Mengapa Harga Saham Turun meskipun Fundamental BAik ?
Pasti saham Unilever yang muncul di otak anda. Perusahaan masih untung, produknya masih dipakai umat manusia di dunia dan BLA BLA BLA tergantung cocot?e analis saham yang ingin anda dengarkan dan percayai. Tapi harga sahamnya turun dari Rp 11.000 menjadi Rp 2.300. Why?.why?why ? Bagaimana cara berpikir makhluk hidup di dunia saham ini ? Apalagi ada perusahaan jelek tapi harga sahamnya naik gak karu-karuan. Benarkah kata om Lo Kheng Hong yang bilang kalau harga saham akan mengikuti fundamental perusahaan. Kenapa realitanya berbeda ? Ilmu apa yang akan saya dapatkan setelah membaca tulisan ini ?
Naik Turun Saham Unilever Indonesia
Setiap hari, harga saham naik dan turun, tergantung dari perspektif yang kita gunakan. Sebagai trader, naik 5% dalam waktu 1 bulan itu termasuk banyak. Dari sudut pandang investor, kenaikan 5% itu kecil. Kalau anda trading, profit wajar antara 5% - 10%. Profit 15-30% itu bonus, jarang terjadi. Dan jangka waktu tradingnya yang wajar adalah seminggu sampai sebulan. Kalau hari ini beli, besok terbang dihitung sebagai bonus dan keberuntungan.
Artikel ini menggunakan sudut pandang investor sebagai dasar analisanya. Artinya jangka waktu investasi diatas 1 tahun dengan kenaikan diatas 30%, paling minim 100%. Grafik yang digunakan Monthly dan untuk entry menggunakan time frame Weekly. Atau singkatnya, trend jangka panjang.
Trend Unilever ini naik terus dari tahun 2006 - 2020. Mencapai puncaknya pada awal Januari 2018. Sideways selama 2 tahun dan akhirnya patah trend pada Maret 2020 bertepatan dengan dimulainya COVID. Pertanyaannya, apa yang membuat harga saham Unilever ini naik terus ? Fundamental perusahaan yang baik, berkembang dan cuan. Pertanyaan berikutnya?tau dari mana ? Laporan keuangan ?
Dalam laporan keuangan, ada 3 bagian:
- Neraca keuangan
- Laporan Laba Rugi
- Laporan Arus Kas
Pada waktu melihat laporan keuangan, maka saya bingung. Omzet naik, harga saham juga naik. Omzet turun, harga saham juga naik. Omzet turun, harga saham turun. Sekarang omzet naik, harga saham tetap turun. Jadi, apakah bisa diambil kesimpulan bahwa omzet gak ada hubungannya dengan harga saham ?
Demikian juga dengan melihat laporan laba rugi. Coba?kurang apa Unilever ini ? Perusahaannya tetap untung sampai hari ini. Hutangnya sedikit dan liquid. Hutangnya dipakai buat kulakan dan barangnya laku semua. Otomatis resikonya hampir tidak ada. Unilever perusahaan sehat, tapi kenapa sahamnya turun sampai 79% ? Jadi, harus liat laporan keuangan bagian mana ?
Kali ini saya mencoba untuk melihat dari sejarah perusahaan yang terdapat di laporan tahunan. Isinya tentang prestasi perusahaan dari tahun ke tahun. Apa yang manajemen lakukan pada tahun ini ? Contohnya pada tahun 2013 Unilever melakukan project Sunlight.
Promosi besar-besaran untuk menguasai pasar sabun cuci piring cair. Dan program tersebut berhasil sehingga segmen ini dikuasai oleh Unilever. Atau pada tahun 2014, Unilever melakukan program Betobe Lifebuoy. Melakukan promosi besar-besaran untuk segmen sabun kesehatan Lifebouy. Program ini berhasil sehingga merk Lifebouy ini pemimpin di segmen sabun kesehatan keluarga.
Memang harga sahamnya tidak langsung terbang, tapi trend harga sahamnya terus naik. Dunia saham ini memang seperti ini, harganya naik dan turun setiap hari karena pelaku pasarnya berbeda-beda.
- Ada Investor yang beli dan tinggal
- Ada trader yang jual beli dalam waktu singkat
- Ada trader-investor yang jangka waktunya menengah
Kenapa pada waktu harga saham naik terus turun lagi karena disebabkan oleh trader yang memang bertujuan untuk profit taking. Ada yang targetnya 5%, 10% dan 20%. Tentu saja penurunannya tidak banyak karena jumlah trader ini tidak banyak.
Jumlah orang dengan jumlah uang itu berbeda. Trader jumlahnya banyak tapi uangnya sedikit. Sedangkan investor jumlahnya tidak banyak tapi uangnya yang banyak. Kalau investor menjual saham, maka harganya akan turun drastis. Demikian pula ketika mereka membeli, harganya akan langsung naik banyak. Trader hanya beli jutaan rupiah, sementara investor milyaran rupiah.
100 trader yang masing-masing beli 1 juta, totalnya cuman 100 juta. Sementara 1 investor langsung beli 1 milyar. Apa gak langsung ARA ? Apakah ada banyak investor di pasar saham indonesia ini ? Banyak, tapi mereka hanya mau beli kalau harganya sesuai. Pada waktu beli, mereka gak liat candlestick, juga gak liat MACD, Moving Average dan indikator lainnya. Pokoke langsung beli.
Justru saham yang harganya naik terus turun inilah yang baik dan sehat. Itu salah satu tanda bahwa ada likuiditas di saham ini. Ada investor retail yang aktif di sini. Institusi suka masuk di saham yang seperti ini. Kalau ada institusi, maka harga saham bisa terbang. Semakin banyak retail semakin susah dimainkan harganya karena butuh dana yang besar pula. Kenaikan harga yang tinggi hanya dimungkinkan apabila semua investor besar masuk berjamaah atau sebaliknya penurunan harga yang tajam hanya akan terjadi kalau semua big money keluar bersamaan.
Mari kita kembali pada Unilever?.
Apakah manajemen membuat program baru setelah tahun 2015 ? Apakah progam tersebut berhasil ? Tidak ada ! Malahan tahun 2018 Unilever menjual salah satu divisinya, yaitu divisi selai atau Spread. Pas tahun itu lah puncak harga sahamnya. Pas di Rp 11.000an.
Sebelum tahun 2015, Unilever adalah penyerang. Setelah tahun 2015 berubah menjadi pemain bertahan. Mereka tidak melakukan terobosan baru, tidak melakukan akuisisi, tidak membuat kategori produk baru. Mereka hanya monetisasi yang sudah ada. Akibatnya, tidak ada penambahan omzet baru. Memang pendapatannya naik, memang untungnya naik. Tapi naik karena menyesuaikan inflasi.
Kalau tahun lalu harga Pepsodent Rp 10.000, tahun ini harganya jadi Rp 11.000. Labanya naik 10%. Demikian pula dengan biaya bahan baku, gaji pegawai dan biaya-biaya lainnya yang juga naik 10%. Arti sebenarnya tidak ada kenaikan pendapatan atau kenaikan keuntungan. Impas tok !
Coba cek :
- 2016 ? Membangun kantor baru
- 2017 ? Memperingati 35 tahun IPO ?>> Pesta pora
- 2018 ? Divestasi --->> Why ?
- 2019 ? Stock Split -->> Oh no...
- 2020 ? Kampanye Covid
- 2021 ? Donasi Freezer ?->> Sumbangan
- 2022 ? Seminar
- 2023 ? Program Renovasi Masjid ?->> Sumbangan
Mungkin inilah alasan penggantian CEO Unilever pada Desember 2023, dari bu Ira ke Pak Benjie. Laah? ngapain ae 7 tahun ini ? Kok gak menciptakan sesuatu yang baru ? Padahal sumber dayanya tak terbatas. Pantas saja pasar membuang Unilever?.meskipun fundamentalnya baik. Meskipun pendapatannya meningkat dan labanya tetap gede.
Pendeknya?saya pesimis harga saham Unilever bisa kembali ke Rp 11.000. Kalaupun naik, itu hanya karena analisa teknikal saja. Dan karena Devidennya yang lebih tinggi dari bunga bank atau return Reksa Dana.
Harga saham Unilever pada Agustus 2024 ini Rp 2.350 sudah ideal untuk dimasuki Investor karena Dividend Yield-nya 5,9%. Kalau mau nawar, bisa tunggu di harga Rp 1.940?. Itu best price !! Merem tok pencet Buy !
Saham ASSA, si Antar Aja yang Naik Turun Dahsyat
Apakah ini yang dinamakan Ketiban Durian Runtuh ? Launching Antar Aja pas dengan kedatangan Covid-19 di Indonesia. Dimana semua aktivitas manusia dibatasi sehingga harus belanja online yang membutuhkan kurir. Pendapatan ASSA meningkat 2 kali lipat, dari 2 Triliun menjadi 6 Triliun dalam waktu 2 tahun. Sebuah prestasi yang luar biasa untuk perusahaan baru. Ketiban durian runtuh itu artinya rejeki nomplok campur benjut !
Tinggal dibuka saja isinya? durian montong atau durian kosong !
Harga sahamnya meningkat 7 kali lipat, dari 500 ke 3.800. Para investor pesta pora sementara tidak sedikit retail yang beli di pucuk.
Apakah ini saham gorengan ? Apakah kita dijebak bandar ? Jawabannya iya dan tidak. Kalau gak ada bandar, maka harga saham gak akan naik. Yang bisa menaikan harga saham itu uang?.uang yang besar ! Dan syarat berikutnya adalah retail, seperti anda dan saya yang terpancing untuk membeli saham yang lagi terbang. Sekuat-kuatnya bandar, dana mereka terbatas. Mereka membutuhkan investor bodoh yang mau menyumbangkan uang mereka untuk menaikkan harga saham lebih tinggi lagi.
Ketika retail masuk, bandar jualan !
Tentu saja bandar juga manusia?. Mereka juga bisa terjebak permainan mereka sendiri. Ada bandar kecil, ada bandar besar dan juga ada bandar super besar. Bandar kecil dimakan bandar besar, bandar besar dimakan bandar super besar. Dan yang pasti?. Retail adalah makanan ketiga jenis bandar tersebut.
Bedanya, bandar tahu kapan harus keluar. Sedangkan retail hidup dalam dunia mimpi. Penurunan harga saham yang tajam berarti semua bandar serentak menjual untuk keluar dari permainan. Pada tahap awal ini, masih ada saja retail yang optimis gak pake otak untuk membeli sehingga terjadilah kenaikan harga yang tentu saja akan dibanting lagi.
Salahkah bandar saham ? Tidak, karena memang itulah pekerjaan mereka. Keahlian mereka?.mereka bukan seseorang, tapi sebuah organisasi yang mengelola uang orang lain supaya menghasilkan keuntungan yang cukup besar. Mereka mempunyai tanggungjawab kepada kliennya?. Jika tidak dilakukan, jika tidak tega?.maka mereka akan dibuang kliennya dan akhirnya bangkrut !
Dunia saham itu dunia jual beli biasa, yang dijual adalah prospek perusahaan dalam bentuk kertas. Kita beli kertas?kalo harganya naik kita jual dan untung. Kalo harganya turun?ya tetap kertas, emang berapa sih harga selembar kertas ?
Analisa teknikal ya seperti ini. Mempelajari pola dan candlestick yang menggambarkan perilaku manusia yang bertransaksi. Kalau banyak yang beli maka candlesticknya warna hijau. Kalau banyak yang jual, maka candlestick-nya merah.
Teknikal analisis tidak menjelaskan motif. Mengapa grafiknya naik ? Yang pasti banyak yang beli daripada yang jual. Pertanyaannya?. Mengapa banyak orang beli ? Hayo?. Mengapa banyak orang beli saham ASSA sehingga harganya naik ?
- Terbentuk pola analisa teknikal
- Ikut-ikutan
- Saran dari grup VIP
- Pengalaman
- Analisa fundamental
Kelemahan analisa fundamental itu selalu terlambat. Terlambat naik dan terlambat turun. Gak seperti teknikal analisis yang terlalu cepat. Kenaikan harga karena fundamental itu baru terjadi beberapa bulan kemudian, bisa 1 bulan, 5 bulan atau 1 tahun kemudian. Sedangkan kenaikan analisa teknikal itu bisa 5 menit kemudian, 1 hari kemudian atau seminggu kemudian. Tergantung ketepatan analisa kita.
Kenaikan yang terjadi di ASSA karena harapan yang menjadi kenyataan. Investor berharap akan ada kenaikan pendapatan atau kenaikan omzet. Perhatikan !! Yang terpenting, yang pertama kali dilihat oleh pasar adalah Omzet ! Omzet naik, beli gak pake mikir. Nanti dipikir lagi, yang penting action dulu !
Setelah harga saham naik dan omzet naik, investor harus bisa menilai kenaikan omzetnya yang ujug-ujug harga saham maksimalnya. Untuk itu mereka harus menunggu laporan keuangan perusahaan yang dirilis tiap 3 bulan sekali. Omzet naik?gimana dengan untungnya?. Naik juga ? Atau malah rugi ?
Investor yang benar itu pakai data, bukan berasumsi seperti kita-kita. Mereka melakukan evaluasi setiap tanggal release laporan keuangan. Bagaimana perkembangan perusahaan kita ? Omzet naik ? Untung berapa ?
Omzet memang naik?.tapi rugi juga makin naik. Kenaikan omset berbanding lurus dengan rugi. Bahaya ! Ini perusahaan yang tidak sehat. Atau perusahaan yang dulunya sehat lalu menjadi tidak sehat karena kemunculan divisi baru.
Kerugian divisi baru ini menghabiskan semua keuntungan divisi lama. Untuk saat ini masih BEP, tapi jika diteruskan akan menghancurkan perusahaan. Darimana kita melihat data ini ? Tentu saja dari laporan keuangan di bagian segmen operasi.
Bayangkan?.sudah rugi?.masih ada beban hutang yang harus dilunasi. Masih ada bunga yang harus dibayar. Masih ada sisa sewa tempat atau sewa gudang yang juga harus dibayar pada waktu jatuh tempo. Kerugian yang sebenarnya jauh di atas laporan rugi laba.
Manjemen ASSA dilema. Kalau di-cut sekarang, hutang dan lain-lainnya harus dibayar dari modal?berat ! Kalau diteruskan, biaya operasionalnya yang tinggi. Masa kita harus kerja rodi? kerja tapi rugi ? Kita tahu hasilnya pasti rugi?..mau diteruskan ? Oh tidak ! Satu ide sederhana yang berakibat fatal !
Gara-gara siapa ? Tentu saja Tokopedia yang katanya Unicorn kebangaan Indonesia. Unicorn yang ruginya puluhan triliun setiap tahun selama 10 tahun. Gara-gara Gratis ongkos kirim yang meningkatkan omzet penjualan dalam waktu sekejap. Yang membebankan biaya operasional lebih besar dari pendapatan. Jauh lebih besar daripada yang diterima.
Walaupun tahun ini divisi Antar Aja sudah untung, tapi masih ada tanggungan hutang yang harus dibayar loh ! Jangan lupa, rugi yang kapan hari itu gimana ? Dilupakan atau harus diganti ? Dengan keuntungan yang didapat sekarang ini, kira-kira butuh berapa lama untuk BEP ?
Jadi, gimana ? Masih mengharpkan saham ASSA balik ke Rp 3.200 ? Bisa? tapi tunggu 10 tahun lagi !
Share this content