Kenapa Penjualan Di Shopee Menurun Drastis ?
Jawaban singkatnya, karena shopee sudah jarang promo. Jarang kasih kupon diskon dan gratis ongkos kirimnya tambah sedikit. Alasan lainnya karena pembeli sudah tidak punya uang lebih buat foya-foya lagi…krisis ekonomi ! Harga beras udah naik 50% dari tahun 2023 ke tahun 2024. Gula juga naik, bensin naik, semuanya harga bahan pokok naik….kecuali gaji pegawai. Bukan cuman penjualan di Shopee aja yang menurun, penjualan di Tokopedia juga menurun. Demikian pula Lazada, Blibli dan toko online lainnya. Dan yang paling penting, tanda-tanda berakhirnya era penjualan barang online sudah kelihatan. Seperti kejadian dot com crash tahun 2000 di Amerika sana. Hanya saja kali ini terjadi di Indonesia.
Bukti Penjualan Tokopedia Menurun Drastis
Berdasarkan data mana saya bisa menyimpulkan penjualan tokopedia juga merosot ? Tentu saja dari laporan keuangannya. Tokopedia kan perusahaan publik yang laporan keuangannya, laporan laba-rugi, neraca dan laporan arus kas bisa dilihat online. Data ini bisa kita lihat di website induk perusahaannya. Yaitu www.GotoCompany.com.
Pendapatan Tokopedia tahun 2022 adalah 8,1 Triliun. Pada tahun 2023 adalah 8,9 Triliun. Per Juli 2024 pendapatannya 4,4 Triliun. Jika diproyeksikan, akhir tahun 2024 nanti menjadi 8,8 Triliun, atau bisa 9 T lebih sedikit.
Pertanyaannya, apakah promonya bisa sama dengan tahun-tahun sebelumnya ? Apakah keadaannya sama seperti tahun sebelum-sebelumnya ? Tidak. Per September 2024 ini, Tokopedia menaikan biaya layanan kepada penjual. Naik 2-3%. Sedikit atau banyak ? Secara nominal, atau dilihat dari angkanya termasuk kecil. Tapi tahu kan alasan orang beli online ? Karena harganya murah.
Apakah naik 1% itu membuat harga barang menjadi mahal ? Bagi sebagian besar orang jawabannya adalah tidak. Tapi bagi penjual, kenaikan 1-2% itu berat. Karena marin mereka sudah setipis tempe. Toko online yang laris, itu marginnya 5-7%. Mari kita lihat perhitungannya:
- Modal barang = Rp 10.000
- Biaya admin Tokopedia = 8%
- Biaya gratis ongkir = 4%
- Keuntungan penjual = 7%
- Total margin = 19% (8+4+7)
- Harga jual barang = Rp 11.900
- Keuntungan penjual = Rp 472 (bukan Rp 700)
Bagi saya, jualan melalui platform e-commerce itu gak enak karena:
- Tingkat persaingannya tinggi
- Untungnya dibatasi, semakin lama semakin kecil
- Yang di-ingat pembeli itu harga, bukan nama toko yang kita besarkan
- Tidak adil bagi penjual, terlalu memanjakan pembeli
Coba…apa anda ingat nama toko tempat anda membeli barang ? Apa pertimbangan anda memilih barang ? Harga ? Review ? Kualitas ? Berapa kali anda beli di toko yang sama ? Bukankah selalu ada toko sebelah yang menjual dengan harga miring ?
Mana yang penting bagi pengelolah ? Pembeli atau penjual ? Bukankah pembeli adalah raja ? Mana ada penjual adalah raja ? Pembeli mendatangkan uang. Apakah penjual mendatangkan uang ? Jika jawabannya sama-sama iya, pertanyaan selanjutnya, penghasilan mana yang lebih besar ? Si pembeli atau penjual ?
Kalau e-commerce mengutamakan penjual, maka gak ada sistem COD. Kalau e-commerce mengutamakan penjual, maka gak ada retur karena alasan apapun. Shopee paling kejam kalau masalah ini. Telat kirim, penalti ! Barang kosong, penalti ! Biaya admin naik….gak suka jangan jualan di Shopee. Ada komplain….menangkan pembeli ! Curiga fraud….banned !
COD itu sistem yang akan mati sendiri. Mana ada aturan barang belum lunas dikirim ? Mana pembelinya gak kenal ! Mana ada aturan ongkos kirim ditanggung penjual ? Yang butuh siapa ? Mana ada aturan….gak jadi beli boleh dikembalikan. Tapi anehnya…..seller di Shopee itu kayak kerbau dicocok hidungnya. Manut-manut wae !
Toko kelontong di pinggir rumah saya pun gak mau kirim barang bayar tujuan kalau gak kenal. Gak pernah juga bawa barang dengan kasih DP. Bayar Lunas, barang boleh dibawa. Kasih DP boleh, tapi barang ditinggal, nanti dikirim. Waktu serah terima harus dilunasi.
Kenapa sih Shopee dan Tokopedia maksa COD ? Karena….sini tak bisiki… mereka kekurangan uang…. Gali lubang tutup lubang ! Besar pasak daripada tiang. Biaya operasional mereka lebih besar daripada pendapatannya. Mereka tuh kerja bakti. Kerja soro-soro, pakaian keren, ganteng klimis-klimis tapi rugi ! Semakin rame, semakin besar omzetnya, semakin besar pula kerugiannya. Kalau gak promo, omzet terjun bebas. Gak ada omzet, gak ada uang buat bayar pegawai dan bayar biaya server yang pakai kurs dollar.
Manajemennya berpikir…siapa nih yang bisa kita ajak bangkrut bareng ? Tentu saja korban pertama adalah perusahaan transportasi.
“Bang, mau gak tak kasih prioritas utama pengiriman barang di marketplace kita ? Tak jamin omzetmu langsung naik puluhan kali lipat. “ kata si William
Antar aja : “ Oh ya….terima kasih…terima kasih….mau dong !”
William : “ Tapi, skemanya gini bang. Ongkos kirimnya lu bagi dua sama seller ya ! Si Seller bayar 4%, sisanya lu subsidi. “
Antar aja: “ Gak salah William ? Kenapa gak dibayar pembeli aja ?”
William: “ Promo laaa bang, ntar kalo merekmu udah terkenal gak usah subsidi lagi. “
Antar aja: “ Ok….gue coba dulu ya. Elo mau join gak ? Kita patungan perusahaan baru aja.”
William: “ Siap !”
Dan meningkatlah omzet kurir Antar Aja ini :
- 2019 = 83 Milyar (Rugi 98 Milyar)
- 2020 = 794 Milyar (Rugi 107 Milyar)
- 2021 = 2,7 Triliun (Untung 4 Milyar)
- 2022 = 3,15 Triliun (Rugi 243 MIlyar)
- 2023 = 1,43 Triliun (Rugi 178 Milyar)
Juga kerugian si Antar Aja !
Oh iya….kerugian itu belum termasuk hutang bank, biaya sewa tempat, sewa gudang, bunga bank dan emboh…apa lagi barang modal yang sudah mereka beli.
Siapa korban keduanya si Tokopedia dan Shopee ini ? Tentu saja para seller yang membayangkan cuan jualan barang di kedua toko unicorn ini. Untung setipis kertas, dan saya pun yakin mereka menggunakan hutang bank untuk membiayai operasional mereka. Untuk mempercepat pertumbuhan tokonya, tidak lupa menggunakan iklan yang katanya bisa meningkatkan penjualan beratus-ratus kali lipat. Dan yang dipajang….tentu saja yang bagus-bagus seperti kenaikan jumlah pengunjung, kenaikan produk terjual.
Tentu saja barang yang terjual itu yang murah-murah…yang untungnya tipis. Balik modal kah ? Kalo balik modal pasti diem. Gak cerewet di grup Facebook ! Orang sibuk gak sempat pamer di IG atau Tiktok. Sibuk ngepak barang ! Atau juga sebaliknya, orang yang sepi order main-main di sosmed….berkoar-koar untung gede ! Order melimpah ! Ngapain flexing ? Tentu saja karena sepi !
Pembeli gak mungkin dijadikan tumbal. Gak mungkin mau….aku punya uang kok….ngapain beli di toko yang mahal. Cari aja toko sebelah, siapa tau ada promo ? Siapa tau ada flash sale ? Siapa tahu ada toko yang lagi obral karena mau tutup. Kalo gak ada gimana ? Ya gak usah beli…kan bukan barang kebutuhan pokok. Masih bisa ditunda.
Mari kita lihat pendapatan semester 1 Tokopedia tahun 2023 dan 2024
- 2023 = 4,4 Triliun
- 2024 = 2,1 Triliun
Susut berapa persen saudara-saudara ? Pas 50%. Artinya, kalau omzet anda tahun lalu 100 juta, sekarang ini tinggal 50 juta.
Kenapa ? Yang pasti karena daya beli masyarakat menurun. Uang mereka habis karena kenaikan harga sembako. Gak ada duit sisa buat beli barang gak berguna yang banyak dijual di sana. Yang pasti antara gambar dengan aslinya beda jauh. Masyarakat tambah pinter, wes tau sisi gelap marketplace. Murah = kecewa, mahal belum tentu bagus. Lumayan sih masih mungkin. Tapi kan gambling jadinya ….
Tanda - Tanda Berakhirnya Era Penjualan Online ?
Gak ada usaha yang sanggup rugi terus. Si Tokopedia dan Shopee tuh udah 10 tahun rugi terus menerus. Kapan untungnya ? Perusahaan tambah maju, ruginya tambah gede. Siapa yang sanggup bandani terus-terusan ? Investor ?
Investor adalah manusia yang dananya terbatas. Kalo terus-menerus minta uang….lama-lama kan mangkel terus marah ! Strategi IPO Tokopedia itu bukan untuk mengembangkan usaha. Tapi untuk Exit ! Mana ada orang tua yang mau menjual anak yang susah-payah dibesarkannya ? Sejelek-jeleknya anak…mereka tetap anak kita. Bukankah begitu om William ?
Tapi, karena begitu parahnya keadaan Tokopedia, maka sudah saatnya melepaskan mereka. Biarkan mereka mencari jalannya sendiri…antara terbang tinggi ke angkasa atau nyungsep menyeret teman-temannya.
Atau….biarkan anak itu dinikahi orang kaya yang akan menebus mereka. Mengangkat mereka dari lumpur untuk dijadikan putri orang kaya. Tentu saja, semua kebiasaan foya-foya yang buruk itu harus dibuang. Gak ada lagi IMF yang menghutangi. Gak boleh rugi lagi ! Tokopedia atau Shopee harus untung !
Perubahan karakter membutuhkan waktu dan perjuangan. Tentu saja harus ada yang dikorbankan. Jadi…siapa yang akan kita korbankan ? Penjual atau pembeli ? Dua-duanya ! Pembeli yang mau pake fasilitas kita harus bayar. Penjual yang mau jualan barang juga harus dipajaki.
Maka keluarlah biaya layanan Rp 1.000 untuk setiap transaksi beli. Maka naiklah biaya layanan penjual dari 4 - 6,5 % menjadi 4-10 % per September 2024. Maka berubahlah skema gratis ongkos kirim 4% dari total barang menjadi per-item barang.
Tentu saja trend akan berubah, dimana ada cuan... kesanalah seller pergi . "
Sanggupkah penjual diplokoto marketplace ? Mereka yang menanggung kenaikan harganya atau dibebankan ke pembeli ? Tentu saja tergantung keuangan masing-masing penjual. Mereka yang modalnya kuat langsung melempar kenaikan ini ke pembeli. Mereka yang modalnya pake hutang mikir dua kali. Kalo sepi gimana ? Bunga bank kan jalan terus. Bank kan gak mau tau ! Utang harus bayar….telat denda ! Mangkir…sita ! Lelang ! Panggil Debt Collector !
Memang segala sesuatu yang cepat itu juga cepat juga. Cepat sukses = cepat bangkrut ! Cepat naik = cepat turun ! Ini sudah hukum alam. Tapi….biasanya ada buntutnya. Senang cuma beberapa tahun….penderitannya berpuluh-puluh tahun. Utang 100 juta bisa berkembang jadi 200 juta….tanpa pernah kita sadari.
Apa yang terjadi ketika marketplace kekurangan penjual ? Rasanya kok gak mungkin ya ? Karena selalu ada orang baru yang merasa memiliki ide baru, melihat peluang baru dan diiming-iming nikmatnya jualan online tanpa modal. Padahal apa yang sesungguhnya baru buat mereka itu ide basi !
Bisnis online tidak akan mati. Yang akan mati itu seller-sellernya. Mereka yang untungnya terlalu tipis, mereka yang menjual barang tidak berkualitas, mereka yang tega menjual barang rusak. Sementara seller yang jujur, yang mengutamakan kualitas, seller yang mengambil untung wajar yang akan bertahan. Bisnis itu kan ada hitung-hitungannya. Modal berapa, untung berapa, biaya operasional berapa, resikonya berapa ?
Di lain pihak, ini adalah kesempatan bagi toko offline yang selama ini tertekan. Kenapa ? Karena harga jual mereka gak pernah bisa lebih murah dari toko online. Pemilik bisnis yang punya toko fisik harus bayar pajak ke pemerintah. Minimal harga mereka lebih mahal 11% karena PPN.
Anggap saja harga modalnya Rp 100.000. Dan ambil keuntungan 5%
- Toko fisik harus jual +11% dan +5% = Rp 117.000
- Toko online + 5% = Rp 105.000
Bayangkan….selisih Rp 12.000. Apa gak ngomel tuh pembeli….berkoar-kora toko A, toko B untungnya kebanyakan ! Menggorok pembeli ! Apalagi generasi sekarang yang banyak bacotnya…dikit-dikit kasih bintang 1 review jelek…sungguh gak punya otak ! Udah gitu mitnanya cepat pula.
Tetapi, karena sekarang e-commerce menaikkan biaya layanan, maka harga jual toko online harus dinaikkan juga:
- Biaya admin = 5-10 %
- Biaya gratis ongkir = 4%
- Total biaya = 9 - 14%
- Margin keuntungan = 5%
- Harga jual onine = Rp 114.000 - Rp 119.000
Tuh kan ! Selisihnya tidak signifikan. Bisa jadi harga online lebih mahal daripada harga jual toko. Sayangnya informasi ini butuh waktu untuk dicerna para pelaku pasar. Apalagi generasi sekarang yang dibesarkan dalam pelukan HP dan smart TV. Mereka hanya tau dunia maya. Mereka dibesarkan dengan konsep harga online lebih murah daripada beli di toko. Mereka dibesarkan dengan promo yang sebenarnya merugikan penjual dan investor. Mereka hidup dengan subsidi yang luar biasa besar.
Kedepannya, saya melihat online itu hanya untuk kenyamanan. Bisa jadi harganya sama dengan harga toko. Tapi karena gak sempat beli atau gak punya waktu atau gak mau repot, mereka memilih beli barang online. Jangan salah tangkap, tokopedia dan shopee masih ada dan akan tetap ada. Hanya saja gaya belanjanya saja yang berbeda. Tidak booming seperti sekarang ini. Pasarnya mengecil sesuai dengan peruntukannya.
Hidup kan demikian. Begitu ada hal yang baru. Orang berbondong-bondong pergi ke sana. Setelah tahu, mengalami, menikmati baik dan buruknya mereka akan lupa. Yang cocok dengan fenomena ini akan bertahan dan berkembang. Yang gak suka dengan fenomena ini akan pergi dan mencari sesuatu yang baru lagi. Tapi yang namanya usaha itu bukan suka-sukaan. Tapi komitmen dan perjuangan. Ada masalah diselesaikan, bukan ditinggalkan atau buang ganti baru. Kalau setiap beberapa tahun restart….lama-lama kita bertambah tua. Tenaga berkurang, kebutuhan tambah banyak dan… gimana akhirnya ?
Share this content