KEHIDUPAN YANG SEPI, MONOTON & MEMBOSANKAN
Hidup di tahun 2017 memberikan berkat dan derita yang berbeda bagi semua golongan masyarakat. Pemicu-nya adalah android, internet dan smartphone. Komunikasi menjadi lebih cepat, informasi mudah didapatkan dan teknologi canggih yang murah sekaligus terjangkau. Para marketer dan orang pintar menyebut zaman ini dengan generasi millenials. Dan jumlahnya 70% dari penduduk dunia. Ya ! Anda dan saya yang tahun ini berusia 20 - 40 tahun termasuk generasi millenials.
GENERASI X, Y DAN Z
Secara sederhana, generasi X adalah orangtua anda dan anda yang lahir di tahun 1965 - 1980. Generasi Y adalah para pekerja muda dilahirkan di tahun 1981 - 1994. Dan generasi Z adalah ABG-ABG yang yang kita temui di Mall. Mereka yang bulukan, berkulit kuning dan memegang HP jadul pastilah generasi X. Yang putih-putih, berpakaian sexy dan modis adalah generasi Y dan Z.
Kesamaan ketiga generasi ini adalah duduk makan semeja namun melihat ponselnya masing-masing. Baik sebagai keluarga atau teman. Yang berbeda adalah kontennya. Yang lebih tua membuka whatsupp dan facebook. Yang ABG main instagram, snapchat dan sosial media lainnya kecuali facebook. Dan yang paling kecil asik bermain game. Saling berhadapan, bersebelahan… namun irit dalam berbicara.
Manusia yang diciptakan sebagai mahluk sosial, kini telah berubah menjadi mahluk kotak-kotak. Hanya saja batas antara kotak satu dengan kotak lainnya tak terlihat dan berbentuk power bank. Selama baterai smartphone dan power bank masih penuh, tidak ada yang dapat menembus garis batas ini.
Semakin banyak waktu yang dihabiskan dengan smartphone-nya, semakin kesepian jadinya. Mengapa ? Kok bisa ? Karena manusia membutuhkan sentuhan, kedekatan emosional yang tidak bisa diberikan melalui benda persegi berukuran 4x8cm yang tidak pernah lepas dari genggaman tangannya. Karena apapun yang terjadi di udara akan tetap tinggal di udara.
Sebut saja Rizki Ramadhan dan Pahinggar Indrawan. Yang satu kesepian, yang lainnya putus asa. Bagaimana mungkin Rizki yang mempunyai 3.000 teman Facebook itu bisa kesepian ? Bagaimana mungkin Om Indra yang generasi Baby Boomers itu menyiarkan “acara keberangkatannya” live di facebook ?
Karena yang terjadi di udara tetap tinggal di udara. Sedangkan yang di tanah tetap di tanah. Dengan kata lain, 10.000 teman online tidak bisa memenuhi kebutuhan emosional kita. Walaupun facebook sudah menembahkan emotional respon di aplikasinya, sedih, senang, suka, benci, marah atau apa laaah….tidak akan pernah bisa menggantikan kesederhanaan sebuah genggaman tangan atau kehangatan sebuah pelukan.
Anda pikir sebuah smiley bergambar kuning bulan dengan dua tangan yang akan memeluk bisa menggantikan pelukan ? Atau seekor tawon lucu yang sedang menangis bisa merasakan kesedihan kita ? Tidak akan pernah bisa ! Selucu-lucunya sebuah gambar tetaplah gambar. Se-empati-empati-nya chat yang kita ketik…. Rasanya akan berbeda ketika bertatap muka. Simpati itu menular, kehangatan kulit, ekspresi wajah dan nada suara itu lebih terasa.
Tahun 90an dunia diguncangkan dengan penemuan Personal Computer alias PC. Perhitungan yang rumit, pekerjaan yang membutuhkan akurasi dapat dikerjakan dengan cepat dan sumber daya yang kecil. Dulu memerlukan 10 orang, sekarang hanya satu orang saja. Sebelumnya membutuhkan waktu 10 jam, sekarang dapat diselesaikan dalam waktu 10 detik. Pekerjaan yang berhubungan dengan matematika dan mekanis langsung berkurang drastis. Fungsi otak kiri kita digantikan dengan komputer.
Tahun 2000an, memasuki era millenium, dunia diguncangkan dengan kehadiran internet. Komunikasi yang dulunya mahal dan lama sekarang menjadi murah dan cepat. Mengirim kabar dari Sabang ke Merauke yang membutuhkan waktu berminggu-minggu. Kini dapat dilakukan dalam hitungan detik. Mengirim gambar, suara dan video jadi mungkin. Kita yang dulu kurang informasi sekarang kebanjiran informasi… tak terkecuali hoax.
Memasuki tahun 2010, alat canggih yang dulunya sebesar galon aqua dengan berat 5 Kg itu telah mengalami revolusi menjadi kotak persegi kecil berukuran 5x8cm yang pas di kantong celana. Dengan berat kurang dari ½ Kg ! Kita harus memutuskan dan memilih informasi yang benar-benar kita butuhkan karena mulai menganggu aktivitas kita. Broadcast, Grup, email, SMS, telepon dan notifikasi aplikasi yang terinstall… mana yang penting dan mana yang mengganggu…
Pendeknya, perubahan yang kita alami dalam 30 tahun terakhir ini begitu cepat, bahkan terlalu cepat untuk diikuti. Nilai-nilai yang berlaku di masyarakat juga berubah dengan cepat seiring dengan derasnya arus informasi yang mengalir ke smartphone kita. Secepat baterai habis ! Semudah mengisi kembali dengan powerbank.
Kita kebingungan menentukan mana dan apa yang benar dan yang salah. Apa yang hari ini benar, keesokan harinya menjadi salah. Apa yang detik ini salah, ternyata benar di detik berikutnya. Kita terombang-ambing, kita tidak memiliki pegangan, kita takut mengambil keputusan.
Penyakitnya sudah kita temukan. Tetapi masalahnya bukan dari sana. Kesalahannya itu karena kita tidak mau menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi. Atau karena kita terlalu lambat menyesuaikan diri. Bisa jadi karena kita juga terlalu capek mengikuti perubahan yang terlalu cepat.
Tetapi...apa pilihan kita ? Dunia akan tetap berubah sekalipun kita tidak mau berubah. Generasi ini akan memberontak karena memang demikianlah arah pergerakannya. Kita yang tidak mau berubahlah yang sebenarnya sedang melawan arus. Bukankah sudah saya katakan di awal cerita ini, 70% generasi sekarang ini dikuasai oleh para Millenials. Dan 10-15 tahun mendatang akan digantikan dengan generasi Z yang lebih modern dan lebih cepat berubah.
PELAJARAN KEHIDUPAN DARI SEORANG ANAK KECIL
Bangun tidur, makan, kerja, makan, pulang dan tidur lagi. Malam menjelang berganti pagi. Matahari bersinar menandakan hari telah berganti. Saatnya bangun kembali, bekerja hingga petang. Bulan datang pertanda hari akan berakhir. Beginilah kehidupan, begitu seterusnya.
Hanya anak-anak sajalah yang mengharapkan fajar pagi. Mereka yang sekolah, mereka yang bekerja, mereka yang berkeluarga menyambut datangnya hari dengan berat hati. Kehidupan di mata anak-anak adalah petualangan, selalu baru setiap hari.
Air...yang bentuknya cair...adalah permainan yang selalu menyenangkan bagi anak saya. Air yang mengalir dari kran, bak mandi yang dipenuhi air, botol bening aqua yang diisi air hingga meluber...bekas botol shampoo yang berlubang kecil… begitu mempesonanya. Apalagi ditambah dengan busa. Bisa seharian di kamar mandi.
“ Jika kamu tidak menjadi seperti anak kecil ini, maka kamu tidak akan masuk kerajaan surga, “ kata Yesus.
“ … merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam kerajaan surga.“
Anak kecil, buah dari pernikahan, kesempurnaan hidup manusia, penderita sekaligus kebahagiaan tanpa ada akhirnya. Bahkan Tuhan sendiri melihat mereka sebagai pemilik kerajaan surga. Pelajaran kehidupan apa yang bisa kita dapatkan dari mahluk kecil yang tidak pernah lelah ini ?
Anak-anak tidak membawa beban kemarin pada hari ini. Sementara kita membawa beban kemarin, kemarin dulu, tahun lalu, 10 tahun lalu setiap hari. Beban hari ini yang sudah berat, kita tambah dengan beban kemarin. Parahnya beban hari esok yang belum tentu terjadi pun kita masukkan dalam tas punggung.
Beban kehidupan apa yang kita bawa setiap hari ? Kemarahan, kegagalan, dendam, penyesalan, keputusan yang salah, penghinaan orang lain, fitnah, diserempet orang… emosi dan pikiran yang maya mempengaruhi yang nyata. Waktu yang kasat mata mengganggu realita. Peristiwa yang terjadi kemarin, yang tidak dapat dirubah, yang telah berlalu dan sudah berakhir… mengapa masih kita simpan dalam bentuk penyesalan untuk hari ini dan pembalasan dendam untuk hari esok ? Mengapa tidak kita lupakan saja ?
Mengapa tidak kita relakan saja uang yang ditilap teman SD, teman SMP atau teman apalah…. Memang benar, uang itu kita cari dengan susah payah, dengan pengorbanan dan menghemat. Seandainya saja kita tidak bertemu dengannya di reuni sekolah...Seandainya saja kita menuruti omongan pasangan kita...Seandainya saja saya mendengarkan suara hati saya… seandainya saja…. dan seandainya….
Anak-anak tidak pernah berpikir “seandainya” karena mereka sudah lupa apa yang baru saja terjadi. Mereka mengambil mobil-mobilannya, mempreteli-nya, berkonsentrasi penuh seakan-akan sedang menghadapi situasi hidup-mati. 5 menit berlalu, matanya tertuju pada mainan pesawat terbangnya. Dibolak-baliknya, dilepas sayap-sayapnya, dipasang kembali.
Bosan bermain pesawat, kembali kepada mobilnya atau lebih tepatnya bangkai mobilnya. Diamat-amati rodanya, tempat duduknya, pintunya… kembali lagi ke pesawat mainan. Entah bagaimana cara berpikirnya, selalu saja ada yang menarik di sekeliling tempatnya. Mereka tidak punya waktu untuk berpikir “seandainya”. Karena itu mereka selalu bahagia, tak peduli kerusakan apapun yang mereka hasilkan.
Kata “seandainya” adalah suatu bentuk penyesalan. Penolakan dan ketidak relaan. Ikatan terhadap masa lalu, penyebab terjadinya peristiwa sekarang ini. Sebuah kata yang tidak perlu dibawa setiap hari. Kata ini harus diucapkan sekali kemudian dilupakan setelah kita menemukan pesan moralnya. Ada pelajaran di setiap kesalahan yang kita buat untuk dijadikan peringatan di masa yang akan datang. Sehingga kita tidak terjatuh di lubang yang sama sekali lagi.
Mereka hidup untuk saat ini dan melupakan apa yang baru terjadi. "
Tanpa “seandainya” dan tanpa “penyesalan” membuat kita menyebut anak-anak ini, “ Nakal, bandel, mbencekno !”
Dikasih tau jangan naik-naik kok diulangi lagi ! Jangan main air terus ! Nanti sakit ! Lihat TV jangan dekat-dekat ! Papa matikan televisinya. Sudah dibilangi bolak-balik, ndak nurut, liat akibatnya ! Huhhhh kaaah !
Di dunia manapun, di jaman apapun, yang namanya anak-anak memang seperti itu. Mereka diciptakan untuk belajar melalui pengulangan. Mulai dari mengatakan kata yang sama, kalimat yang sama berulang-ulang tanpa mengerti artinya. Menonton video yang sama berulang-ulang sampai kasetnya jebol.
Mengulangi kegiatan yang sama sampai yang momong bosan. Setiap pagi, berulang-ulang…. Kita bilang ini kegiatan monoton yang membosankan. Tetapi bagi mereka adalah pengalaman baru setiap hari.
Hal positif maupun negatif dilakukannya terus menerus sampai berhasil dikuasainya….lalu berhenti. Mencari sesuatu yang baru, dilihatnya, ditirukannya, diulang-ulanginya sampai nglontok di darah dan menjadi daging. Anak-anak benar-benar diciptakan dengan kecenderungan alami untuk bersemangat menekuni sesuatu dan fokus dengan tujuannya.
Janjikan sesuatu kepada mereka. Pada waktu dan tanggalnya, anda akan melihat wajah kecil ini berseri-seri mengharapkan hadiahnya. Tidak ada keraguan sedikitpun dengan janji anda. Begitu mudahnya mereka percaya. Tidak terbesit sekalipun keraguan dalam hati dan pikirannya.
Walaupun tahu minggu depan adalah hari yang kita janjikan. Setiap pagi, setiap malam...kita selalu “di-ingat-kan". Tidak seperti debt collector yang mengingatkan dengan ancaman. Anak-anak ini mengingatkan dengan senyuman bahagia. Seakan-akan mereka telah menerima pemberian kita. Tidak ada suatu keraguan pun. Mereka mudah percaya. Mereka memiliki energi positif, pemikiran positif dan membayangkan hal-hal positif.
Ada tiga karakteristik anak-anak yang mungkin dilihat Yesus sehingga mengatakan bahwa pintu masuk kerajaan surga itu melalui anak kecil. Melupakan masa lalu, hidup untuk hari ini dan mengharapkan masa depan yang lebih baik. Pertanyaannya...bagaimana mungkin kita bisa hidup di dunia yang kejam ini dengan cara berpikir seperti anak kecil ?
DEWASA DI BUMI, ANAK-ANAK DI SURGA
Tidak mungkin kita bisa hidup di dunia dengan berpikir dan bertindak seperti anak kecil. Kita memiliki tugas dan tanggungjawab yang serius. Bekerja seperti anak-anak bermain akan membuat segalanya kacau balau dan berakhir dengan PHK ato bangkrut. Lagipula, pekerjaan kita banyak, waktu kita sedikit. Mau tidak mau, kita harus multitasking. Mengerjakan semua sekaligus.
Ucapan Yesus kontradiktif. Tidak bisa diterapkan di dunia ini. Kemungkinannya ada dua, kita yang salah atau Tuhan yang salah. Jika Tuhan salah, maka sesungguhnya dia bukan Tuhan, karena Tuhan Maha Benar. Menurut anda, siapa yang salah ?
Yang pasti, Tuhan selalu benar dan manusia selalu salah. Seperti bos dengan pegawai. Ucapan bos selalu benar, alasan pegawai selalu salah. Bos baik atau bos jahat...pasti benar. Pebawai baik dan pegawai jahat sama-sama salah. Bedanya, Tuhan tidak plin plan seperti bos kita. Perkataan atau Firman Tuhan tetap berlaku walaupun diucapkan ribuan tahun lalu. Dan juga akan tetap berlaku ribuan tahun kedepan.
Tuhan ingat dengan perkataannya, tidak seperti bos yang pagi tempe sore kedele. Sekali berjanji, pasti ditepati. Demikian pula dengan ucapan tentang anak-anak ini sebagai jawaban siapa yang paling hebat ?
“ Kamu pikir kamu hebat ? Kamu loh belum tentu masuk surga kok malah gegeran siapa yang paling hebat. Kalo kamu tidak mengakui dosamu, menyesal dan berubah seperti anak kecil ini. Kamu tidak akan masuk Kerajaan Surga. Tentang siapa yang paling hebat dari antara kamu… kalo kamu merendahkan diri seperti anak kecil ini… itulah yang paling hebat di kerajaan Surga.“
Bertobat dan menjadi seperti anak kecil. Merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil. Dan barangsiapa menyambut seorang anak seperti ini, menyambut Aku.
Apakah itu berarti pribadi Tuhan terpancar dari anak kecil ? Bisa juga. Apakah berarti kehadiran Tuhan diwakilkan oleh anak kecil ? Mungkin saja. Se-begitu istimewanya anak-anak ini di mataNya ?
Bagaimana kita bisa hidup bahagia hari ini ? Dengan membuang beban hari kemarin. Sehingga hari ini hati kita kosong, pikiran kita kosong, jiwa kita kosong. Berjalan menjadi lebih ringan, masalah lebih cepat diselesaikan dan hati menjadi tenteram. Bagaimana dengan masalah yang belum terselesaikan ?
Ada dua jenis masalah, yang pertama adalah masalah yang bisa diselesaikan dengan segera. Sedangkan jenis masalah kedua adalah masalah yang membutuhkan waktu penyelesaian. Bisa seminggu, sebulan atau setahun. Bola panas yang sudah kita lempar dan belum mendapat jawaban sudah tidak perlu kita bawa lagi. Tunggu saja, lihat apa yang akan terjadi. Memikirkan kemungkinan-kemungkinan hanya membuat hari dan hati menjadi berat.
Hanya ada dua jawaban atas masalah yang tidak selesai-selesai. Pertama, Tuhan mengubah situasinya dan dalam sekejap mata masalahnya selesai. Kemungkinan kedua, Tuhan mengubah diri kita sehingga menjadi lebih dewasa, tahan banting dan lebih kuat menghadapi tantangan. Tuhan mempunyai rencana yang besar untuk anda. Dia menggembleng anda sedemikian rupa agar memiliki kemampuan yang dibutuhkan untuk masa datang.
Apa yang kita pikir sebagai akhir kehidupan ini, usaha yang gagal total, bangkrut dan hutang menumpuk. Pasangan hidup yang “ringan tangan", mabok-mabokan, doyan selingkuh. Anak yang nakal, kecanduan narkoba dan segala musibah yang datang tak diundang. Yang menghancurkan harapan dan semangat hidup kita. Akhir dari perjuangan dan hidup kita.
Tidak ! Sekalipun bagi kita tidak ada jalan keluar. Tidak ada harapan untuk kehidupan yang lebih baik. Bagi Tuhan yang kekal, yang tidak berawal dan tidak berakhir. Kehidupan anda dan saya hanyalah sebuah periode, satu adegan, satu saat, satu masa saja. Ceritanya belum selesai dan akan berlanjut sampai tokoh utamanya muncul sebagai pemenang.
Masa lalu memang milik kita, masa kini juga menjadi milik kita. Tetapi masa depan adalah milik Tuhan. Segala hal yang menyangkut ketidakpastian, kemungkinan-kemungkinan dan kemustahilan adalah milikNya. Lakukan bagian kita dan percayakan bagian lainnya kepada Tuhan. Kerjakan apa yang sudah direncanakan dan serahkan hasilnya kepada yang diatas.
Kita berjuang untuk hal-hal yang kelihatan, yang sesuai dengan kemampuan otak kita. Sementara Tuhan mengerjakan yang luput dari perhatian dan pengamatan kita.
Seperti Ahok yang terbukti bersalah dan dipenjara. Seumur hidupnya, si Ahok ini tidak pernah membayangkan masuk hotel prodeo. Inikah rencana Tuhan itu ? Yang menjanjikan hari depan yang cerah, penuh harapan dan bahagia itu ? Penjara mako brimob ? Mungkinkah Ahok tetap percaya kepadaNya ? Akhir dari segala perjuangannya, tujuan mulianya.
Saya yakin sebaliknya...di kepala Ahok pasti terbayang wajah Yusuf. Si pemimpi yang melihat ayah dan kesebelas saudaranya sujud menyembah di kakinya. Yang melihat bulan dan bintang tunduk di bawah kakinya. Namun berakhir di penjara, di tempat paling hina karena di fitnah wanita.
Cerita ini terlalu indah untuk dilupakan begitu saja. Bukan karena tokoh utamanya menjadi tangan kanan raja di akhir ceritanya. Tetapi karena memberikan harapan di dalam penderitaan. Bahwa apa yang kita pikir sebagai akhir riwayat hidup kita, ternyata adalah titik balik kehidupan yang lebih tidak masuk akal. Yusuf tidak pernah mimpi masuk penjara, apalagi di bui di luar negri. Bahkan….Yusuf pun tak berani bermimpi menjadi raja di negeri orang.
“ Saya jadi gubernur Jakarta itu pun mujijat, “ kata Ahok. Masuk penjara pun juga mempesona, menggerakkan ribuan orang dari beberapa kota di Indonesia. Menyalakan lilin yang mengindahkan negeri Indonesia dari luar angkasa. Alangkah indahnya di mata Tuhan. Doa bagi negeri untuk seorang Ahok. Seumur hidup saya, baru melihat fenomena ini di Indonesia.
Indonesia, yang katanya ahli kitab suci sebagai penjuru dunia akhirnya bersinar terang. Apakah ini tanda dimulainya akhir zaman ? Apakah ini berarti Indonesia lebih dikenal dunia daripada Bali ? Segala sesuatu mungkin terjadi. Tetapi serahkan segala kemungkinan-kemungkinan itu kepada Tuhan.
Menjadi anak kecil berarti menikmati apa yang didepan matanya. Berkonsentrasi penuh dengan yang dilihatnya sehingga melupakan apa yang tidak terjangkau dengan pikirannya. Ahok bisa memikirkan hal terbaik yang akan terjadi dalam kasusnya atau memikirkan hal terburuk. Yang satu membangkitkan semangat, yang lainnya mematikan pengharapan.
Keputusan terbaik adalah memikirkan keduanya, menyiapkan antisipasinya dan menunggu apa yang bakalan terjadi. Rencana sudah dibuat, dicatat dan kemudian dilupakan. Kesusahan hari ini cukup untuk hari ini. Hari esok ada kesusahannya sendiri untuk dihadapi besok pagi. Beban hari ini diselesaikan, beban kemarin ditanggalkan, beban hari esok urusan nanti.
Bagaimana nasib Ahok kedepannya ? Urusannya dia dan Tuhannya. Pertanyaan yang lebih penting sekarang ini adalah, “ Bagaimana nasib anda ? Bahagia, sehat, lengkap dan dompet tebal ?“
Merasa kehidupan anda monoton ? Bangun pagi, berangkat kerja, pulang sore. Rumah masih ngontrak, cicilan gak selesai-selesai, pasangan hidup ngomel tok, anak rewel gak pernah merasa cukup. Hidup kok kerja terus, kerja kok gak onok hasilnya. Bosan, jenuh. Tapi gak bisa berkutik karena tuntutan hidup dan kebutuhan yang gak ada habisnya.
Anda tidak sendirian. Saya pun mengalami semua yang anda rasakan, bahkan lebih parah. Setiap pagi sampe sore ngemong anak, ngajak anak main, nidurkan, ngajari menggunting, menulis dan segala sesuatu yang dilakukan seorang ibu rumah tangga. Setelah makan malam baru mulai kerja, mengerjakan apa saja yang bisa menghasilkan uang. Selesai kerja, nidurkan anak. Kalo belum selesai, bangun lebih awal darI matahari.
Ketika teman-teman seumuran saya bekerja atau bercengkerama dengan teman-temannya, saya di rumah bermain dengan anak saya. Ketika mereka tiba di rumah bersama keluarganya, saya mencari tempat untuk bekerja. Waktu mereka aktif, saya pasif. Waktu saya aktif, mereka pasif. Kehidupan saya bukan hanya monoton, tetapi benar-benar sepi.
Saya bukan pengangguran, ada beberapa pekerjaan yang tidak bisa saya kerjakan karena anak. Saya bukan orang bodoh, saya S1-Ekonomi yang kurang 0,02 masuk Cum-Laude. Sambil menjaga anak, saya berdagang barang yang Puji Tuhan bisa untuk membiayai sekolah dan kebutuhan rumah tangga. Saya bukan orang aneh yang tidak memiliki teman, sebaliknya kalo mau keluyuran sehari semalam bersama teman itu hal yang mudah.
Saya bekerja, saya menghasilkan uang dan tidak menderita banget. Tidak pergi pagi pulang petang penghasilan pas-pasan. Saya menghasilkan uang dengan cara membalas SMS atau WA. Yang praktis bisa dikerjakan sambil menemani anak bermain atau belajar. Singkatnya, saya figur pria yang tidak neko-neko dan cukup bertanggungjawab.
Beban saya keliatannya lebih berat dari kebanyakan pria lainnya. Saya pernah bekerja ikut orang, bekerja kongsi dengan teman-teman dan kerja sendiri juga pernah. Apa yang anda rasakan, sudah saya rasakan semua. Termasuk kehidupan yang monoton, sepi dan membosankan ini.
Solusi terbaik yang saya temukan sekarang ini adalah menjadi seperti anak kecil. Memiliki cara berpikir, memandang kehidupan dan bertindak seperti mereka.
Mereka adalah kepenuhan kita sebagai manusia. Buah cinta dan permata yang indah. Sumber kekuatan dan kebahagiaan orangtua. Walaupun kadang menjengkelkan juga. ^-^'
Tapi memang begitulah anak-anak. Tetap bahagia walaupun dimarahi. Habis nangis kemudian tertawa dan sudah lupa apa yang membuatnya sedih ataupun bahagia. Kehidupan adalah petualangan, selalu baru setiap pagi !
KESIMPULAN
Kebahagiaan dan penderitaan sebenarnya adalah konsep. Apa yang kita pikirkan, ketika menjadi kenyataan akan membuat bahagia. Sebaliknya apa yang kita hindari, namun terjadi juga akan membuat hati kita pedih.
Mungkin sekarang saatnya mencoba berpikir dengan cara yang berbeda, yang nyata-nyata di depan kita setiap hari. Mereka adalah guru kehidupan terpolos yang sering kita abaikan namun dibangga-banggakan oleh Tuhan pencipta langit dan bumi.
Share this content