TUJUAN ! SATU-SATUNYA PEMERSATU TIMWORK

Tim yang lengkap berbeda dengan tim yang kuat. Tim yang kuat belum tentu lengkap, tetapi tim yang lengkap pasti kuat.  Bingung ? Yah dicerna lagi kalimat di atas....ha...ha...ha....
Saya terpaksa membuat anda sedikit bingung karena sebuah teamwork adalah sumber kebingungan.  Lalu mengapa kita mau pusing-pusing membahas masalah timwork ini ? Sebab, hasil yang akan kita capai dengan sebuah tim akan jauh lebih spektakuler dibandingkan dengan pencapaian individual.

Pemersatu Timwork

Nah, masalah yang akan kita hadapi dalam sebuah teamwork adalah persatuan. Susah sekali untuk menyatukan beberapa orang yang berbeda dalam segala sesuatunya. Kepribadian berbeda, hobi beda, sifat berbeda, cara berpikir beda, cara berbicara berbeda, selera makan juga beda. Bagaimana mungkin menyatukan mereka ? Atau, mungkinkah mereka disatukan ? Dan apa yang bisa menjadi pemersatunya ?
Ada baiknya kita membaca sebuah cerita yang saya kutip dari buku The Honda Way yang ditulis oleh Masaaki Sato ini

DUA (BUKAN SATU!) PENDIRI HONDA
Banyak orang tahu Soichiro Honda adalah pendiri HONDA Motor Company.     Mereka tidak salah,  hanya kurang lengkap, lagipula nama perusahaan yang benar adalah HONDA Tech and FUJISAWA Trading Co. Wakakakak.....salah kabeh !

Soichiro Honda adalah anak dari seorang pandai besi di sebuah desa bernama Komei (sekarang Tenryu City) di distrik Iwata yang merupakan bagian dari prefektur Shizuoka. Setelah lulus dari Futumata Ordinary dan Higher Elementary School tahun 1922, Soichiro dibawa ke Tokyo oleh ayahnya, Gihei, bekerja makang di sebuah bengkel mobil bernama Art Shokai.
“Jangan kembali ke Tenryu sampai kau bisa punya waralaba Art Shokai untuk dirimu sendiri.” Kata Gihei. Karena omongan ayahnya ini, Soichiro, yang masih berusia 15 tahun kala itu, bekerja keras selama 6 tahun ke depan. Setelah menambahkan satu tahun pengabdian sebagai tanda terima kasih kepada majikannya, di usia 21 tahun, Soichiro membuka cabang Art Shokai di Hamamatsu tahun 1928. Walaupun bisa dikatakan Soichiro pulang ke rumah dengan penuh kemenangan, bengkelnya itu hanya terdiri atas dua orang, termasuk dirinya. Keberuntungan Soicihiro datang tahun 1931 ketika dia membuat roda mobil yang dia buat dengan jari-jari baja dan bukan kayu. Karyanya ini menarik perhatian saat di Pameran Industri Nasional, dan bahkan menjdapat lisensi dari luar negeri. Sebelum benar-benar memutuskan mandiri, Soichiro pernah bermimpi mengumpulkan 1.000 yen sebelum dia pensiun. Tetapi berkat lisensi karyanya itu, dia menerima cek royalti sebesar lebih dari 1000 yen setiap bulan.

Kegembiraan pun membuncah, Soichiro berkeliling kota di atas motor Harley Davidson teranyak. Dia membangun beberapa perahu motor yang dia gunakan untuk berlayar di atas danau Hamana dan Sanaru. Di senja hari, dia mengadakan pesta mewah dengan para Geisha. Kegemaran Soichiro menghamburkan uang royalty yang dia terima untuk pesta dan senang-senang membuat dia seperti legenda lokal di Hamamatsu.  Soichiro sangat percaya pada kemampuan teknis yang dia miliki. “Aku bisa membuat apa pun kalau aku bisa melihatnya sekali saja,” katanya di hati. Sadar karena tidak mempunyai pengetahuan dasar metalurgi, Soichiro memutuskan kembali ke bangku sekolah. Dia mendaftar di Hamamatsu School of Technology. Munculnya Soichiro yang hampir berusia 30 tahun waktu itu, masuk ke dalam kelas dengan baju lengan panjang rapi dan topi mengagetkan banyak orang. Tahun kedua kuliah, Soichiro didepak karena tidak ikut semua ujian. Namun dia memutuskan menjadi “siswa gelap”, dan terus hadir kuliah untuk satu tahun kedepan. Baginya, unian bukanlah tujuannya. Dia hadir hanya untuk belajar apa yang dia butuhkan dalam pekerjaanya. Setelah perjuangan panjang, Soichiro akhirnya mengerti semua yang dia butuhkan tentang cincin piston. Dia malah mendapat 28 paten atas karyanya.

Proyek pertama Soichiro dengan sepeda motor adalah bata-bata. Suatu ketika dia memperhatikan mesin-mesin yang digunakan untuk membangkitkan tenaga radio Mark 6 yang digunakan tentara Dai Nippon selama perang dunia II. Setelah perang, radio – radio ini dibiarkan tergeletak dan menjadi rongsokan di reruntuhan kota. Soicihiro mengumpulkan mesin-mesin ini dan memodifikasinya sehingga bisa dipakai untuk sepeda. Sebagai tangki bbm, Soichiro menggunakan termos.
Setelah selesai memodifikasi mesin tersebut, Soichiro menggabungkannya dengan sepeda tua untuk uji coba. Mesin-mesin itu tak terlalu presisi. Terlebih lagi, karena efek perang yang terus ada dari kontrol pemerintah, Soichiro tidak punya pilihan selain menggunakan bensin hasil pemurnian dari getah pohon pinus yang tidak bisa terbakar sempurna. Butuh waktu setengah jam untuk menghidupkan mesin itu. Butuh waktu satu hari untuk membuat setiap sepeda bermotor ini. Meski tidak terlalu memuaskan, sepeda bermotor ini tetap laku terjual sebagi alat transportasi sipil. Setelah Soichiro membuat sekitar 500 sepeda bermotor, dia kehabisan suplai mesin gratis.

Para pelanggan utamanya adalah para pemilik toko sepeda dan para dealer pasar gelap. Para pemilik toko sepeda menempelkan mesin ini pada sepeda mereka, sedangkan para dealer pasar gelap, sebaliknya, menempelkan mesin itu pada kerangka apa pun yang mereka temukan. Tempelkan sepasang roda, dan jadilah gerobak bermotor, dan jual sebanyak mungkin. Bahkan kendaraan yang terlihat berbaha itu pun mampu berlari dengan kecepatan 10 atau 20 km per jam dan terus-menerusditemani suara bata-bata-bata... yang keluar dari knalpotnya. Sebagai produk pada masa itu, bata-bata adalah produk sukses, yang terjual secepat kendaraan itu keluar dari pabriknya.

Takeo Fujisawa dan Soichiro Honda, Duo Pendiri Honda
Soichiro Honda (baju putih) & Takeo Fujisawa (jas)

Takeo Fujisawa, sebaliknya adalah orang Tokyo asli, lahir dan besar di kawsan Koishikawa. Setelah lulus dari sekolah menengah, Fujisawa hidup enak, dan mampu membayar semua kebutuhannya dari berbagai tugas kantoran, seperti mengopi dokumen dan sejenisnya. Tahun 1934, Fujisawa mulai kerja magang di Mitsuwa Shokai, sebuah perusahaan ritel kecil yang hanya terdiri atas 10 orang karyawan yang berbisnis baja. Belakangan, sang pemilik dipaksa masuk militer dan dikirim perang, dan Fujisawa perlahan-lahan dipercaya mengurusi manajemen perusahaan. Tahun 1939, tahun yang sama ketika Soichiro menyelesaikan studinya di Hamamatsu School of Technology, Fujisawa berhasil mengumpulkan modal 100.000 yen dan menidirikan perusahaan kecil dengan nama Nihon Kiko kenkyujo (Insitut Penelitian Mekanik Jepang). Perusahaan Fujisawa yang baru ini berspesialisasi memproduksi bilah pisau potong. Fujisawa sering bermimpi untuk menerapkan berbagai bakat yang dia miliki untuk bekerja sama dengan orang – orang jenius. Dia menyadari bahwa dia berbakat dalam hal menarik modal dan menjual produk, jadi dia berniat sejak awal untuk tetap di belakang layar dan tidak menjadi pusat perhatian.

Ketika perang berkecamuk, Fujisawa menutup perusahaannya dan mengungsi ke kota Nohonmatsu di perfektur Fukushima. Seorang dokter mengatakan kepada Fujisawa bahwa udara bersih di pedesaan akan sangat bermanfaat bagi istrinya yang sedang sakit-sakitan, jadi Fujisawa tetap tinggal di Fukushima bahkan setelah perang berakhir. Dia punya usaha kecil penggerajian kayu di sana. Tetapi Fujisawa tetap tidak bisa menepis pikiran untuk berhasil di Tokyo. Dia sering berkunjung ke Tokyo tanpa alasan jelas dan mendatangi berbagai pasar gelap di Shinjuku dan Shinbashi, berusaha mencari kesempatan. Walaupun Fujisawa tidak mempunyai uang, dia memiliki kemampuan unik mendapatkan uang dari orang lain.

Pada bulan Agustus 1949 di Tokyo, Fujisawa dan Soichiro bertemu untuk pertama kalinya.
“Sistem transportasi mungkin berubah bentuk, tetapi tidak akan pernah hilang,” kata Soichiro kepada Fujisawa. “Jika kita sepakat bermitra, saya orang teknis dan saya tidak ingin anda ikut campur dengan keputusan tentang apa yang dibuat perusahaan. Dan saya tidak akan ikut campur tentang urusan uang. Itu adalah tanggunjawabmu sepenuhnya.”

“Paham,” jawab Fujisawa. “Saya akan bertanggungjawab penuh dalam urusan keuangan, dan tidak akan mengganggu kerja anda. Saya hanya ingin menciptakan lingkungan kerja terbaik untuk anda. Andalah presidennya, jadi saya akan mengikuti kepemimpinan anda. Tetapi saya ingin anda berjanji tidak akan gegabah ketika harus mengambil keputusan. “

Dan sejak itu, Soichiro dan Fujisawa berjanji untuk tidak saling ikut campur tentang wilayah kekuasaan mereka masing-masing. Fujisawa menghormati kejeniusan teknik Soichiro, sedangkan Soichiro menerima strategi finansial berani yang dilakukan Fujisawa. Soichiro berusia 42 tahun, sedangkan Fujisawa 38. Kesepakatan terjadi hari itu dan Fujisawa bergabung dengan Honda.

TANPA TUJUAN, TANDA AKHIR SEBUAH TIMWORK
Hal yang unik dari Soichiro dan Fujisawa adalah mereka tidak pernah bekerja dalam satu ruangan yang sama. Pada awal pendirian Honda Tech. & Fujisawa Trading Company, Soichiro memproduksi mesin di Hamamatsu bersama 46 karyawannya. Sementara Fujisawa membuka kantor perusahaan di Tokyo.
Tahun 1952, Soichiro mewujudkan impiannya memiliki rumah dan kantor utama di Tokyo. Sekalipun sama-sama tinggal di Tokyo, mereka tetap tidak duduk dalam kantor yang sama. Soichiro tinggal dalam pabrik, sementara Fujisawa di kantor. Bahkan ketika Honda menjadi perusahaan besarpun, Soichiro memilih berkantor di Pusat Riset dan Tekonolgi Honda sementara Fujisawa memilih mengatur manajemen Honda melalui rumahnya.

First Honda D-Type (Dream Type)
Produk pertama Honda (146cc) yang sensasional !

Bagi banyak orang, bahkan saya sendiripun takjub dengan sistem kerjasama ini. Bagaimana mungkin dua orang yang jarang bisa bertemu bisa mendirikan perusahaan internasional yang masih berdiri hingga saat ini. Bukan hanya bertahan, tetapi menjadi pemain industri otomotif dunia yang patut diperhitungkan.

Ada banyak faktor yang mempengaruhi sebuah kemitraan (kongsi), tetapi saya yakin kalau TUJUAN adalah faktor terpenting bagi sebuah timwork. Tujuan Soichiro adalah membuat sepeda motor, sementara tujuan Fujisawa adalah mewujudkan mimpi Soichiro. Mereka memang tidak pernah bertemu, tetapi memiliki kesamaan tujuan dan kebulatan tekad untuk mencapai target mereka. Walupun jarang bertemu dan berkomunikasi, hati mereka telah menyatu. Apapun yang mereka lakukan, walupun dikerjakan dengan cara yang berbeda, tujuan mereka sama ! Mereka menggabungkan kemampuan unik mereka demi tercapainya tujuan tersebut.

Soichiro dalah seorang pria berperawakan kecil dengan rambut yang mulai menipis. Sedangkan Fujisawa, bertubuh tinggi kekar dan bermbut gondrong. Teman-teman sekelas Soichiro meledeknya “musang berhidung hitam” karena lincah dan hidungnya yang sering hitam terkena arang. Dia sama sekali tidak suka apa pun yang berbau atletik. Soichiro adalah sosok yang suka berterus terang, bergaul, dan terbuka. Kalimat-kalimat tangkas keluar dari mulutnya bak peluru senapan mesin. Betapapun kasar ucapannya, para pendengarnya sepertinya tidak tersinggung. Anehnya, dia juga pemalu, mungkin bukan secara alami, tetapi disebabkan oleh hidupnya yang harus mandiri sejak kecil dan mengalami banyak pengalaman pahit ketika beranjak dewasa.
Sebaliknya, Fujisawa yang bangga menjadi seorang pengusa, adalah sosok yang sangat teliti dan pemikir logis, yang mengumbar citra sebagai orang yang sulit diajak berbicara. Dia menghindarkan diri dari perhatian publik.

Soichiro disukai banyak orang karena menunjukkan kelemahannya kepada dunia, sedangkan Fujisawa menyembunykan berbagai kelemahannya dari mata publik semampunya. Kalau Fujisawa hanya mendukung Soichiro, Honda akan bernasib lain. Pada akhirnya, kelihaian Soichiro dan Fujisawa meramu kedua lakon merekalah yang memunculkan keajaiban Honda. Pertanyaannya....bagaimana dengan tim anda ??

Gaya Kepemimpinan Honda
Siapa bilang Gaya Kepemimpinan Otoriter tidak baik ?


Strategi Pemasaran Honda Cub F-Type

Mau tahu cara Fujisawa meningkatkan pangsa pasar Honda ?

Share this content