SETETES HARAPAN DI TENGAH PERNIKAHAN YANG BERMASALAH | 2-3 Seri Pernikahan
Ada orang yang menceraikan pasangannya, dan ada juga yang diceraikan. Ada yang mencintai orang yang salah, dan juga ada yang dicintai orang yang salah. Ada yang tertawa tapi menderita, dan juga ada yang menyiksa dirinya. Semuanya bertanya mengapa" ? Dan tidak menemukan jawabannya. Bukan salahnya ataupun salahku, tetapi karena kita menanyakan pertanyaan yang salah. Bagaimana", bukan mengapa ?
KARENA NASIB ITU BENAR-BENAR ADA & NYATA
Nasib berbeda dengan takdir. Nasib bisa berubah dan diubah. Anda bernasib sial, bukan berarti selamanya akan sial. Anda dicerai pasangan, bukan berarti tidak ada orang yang benar-benar mencintai anda. Anda dulu kaya, sekarang miskin. Bukan berarti hidup kekurangan sampai mati.
Nasib Itu misteri, seakan-akan sudah digariskan dari sananya. Seakan-akan Tuhan sudah menentukan hidup kita seperti sekarang ini. Apa pun yang kita lakukan tidak berpengaruh sama sekali.
Pada tahun 2001, saya menjaga stan pameran di Tunjungan Plaza Surabaya.Seperti biasanya, sepi. Tidak ada sesuatu yang istimewa dengan hari itu, tidak ada petir di siang bolong, tidak ada suara dari surga, tidak ada sinar terang mengawali hari. Keadaan saat itu benar-benar normal. Banyak orang berlalu lalang di depan stand kita. Baik tua dan muda, ada yang melewati saya dan beberapa mampir bertanya tentang produk yang kami jual.
Apa yang saya lakukan, wajah-wajah yang saya temui, baju yang saya pakai, apa yang saya makan, tidak bisa saya ingat kembali kecuali tiga peristiwa.
Pertama, pemilik stand di sebelah saya itu benar-benar cantik dan putih. Namanya Yenny yang sampai sekarang ini tetap eksis di dunia fotografi dengan nama ZOOM.
Kedua, saya mengeluarkan uang 100.000 untuk seorang encek-encek yang baru saya temui untuk pertama kalinya.
Ketiga, hampir semua ucapan encek itu saya lupakan kecuali “ kamu kawin dua kali….kamu bisa sukses kalo kerja jualan tahu atau jualan kertas.”
Sekarang ini, 15 tahun setelah peristiwa tersebut….saya hampir memutuskan untuk menikah lagi. Tentunya dimulai dengan menceraikan istri sekarang ini, bersedih sebentar, memulai menata hidup kembali dan akhirnya menikah untuk yang kedua kalinya. Tetapi...sampai tulisan ini anda baca, status saya masih tetap dengan istri pertama.
Apakah pikiran untuk menikah lagi sudah hilang ? Tidak, rencana itu masih tetap ada karena saya tidak bahagia dengan pernikahan ini. Saya tidak mendapatkan yang saya inginkan. Saya sudah melaksanakan kewajiban saya, namun hak saya dilalaikan. Saya tidak berkomunikasi dengan mertua walau tidak serumah. Saya mengasuh anak sendiri (dan saya suami, pria tulen), makan sendiri, cari uang sendiri untuk membiayai diri sendiri dan anak serta biaya rumah tangga. Dengan kata lain, keberadaan pasangan saya saat ini tidak diperlukan.
Saya terpaksa mengurus diri saya sendiri karena…..pasangan saya tidak mengurusi saya. Saya terpaksa mengurusi anak saya karena pasangan saya tidak mau berhenti kerja. Saya terpaksa membiayai rumah tangga karena yang bekerja tidak pernah menyadari tugas dan tanggung jawabnya. Saya tidak berbicara dengan mertua karena memang tidak bisa diajak ngomong baik-baik. Saya mau pisah karena secara ekonomis lebih menguntungkan. Lagipula, buat apa punya istri yang tidak mau melayani suami resminya ?
Jika anda berpikir saya tidak melakukan apa-apa untuk memperbaiki hubungan rumah tangga, maka saya sudah capai menjawab pertanyaan ini. Berbicara empat mata, mencoba mencari penengah sudah saya lakukan. Baik dari pihak saya maupun pihak pasangan. Usaha apa lagi yang harus saya lakukan ? Seakan-akan nasib mengejar saya untuk diwujudkan. Bukan saya yang mencari masalah, saya terlalu lelah untuk menyelesaikan masalah.
Hidup ini sudah banyak masalah, jangan ditambahi lagi. Tapi pernikahan itu bukan cuma saya seorang, ada pihak lain yang belum tentu mau diajak bekerja sama. Lebih fatal lagi berubah menjadi penghambat.
karena kita mempunyai pilihan. "
Saya teringat malam hari di tahun 2001 itu ketika mendengar perkataan encek, “waah, kamu kawin 2 kali nyo.” Saya menetapkan dalam hati, ah...mana mungkin….Saya pasti kawin satu kali...pengalaman hidup saya, memiliki orang tua yang bercerai sudah cukup menjadi pelajaran penting untuk menciptakan keluarga yang bahagia.
Saya tertawa dalam hati….Jika Tuhan di pihak kita siapa lawan kita ? Apa yang dipersatukan Tuhan tidak boleh diceraikan manusia.
Itulah nasib saya, menikah dua kali. Tetapi saat ini saya masih memiliki pilihan. Menggenapi perkataan encek atau memilih mempertahankan pernikahan saya. Secara manusia tidak ada pilihan yang lebih baik. Mempertahankan pernikahan membuat saya tidak bahagia, mengorbankan kenikmatan sex yang sudah menjadi hak saya. Melakukan kewajiban saya sebagai pencari nafkah dengan mengorbankan keinginan pribadi saya.
Padahal secara logis, bercerai lebih menguntungkan secara ekonomis. Tetapi masa depan saya masih untung-untungan juga. Kalo dapat istri yang lebih baik, saya untung. Kalo dapat yang lebih jelek saya buntung. Siapa yang dapat menjamin masa depan saya. Tetapi cerai saat ini pasti mengakhiri penderitaan saya. Kedua pilihan sama-sama memiliki resiko. Yang satu resiko saat ini, satu lagi resiko masa depan. Yang satu enak sekarang, yang lainnya bisa enak di masa mendatang. Yang satu menyelesaikan masalah saat ini, yang lainnya masa mendatang. Namun hasilnya sama-sama tidak bisa diramalkan.
Sebagai pria normal yang menggunakan otak logisnya, memilih berpisah adalah pilihan yang lebih menguntungkan. Saat ini saya berada di persimpangan jalan kehidupan, seperti yang mungkin anda alami. Memilih membahagiakan diri sendiri atau menderita demi status keluarga dan anak.
KESABARAN ITU ADA BATASNYA
Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh juga. Bau yang busuk pasti akan tersebar juga, apa yang tersembunyi pada akhirnya akan terbuka juga. Sepandai-pandainya kita menyimpan wanita lain, suatu saat pasti ketahuan juga.
Memilih mempertahankan pernikahan demi anak bukan solusi. Bagaimana cara kita memenuhi kebutuhan seks ? Bagaimana cara kita mendapatkan pengakuan dari orang lain ? Darimana kita mengisi tangki cinta kita ? Bagaimana cara kita mengisi kebutuhan emosional ? Keinginan untuk mencintai dan dicintai ?
Kesabaran itu ada batasnya. Demikian pula dengan kebutuhan-kebutuhan yang tak terpenuhi. Pada akhirnya akan meledak juga. Kita sebenarnya menyimpan bom waktu dalam rumahtangga kita. Ini tidak baik. Dan anda pun tahu kalau hal ini tidak baik. Tetapi apa yang harus kita lakukan ? Semua cara sudah dicoba sampai-sampai kita putus asa.
Sampai-sampai kita malas mencoba. Pasrah dan biarlah apa yang harus terjadi,...terjadilah.
Sejujurnya, saya juga sama seperti anda yang sudah tidak tahu harus bagaimana dan seperti apa lagi. Sampai saat ini pun sama. Tetapi saya menemukan sesuatu yang tidak masuk akal. Sesuatu yang agak nyeleneh, yang hampir-hampir tidak pernah terlintas dalam pikiran saya.
Pertama, wanita menyukai pria yang alim atau yang nakal ? Suami yang alim cenderung membosankan, sedangkan yang nakal membuat hidup jadi lebih hidup. Tetapi itu hanya awalnya saja karena akhirnya suami yang nakal akan menyakitkan. Jangka pendeknya memang menyenangkan, tetapi jangka panjangnya…. Anda mau bahagia sesaat atau selamanya ?
Tetapi itulah wanita yang tidak mampu berpikir panjang. Keputusannya berdasarkan perasaannya. Apakah cara berpikir ini salah ? Tidak 100%, karena memang wanita diciptakan sedemikian rupa oleh Tuhan. Wanita memiliki indera keenam yang membuat para pria geleng-geleng kepala.
Sedangkan pria didisain untuk berpikir terfokus dan mampu melihat secara global atau menyeluruh. Pria pandai merencanakan, tetapi wanita lebih pandai melaksanakan. Karena itu Tuhan berfirman, “ Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apa pun juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku.”
Syaratnya hanya satu, menjadi satu daging. Syarat yang mudah diucapkan daripada dilaksanakan. Bayangkan, apapun yang kita minta akan terpenuhi ! Kekayaan, kehormatan, kekuasaan...surga dunia. Namun mereka yang sepakat meminta sesuatu yang jahat juga akan memperolehnya. Tuhan itu konsisten dengan perkataanNya, asalkan tumbalnya ada, maka doanya akan dikabulkan.
Kedua, suami yang terlalu mencintai istrinya cenderung menghasilkan pernikahan gagal. Suami yang takut kehilangan istrinya, suami yang terlalu mencintai anaknya, suami yang mengurusi pekerjaan rumah tangga seperti menyapu, mengepel, mencuci baju, menseterika, memasak dan pekerjaan-pekerjaan lainnya yang menjadi tanggungjawab istri tercinta.
Bukannya semua bantuan-bantuan ini baik ? Bukankah seharusnya para istri senang memiliki suami seperti ini ? Tetapi kenyataannya justru bertolak belakang. Dimana salahnya ? Saya tidak tahu pasti. Jawaban saya hanya perkiraan saja.
Wanita harus mengeluarkan minimal 13.000 kata dalam sehari. Jika tidak akan menyebabkan kemarahan, kegalauan dan kekosongan diri. Karena itu mereka selalu ngomel gak ada juntrungnya. Salah dikit radio nyala seharian. Sebagai suami yang bijaksana, kita harus menyadari ini bukan serangan terhadap pribadi kita, tetapi lebih sebagai “menghabiskan" kuota.
Istri yang semua pekerjaan rumah tangganya diselesaikan suaminya...tidak memilki sarana penyaluran kebutuhan yang rada-rada aneh ini. Karena itu dia merasa ada yang kurang dalam hidupnya. Mau ngomel ke siapa ? Apa sebabnya ? Semuanya sudah beres.
Saya teringat dan mempertanyakan relevansi pernyataan ini, “Hai isteri, tunduklah kepada suamimu seperti kepada Tuhan.”
Apa jaman sekarang ini, istri-istri ini tidak dapat diatur ? Atau para laki-laki yang tidak dapat mengatur ? Saya tidak bisa menjawab pertanyaan ini secara memuaskan. Sebagai suami, saya merasa sudah berusaha sekeras mungkin mengatur istri saya. Berbagai cara sudah saya coba. Dibilangi baik-baik, tidak dianggap. Dikasari malah sakit hati dan menyimpan dendam selama berbulan-bulan. Dibiar-biarkan tambah berani melawan. Harus pake cara apalagi ?
Yang saya tahu, karakter adalah kombinasi dari keturunan, keluarga dan pergaulan. Setiap kita memiliki sifat yang khas karena memang demikian, dari sononya begitu. Seperti anak saya yang pemalu, padahal bapaknya malu-maluin….hahaha. Kalau menata barang rapi sekali. Hampir tanpa suara. Tetapi daya ingatnya kuat dan pengamatannya tajam.
Karena saya sebagai orangtuanya memiliki karakter melankolis atau warna biru. Maka saya mendidiknya menurut apa yang saya anggap baik. Saya mendidik secara biru kepada anak yang berkepribadian putih. Karena itu, ketika dewasa nanti, dia memiliki sedikit karakter saya, namun karakter primernya tetap putih. Karakter primer tidak sama dengan karakter dominan. Tetapi pada umumnya karakter dominan seseorang adalah karakter primernya.
Saya mendefinisikan arti “dewasa" sebagai orang yang mampu memerankan semua karakter sesuai situasi dan kondisinya. Dia bisa menjadi sanguinis, kholerik, plegmatis dan melankolis jika dibutuhkan. Tetapi, karakter primernya tetap keliatan sekalipun dia memerankan karakter lainnya.
Saya bisa menebak karakter anak dari orangtuanya dan sebaliknya karakter orangtuanya dari si anak. Kita tahu anak laki-laki cenderung lebih dekat dengan ibunya dan anak perempuan dengan ayahnya. Dengan kata lain, amatilah papanya kalau anda mencari istri dan amatilah mamanya kalau anda mencari suami.
Kemudian, pahamilah konsep semakin keras kita membenci seseorang, semakin mirip jadinya kita dengan orang tersebut. Mengapa ? Karena kebencian membuat kita memikirkan orang tersebut sehingga merasuk kedalam pikiran sadar, bawah sadar dan pikiran tanpa sadar. Kita memiliki 3 tingkat pikiran, bukan 2 tingkat.
Pikiran bawah sadar mempengaruhi pikiran sadar, sedangkan pikiran bawah sadar juga dipengaruhi oleh pikiran tanpa sadar. Karena itulah, penyelesaian trauma masa kecil harus menembus pikiran tanpa sadar. Anda harus melepaskan pengampunan dari dalam hati, bukan dari mulut saja. Semakin parah traumanya, semakin dalam pula tingkat pikiran yang harus dibereskan.
Dari sinilah saya memperoleh pemahaman Mengapa Yesus harus mati di kayu salib. Membenci seseorang akan membuat keberadaan orang tersebut memasuki pikiran kita. jika Anda orang baik yang dibenci maka kebaikan-kebaikan yang Anda lakukan akan memasuki pikiran sadar, pikiran bawah sadar, dan pikiran tak sadar mereka. Semakin keras Mereka mencoba membuat anda marah semakin dalam pula kebaikan anda tertanam dalam pikiran mereka.
Saya baru bisa memahami pernyataan nyeleneh ini, “ Jika Anda berbuat baik tetapi diabaikan, tetaplah berbuat baik. Tetaplah berbuat baik walau dijahati…Teruslah berbuat baik maka anda akan dimanfaatkan. Teruslah berbuat baik maka anda akan diinjak-injak tetapi teruslah berbuat baik lagi sampai yang menjahati anda bosan.”
Kesabaran memang ada batasnya, demikian pula dengan kebencian. Orang baik bisa menjadi jahat dan sebaliknya orang jahat bisa menjadi baik. Ketika apa yang telah kita lakukan berhasil menembus pikiran tidak sadar mereka maka saat itulah perubahan terjadi.
SETETES HARAPAN DI TENGAH PERNIKAHAN YANG BERMASALAH
Pencobaan-pencobaan yang kamu alami itu pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah itu setida dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melebihi kekuatanmu. Ia akan memberikan jalan keluar dari masalahmu, sehingga kamu dapat menanggungnya.
Setelah saya memiliki iman dalam pekerjaan saya, maka saya menggumam….”Jadi, ujian iman apa lagi yang lebih besar dari ini ? “ Tetapi sebelumnya, saya mau sharing kepada anda tentang iman pekerjaan.
Saya memiliki keyakinan bahwa Tuhan akan memelihara saya, mencukupi kebutuhan saya dan memberkati pekerjaan saya. Sumber penghasilan saya bukan apa yang saya lakukan, peluang usaha apa yang bisa saya ambil dan seberapa besar modal yang saya miliki. Tetapi sumber penghasilan saya adalah Tuhan. Yang perlu saya lakukan adalah membuka pintu selebar-lebarnya. Saya membuka toko online, tetapi Tuhan yang mendatangkan pembelinya.
Anda pernah menjual barang secara online di internet ? Berapa kali laku ? Seberapa cepat perputarannya ? Darimana mereka tahu toko online anda ? Apakah semudah itu mendapatkan penghasilan dari internet ? Ada ribuan produk serupa yang dijual oleh penjual yang berbeda.
Ada yang untung banyak, ada yang untung sedikit, ada yang tidak untung sama sekali, bahkan ada yang berani menjual rugi. Silahkan buka tokopedia.com atau bukalapak.com. Maka anda akan melihat variasi harga untuk produk yang anda cari.
Siapa yang akan membeli produk saya ? Apa alasan mereka membeli dari saya ? Harganya justru lebih mahal, item produk yang saya jual sedikit. Persaingannya tajam sekali. Saya berkompetisi dengan supplier saya sendiri. Bagaimana saya bisa menang melawan mereka yang memiliki modal lebih besar, jaringan lebih luas dan sumber daya manusia yang lebih bermutu ? Jika bukan Tuhan yang mendatangkan pembeli, maka saya tidak akan bisa menang dalam bisnis ini.
Saya menutup mata dengan persaingan bisnis dan berdoa, “ Tuhan...ini yang bisa saya lakukan sekarang. Apa yang saya lakukan sudah saya lakukan. Saya tidak tahu lagi harus bagaimana. Engkau yang menaruh saya di bisnis ini, lakukan apa yang menjadi tugasMu. Bagianku sudah tak kerjakan. Bukankah kita satu tim ? Bukankah Engkau berkata jika Tuhan di pihak kita, siapakah lawan kita ? “
Jika anda sudah menjiwai “ Tuhan adalah sumber penghasilanku” maka anda sudah lulus sekolah iman pelajaran tentang pekerjaan. Anda tidak akan kuatir lagi dengan apa yang akan anda makan, anda minum, anda pakai lagi. Baik hari ini, besok maupun masa depan. Anda akan memiliki pemikiran “ Saya tidak perlu banyak toko, banyak jaringan dan banyak modal. Yang saya perlukan hanyalah satu sentuhan Tuhan. Satu orang yang berkuasa, satu orang yang menolong saya, satu order yang akan merubah keadaan saya, satu kesempatan saja, satu produk saja, satu usaha saja yang disertaiNya. “
Sekolah iman pekerjaan ini mudah sekali. Jadi saya sangat-sangat heran jika ada orang yang tidak bisa lulus mata pelajaran ini. Karena itulah saya sedikit latah menantang Tuhan untuk memberikan ujian iman yang lebih besar. Dan kelihatannya Dia mendengar doa nakal saya (tetapi sebenarnya pelajaran menuju jenjang yang lebih tinggi) dan memberikan saya ujian iman yang lebih berat.
Orang yang sukses dalam pekerjaannya, belum tentu sukses dalam rumah tangganya. Tetapi orang yang sukses dalam rumah tangganya, sudah pasti sukses dalam pekerjaannya karena masalah rumah tangga jauh lebih berat daripada masalah pekerjaan. Jika ada orang tidak sukses dalam pekerjaannya, sudah pasti rumah tangganya berantakan. Ini tolak ukur yang saya gunakan untuk menilai orang yang dekat dengan saya. Jika pekerjaannya sukses, maka omongannya akan saya dengarkan. Jika rumahtangganya sukses juga, maka kehidupannya akan saya teladani. Jika dia masih bertanya, “ kerja apa ya enaknya ?” Langsung tak buang ke laut. Bergaul dengan orang seperti ini itu membuang-buang waktu saja. Pasti masalah tok isinya.
Semua pernikahan pasti bermasalah. Tidak ada pernikahan yang tidak bermasalah. Saya menekankan hal ini dengan menulis sebanyak dua kali. Jadi, anda masih normal dan tidak ada yang salah dalam diri anda. Gebuk-gebukan, maki-makian, lempar-lemparan dan pulang ke rumah orang tua….itu wajar sekali dalam pernikahan. Perceraian juga hal yang wajar dalam dunia ini sekalipun Tuhan tidak menghendaki. Saya memiliki pemikiran yang masuk akal tetapi tidak bisa diterima oleh iman saya. Memang kontradiktif, tetapi itulah realita kehidupan.
Tuhan maha baik dan maha kuasa, maha pengampun dan maha penyayang. Tuhan mampu melakukan apa saja dan mau mengampuni siapa saja. Dosa besar dan dosa kecil...semuanya diampuni. Manusia baik, manusia jahat…semuanya disayangiNya. Tetapi mengapa ada surga dan neraka ? Bukankah sekali anak, selama-lamanya anak ? Ada mantan istri, tetapi tidak ada mantan anak. Bukankah Tuhan sendiri kontradiktif ? Tidak sanggupkah Dia melakukan sesuatu dengan surga dan neraka ? Mengapa tidak mungkin memasukkan semua orang ke surga ?
Dalam perjanjian lama, banyak sekali pembunuhan manusia yang diperintahkan Tuhan. Membunuh bangsa Amalek, bangsa Edom, bangsa Enak, bangsa Kanaa, dan banyak lagi....Dibunuh secara biadap, semua orang termasuk wanita dan anak-anak….jangan dibiarkan hidup seorangpun juga. Darah di mana-mana, pemusnahan ras. Yang saya pahami dari masa prasejarah ini adalah “Ada orang yang memang diciptakan untuk dibinasakan.”
Saya mengambil analogi ini dan menerapkan terhadap pernikahan. Ada pernikahan yang berhasil dan juga ada pernikahan yang akan berakhir dengan perceraian. Jika ada manusia yang diciptakan untuk dibinasakan, mengapa tidak mungkin ada pernikahan dengan perceraian ? Bagaimana anda menjelaskan pembimbing rohani anda yang kandas pernikahannya?
Saya tahu terlalu berani mengambil kesimpulan. Tetapi inilah eksistensi saya sebagai manusia biasa. Saya pun bisa memahami doa Yesus di taman getsemani yang berkata, “ Bapa, ambilah cawan ini dari padaku. Tetapi bukan kehendakku, melainkan kehendakMU.” Dia manusia biasa yang merasakan pahitnya kehidupan. Dia takut, kuatir, ragu dengan pilihan hidupNya. Jadi, haruskah saya malu dengan diri saya sendiri ? Haruskah saya takut dengan pernyataan saya sendiri ? Penghakiman adalah milik Tuhan. Benar dan salah ditentukan oleh Tuhan, bukan oleh anda dan saya. Lagipula saya meng-amin-i kekuasaan Tuhan, jika salah jalan, maka Dia akan mengembalikan ke jalan yang benar. Baik melalui cara yang natural ataupun supranatural.
Pertanyaannya sekarang, apakah pernikahan anda bermasalah ? Apakah anda sudah mencoba berbagai macam cara untuk memperbaiknya dan hasilnya tidak ada ? Apakah saat ini anda putus asa, berhenti mencoba memperbaiki dan pasrah dengan hasil akhirnya ? Apakah anda berpikir bahwa pernikahan anda memang ditakdirkan untuk berakhir dengan perceraian ? Apakah tidak ada lagi harapan untuk mempertahankan pernikahan ini ?
Saya tidak bisa menjawab pertanyaan ini. Saya pun tidak tahu dengan akhir pernikahan saya, apakah tetap mempertahankan atau mencari istri baru ? Yang saya tahu, keputusannya di tangan saya. Saya memiliki pilihan yang sama-sama tidak menyenangkan. Apakah saya harus mengorbankan kebahagiaan saya demi anak atau mengorbankan anak demi kebahagiaan saya ? Mengapa, Engkau...Ya Tuhan...membiarkan aku berada dalam posisi ini ? Mengapa Engkau tidak memberikan jodoh yang sepadan ? Mengapa...mengapa...mengapa...mengapa ???
Ya, saya tahu, Tuhan memang memiliki rencana atas hidup saya, yang katanya rencana yang damai sejahtera, bukan rancangan kecelakaan, yang memberikan masa depan yang penuh harapan. Dimanakah damai sejahteranya ? Galau ngene….Gak selesai-selesai lagi. Di manakah masa depan yang penuh harapan ? Harapanku cuman kawin lagi...tapi itu pun harus mikir dua kali karena ada anak. Kalau tidak ada anak sudah pasti tak tinggal kawin lagi. Dimanakah Tuhan, saat aku membutuhkan ? Kemana saja Dia ? Selalu terlambat memperingatkan. Apa gunanya berdoa ? Apa gunanya iman ? Apa gunanya menjaga kekudusan dan berjalan di jalan kebenaran ?
Saya salah karena dulu waktu pacaran tidak “mencoba” dulu. Tetapi saya juga bingung dengan masalah coba mencoba ini. Agama melarang seks sebelum nikah, tapi kalo gak dicoba dulu berarti kita membeli kucing dalam karung. Tetapi, pernikahan adalah ikatan seumur hidup, salah pilih, penyesalannya seumur hidup. Jadi yang benar itu dicoba dulu atau tidak ? Karena saya memilih “jalan kebenaran” maka saya menyesal. Mungkin anda yang memilih mencoba dulu juga menyesal karena tidak berjalan dalam jalan kebenaran. Atau bisa saja anda malah bersyukur karena dulu sudah kasih DP duluan. Saya tidak tahu mana yang lebih benar dan mana yang salah.
Saya sendiri bingung dengan salah satu ayat kitab suci yang tidak terjadi dalam hidup saya. Kira-kira begini bunyinya, “ Engkau (wanita) akan berahi kepada suamimu dan akan berkuasa atasmu. “ Sampai - sampai saya membuat lelucon...apakah foreplay itu ? Foreplay adalah sesuatu yang kita lakukan pada waktu pacaran dan tidak dilakukan setelah menikah.
Tetapi, anehnya, masalah berahi ini justru terjadi pada perselingkuhan. Saya memiliki beberapa orang teman yang men-screenshot chattingnya dengan beberapa wanita. Gile bok….ada yang minta-minta terus menerus. Ada yang keluar 3 kali, ada yang memaksa untuk dipuaskan dengan segera. Yang juga aneh, dia berpisah dengan istrinya karena masalah yang sama. Mungkin benar juga joke saya...foreplay itu sama selingkuhan, kalo menikah langung main... cepetan ! Ojo suwe-suwe !
Sekarang, kalau saya memberi saran kepada mereka yang masih pacaran, cepat-cepatlah menikah, maksimal pacaran 2 tahun terus langsung kawin. Kalau terlalu lama pacaran, api cintanya sudah tidak ada lagi. Sudah seperti saudara sendiri. Nafsu seks-nya sudah hampir tidak ada.
Seks itu nikmat dan menyenangkan karena ada baper-nya. Ketika rasa cinta sudah menghilang...seks itu seperti bekerja, suatu kewajiban bukan kenikmatan. Walaupun tidak ada jaminan tetap HOT sampai maut memisahkan, paling tidak kita sudah memulai pernikahan ini dengan awal yang baik.
Saya tidak melihat bibit, bebet, bobotnya pasangan saya. Saya tidak melihat siapa orang tuanya, apa yang mereka lakukan dan bagaimana keadaan mereka saat ini. Waktu itu pemikiran saya adalah menikahi anaknya, bukan orang tuanya. Jadi buat apa kenal orangtuanya. Saya salah karena menikahi anaknya berarti “menikahi” orangtuanya juga.
Bagaimanapun juga anak adalah anak dan sampai selama-lamanya berhubungan dengan orangtuanya. Kalau kita bertengkar, orangtualah yang pertama kali kita mintai pendapatnya. Kalau kita lari, maka tujuan pertama adalah rumah orangtua kita. Dan prinsip orang tua adalah sesalah-salahnya anaknya, yang lebih salah adalah menantunya. Kebenaran pada akhirnya kalah dari hubungan darah. Masalahnya akan bertambah rumit jika kehidupan orangtuanya tergantung pada anak mereka. Kalau tidak dibela, tidak ada uang bulanan.
Penyebab kedua, jelas dari pihak pasangan saya. Kita berdua sama-sama salah, tetapi yang lebih salah itu pasangan saya. Mengapa ? Karena pada dasarnya semua manusia itu egois dan mau menang sendiri. Kalo sama-sama salah, maka dia lebih salah. Kalau sama-sama benar, maka jelas saya yang lebih benar. Dan hal inipun berlaku dalam diri pasangan kita semua.
Dia merasa dia lebih benar dari anda. Dan sekalipun dia salah, kesalahan anda lebih besar daripada kesalahannya. Jika tidak ada yang mengalah, maka pernikahan ini akan buyar ! Apakah ini keinginan kita berdua ? Kawin cerai lalu kawin lagi ? Tetapi kalau saya yang harus selalu mengalah….maka saya menyimpan dendam kesumat yang nanti akan saya balaskan ! Tidak apa-apa saya kalah sekarang, tapi lihat saja nanti. Pembalasanku lebih kejam daripada perlakukanmu.
Disakiti oleh orang yang kita cintai, rasa sakitnya dua kali lebih sakit. Disakiti orang yang kita percayai, rasa sakitnya dua kali lipat. Dalam pernikahan, kita menyakiti orang yang kita cintai sekaligus kita percayai. Karena itu rasa sakitnya berkali-kali lebih sakit daripada siapapun juga. Dan kesakitan ini harus dibereskan dulu sebelum rekonsiliasi. Nasihat pada umumnya adalah, maafkan dia….Tuhan sudah mengampuni dosa kita, ampunilah dia. Sekarang dia sudah bertobat dan berubah. Lupakan yang telah lalu, mari kita menatap masa depan. Masalah kita sudah selesai, jangan cari masalah lagi dengan menyimpan dendam. Kebencian tidak menyelesaikan masalah. Ampunilah dia...maka hidupmu akan lebih baik. Dan bla...bla….bla….
... oh ya ? "
Kalau nasihat saya, balaskanlah dendam-mu. Biarkan dia merasakan yang kamu rasakan. Saya yakin anda akan merasa kelegaan dan siap menerima dia kembali. Biar dia tahu berhadapan dengan siapa ! Biar dia tahu kalau kita juga bisa bermain cantik maupun bermain kasar. Setelah itu lupakan yang telah lalu, bersikaplah dewasa dan mulai menata kembali masa depan kita bersama. Anda tahu rasanya disakiti, balas dendam dan berhenti. Jangan pernah mengungkit-ungkit lagi.
Jadi, kambing hitamnya adalah saya atau pasangan saya. Kalau bukan saya, berarti pasangan saya.
Kalau bukan pasangan saya, berarti saya penyebabnya. Darimana saya tahu siapa yang “sebenarnya” bersalah ? Mudah, jika anda tidak merasa bersalah, maka kemungkinan besar, andalah sumber permasalahannya.
Ketika saya merenungkan si kambing hitam ini, saya menemukan suatu paradoks. Kita bisa menjadi seperti sekarang ini karena pengaruh keluarga dan lingkungan. Saya merasa benar karena itulah yang diajarkan oleh kedua orang tua saya. Sekarang ini saya juga menjadi orang tua, apa yang akan saya ajarkan kepada anak saya akan mempengaruhi masa depannya, pasangannya dan perkawinannya. Kegagalan maupun keberhasilan anak saya menjadi tanggungjawab saya.
Ketika memilih mencari kebahagiaan saya sendiri, berarti saya mengorbankan kebahagiaan anak saya, calon istrinya dan calon mertuanya. Kebahagiaan saya berarti penderitaan orang lain. Salah mendidik sekarang ini akan berdampak pada tiga generasi berikutnya. Ternyata...Tuhan memiliki tujuan jangka panjang !
Share this content