BERBAKTI KEPADA ORANGTUA PRIA
Jargon "Setelah menikah, anak laki-laki lupa pada orangtuanya" itu benar adanya. Benar-benar membuat saya tertempelak sedemikian kerasnya sehingga membuat saya menata kembali prioritas hidup di awal tahun 2013 ini. Semua waktu dan tenaga saya kerahkan untuk membahagiakan istri dan orangtuanya yang tidak memiliki jasa apapun dalam kehidupan saya. Parahnya, mereka yang saya perjuangkan mati-matian ternyata tidak terlalu mencintai orangtua saya ! Alangkah berdosanya saya kepada ibu yang melahirkan dan membesarkan saya dengan mempertaruhkan nyawanya.
ORANGTUAKU, ORANGTUAKU, ORTUMU BUKAN ORTUKU
Cinta adalah pengorbanan. Tidak ada cinta tanpa pengorbanan. Kalau benar ada cinta tanpa pengorbanan maka sesungguhnya itu bukan cinta.
Mencintai itu bukan memiliki tetapi memberikan yang terbaik untuknya. Kita cinta seseorang tetapi kita tahu kalau sebenarnya kita tidak pantas untuk dirinya. Jika anda benar-benar mencintai dirinya maka apa yang harus anda lakukan ? Apalagi anda tahu ada orang yang benar-benar cocok untuk si dia.
Pak Wapan, cinta itu butuh pengorbanan. Jadi saya akan mengorbankan apa saja, kalau perlu diri saya sendiri untuk mendapatkan cintanya. Kalau perlu menunggu di depan rumahnya sehari semalam pasti tak lakukan. Kalau perlu menjual harta kekayaan saya pasti tak jual. Itu bukti cinta saya, saya mau mengorbankan semuanya...ya...semuanya tak korbankan karena saya benar-benar mencintai dirinya. Sebagai bukti cinta saya, maka saya sudah men-DP "bibit" saya di dalam dirinya !
Cewek mana yang gak klepek-klepek dengan pengorbanan cinta yang kayak gini ? Dipikirnya cinta sejati tapi sesungguhnya cinta karena ingin memiliki. Cintamu piro seh ? Tak tukune ! Anehnya, kebanyakan wanita takluk dengan strategi ini padahal ini bukan cinta sejati. Definisi saya jelas sekali, cinta itu memberikan yang terbaik dan berani berkorban.
. "Aku bukan untukmu, dia yang terbaik ! Aku mundur untuk kebahagiaanmu."
Memang laki-laki anda rela berkorban tapi tidak memenuhi syarat cinta lainnya, memberikan yang terbaik. Jelas-jelas dia tahu kalau ada orang yang lebih baik untuk doi kok tetep ngeyel ae. Katanya dia sanggup berubah, katanya dia sanggup melebihi saingannya, katanya dia rela mengorbankan segala-galanya. Alaa....itu cuman sekejab, begitu kedip sudah lupa karena sebenarnya cinta eros.
Ya, istri anda memang mencintai orangtua anda tetapi duitnya untuk keluarganya. Cinta macam mana itu ? Cinta tanpa pengorbanan ? Apakah itu yang dinamakan cinta ? Loh pak, aku kan wes memberikan perhatian, masak kurang seh pak ? Terus, bapak ibumu dewe mbok kasih apa ? Perhatian tok ? Omong kosong ! Makan dek restoran itu pake apa ? Dibayar mbek perhatian tah ? Pergi jalan-jalan itu pake perhatian gak pake bensin tah ? Belanja dek pasar itu pake perhatian atau uang ? Mau tah PLN dibayar dengan perhatian ?
Sampai pada titik tertentu kita masih bisa dibilang mencintai orangtua kita, tetapi itu bukan namanya berbakti. Saya baru sadar tentang perbedaan ini. Saya memang mencintai orangtua saya tetapi saya masih belum berbakti kepada mereka. Memang tidak ada orangtua yang meminta balas budi dan sampai kapanpun mereka tidak akan menagihnya. Karena itu saya cenderung meremehkan hal terpenting dalam kapasitas saya sebagai seorang anak.
Mengapa saya harus membalas budi kepada orangtua saya ? Karena ternyata saya sudah membalas budi orangtua istri saya. Laaah....lak aneh toh yo...kok bisa ? Soale yang mengatur keuangan keluarga kan istri kita jadi dia lebih memiliki kekuasaan untuk membuka dan menutup pos-pos baru keuangan kami. Dan seperti biasanya, laki-laki gak tau ngurusi masalah ini, pokok'e hasil kerja bulan ini disetor ke bos dan cari duit lagi biar dapur ngebul !
Wah....jadi saya salah memilih pasangan hidup dong ? Tidak juga. Tidak ada anak yang tidak ingin membalas budi orang tuanya. Ini wajar-wajar saja dan alamiah. Hanya saja belum menjadi kebiasaan, kebiasaan menganggap bahwa orangtuaku juga orangtuamu.
Seorang laki-laki tidak mengalami kesulitan untuk menganggap keluargamu adalah keluargaku juga. Baginya, itu seperti mengedipkan mata, berjalan otomatis. Saking alamiahnya sampai-sampai dia tidak sadar bahwa dirinya belum mengabdi kepada orang yang membesarkannya.
PRIORITAS KELUARGA ATAU ORANGTUA ?
Kita ini selalu saja kekurangan uang, gak tau cukup ! Ketika sudah berkeluarga, apalagi memiliki anak, rasanya kebutuhan hidup itu tidak ada habis-habisnya. Tak tunda dulu aja acara balas budinya, tunggu sampai aku sudah mapan. Nanti pasti tak buatkan pos pengeluaran baru, judulnya bulanan orangtua. Itulah pemikiran saya selama ini. Selama lima tahun ini, hingga saat ini pun pos itu tidak pernah bisa ter-realisasi.
Gak apa-apa, toh orangtua saya tidak pernah menagihnya. Nanti saja setelah saya mapan. Sementara ini cukup dengan perhatian saja, tanpa pernah menyadari bahwa jam kehidupan orangtua saya telah berkurang beberapa tahun. Saya mau berbakti tetapi keuangan saya morat-marit, untuk kebutuhan saya dan keluarga saya sendiripun masih belum cukup. Saya masih memiliki puluhan alasan lainnya untuk tidak menyisihkan sebagian penghasilan saya untuk pos ini. Dan saya yakin anda juga !
Anehnya, saya masih bisa menyisihkan uang untuk mengganti handphone, membeli tablet dan laptop. Alasan saya untuk modal kerja yang nantinya bisa saya gunakan untuk diberikan kepada orangtua saya. Dan selama setahun ini saya tidak pernah memberikan sebagian keuntungan itu untuk mereka, malahan saya masukkan lagi untuk menambah modal usaha. Laah...terus kapan ? Kan ini kesempatan emas dan kesempatan itu tidak datang dua kali jadi harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. DIEENG ! Alasan maneh....kapan? Kapan ? Kapan ? Nunggu modar disek tah ?
Saya menyadari, jika tidak memulai menyediakan pos untuk orang tua maka sampai kapanpun juga pos ini tidak akan pernah ada. 5 tahun ini sudah membuktikannya ! Katanya tadi penghasilan anda tidak cukup pak ? Apa gak tambah empot-empotan nantinya ? Terus dapur keluarga anda gimana pak ?
Inilah dilema dan tantangannya. Kalau saya tidak menyisihkan untuk orangtua saya padahal saya selama ini sudah menyisihkan untuk orangtua istri saya itu aneh sekali. Mereka tidak mempertaruhkan nyawanya untuk menghidupi saya tapi ternyata saya malah berkorban untuk mereka ! Sungguh kasihan orangtua saya memiliki anak yang seperti saya ini. Lagipula apa yang saya tabur itu akan saya tuai. Jika saya tidak mengabdi kepada orangtua saya, maka anak-anak saya nantinya tidak akan mengabdi kepada saya. Ini hukum Tuhan, pasti terealisasi !
Sekarang, bagaimana caranya ? Di atas kertas hitung-hitungannya sudah tidak masuk. Saya berpikir keras pun masih belum menemukan celahnya. Wes mepet soro ! Kali ini saya tidak mau terjebak di lubang yang sama lagi...saya mengambil langkah pertama !
Saya sisihkan saja beberapa ratus ribu, anggap saja 250 ribu rupiah perbulan. Saya kumpulkan selama setahun maka akan menjadi 3 juta rupiah. Sedikit memang, tetapi ini baru langkah pertama saya. Saya ingat dengan prinsip saya sendiri, Tuhan baru membuka jalan ketika kita telah melangkah. Jika kita menunggu mujizat baru mau melangkah maka jadinya ya seperti saya ini, lima tahun tidak bisa memberikan apa-apa kepada orang yang membesarkan saya. Jika saja saya memulainya dari dulu, maka saya sudah mengumpulkan 15 juta.... sayang sekali.
KESIMPULAN
Sebagai lelaki dan seorang suami, anda wajib mengajarkan orangtuaku juga orangtuamu. Bukan salah istri anda jika dia tidak menyiapkan pos untuk orangtua anda, itu salah anda sebagai seorang kepala keluarga. Merubah kebiasaan itu susah, perlu proses dan kesabaran, lebih baik memulai dari sekarang dan menuai hasilnya beberapa waktu mendatang daripada tidak memulainya sama sekali !
Jangan membuat alasan lagi untuk tidak memulai memberi kepada orang tua anda. Tidak ada pilihan lain, ingat hukum tabur tuai. Percayalah bahwa ada kuasa tak terbatas yang menyertai tiap langkah dan keputusan anda. Saya juga tidak tahu bagaimana jadinya nanti, tetapi siapa sih yang bisa tahu masa depan ? Just do it ! Begitu mudah, begitu sederhana...
Manajemen Keuangan Pribadi
Gaji anda setahun 25 juta, sudah bekerja 4 tahun. Berapa tabungan anda sekarang ?
Share this content