akan bisa memahami perasaan ini. Karena baru muncul setelah kita dikaruniai seorang anak. Juga tidak bisa dipelajari karena hormon tubuh kita hanya bereaksi setelah dirangsang oleh aura mereka. Kesenangan maupun kebahagiaan karena memiliki anak tidak bisa dibandingkan dengan untung rugi. Secara otomatis pemikiran kita berubah, susah untuk dijelaskan namun mudah dimengerti jika anda sudah mengalaminya sendiri.
Jadi, itukah alasan memiliki anak ? Tidak. Perubahan diri kita hanyalah akibat memiliki anak.
Karena Tuhan mau mencurahkan cintanya kepada manusia. Tuhan adalah kasih, selalu memberi tak pernah harap kembali. Kasihnya tak terhingga, sepanjang masa. Sama halnya dengan kita yang membutuhkan obyek untuk mencurahkan cinta kita. Hanya dengan memiliki anak dari darah dan daging kita lah hasrat mengorbankan diri ini terpenuhi.
Orang yang tidak punya anak tidak bisa memahami alasan kita hancur-hancuran, sumpek setiap hari dan kekurangan uang setiap bulannya. Seharusnya kita menderita, namun sebaliknya kita malah bahagia. Kebahagiaan membeli smartphone baru hanya bertahan selama beberapa hari, namun kebahagiaan melihat anak ngoceh sendiri tertanam dalam hati dan pikiran kita sepanjang waktu. Kita sudah lupa kelebihan gadget yang kita miliki tahun lalu, namun tetap ingat wajah gundul anak kita bertahun-tahun lampau.
Anak memberikan kenangan termanis dalam hidup kita. Dan ini tidak bisa dibeli dengan uang.
KESIMPULAN
Kita bisa membandingkan anak dengan biaya, membandingkan anak dengan untung-rugi. Namun perbandingan ini tidak pada tempatnya. Bukan salah kita karena kita dididik untuk mengasosiasikan barang dengan uang. Anak bukan barang, anak adalah kombinasi antara tubuh, jiwa dan roh.
Anak juga bukan semata-mata hasil pertemuan antara telur dengan sperma. Anak adalah anugerah Allah. Kita dinilai telah mampu membesarkan anak olehNya. Jangan kuatir dengan segala kebutuhan anak anda karena Allah yang kita kenal bukanlah Allah yang tidak bertanggungjawab.
Dia memberikan apa yang dibutuhkan tepat pada waktuNya. Tidak pernah terlambat atau lebih cepat.
Perasaan lengkap karena memiliki anak bukanlah sekedar perasaan saja. Itu adalah penjelmaan kebutuhan terakhir teori Abraham Maslow yang sudah terpenuhi.
Manisnya Cinta, Pahitnya Nikah
Setelah bercinta anda harus menikah. Berapa biaya yang sebenarnya anda butuhkan ?
Share this content