CARA TERBAIK MERUBAH PASANGAN HIDUP | 3-5
Si suami berteriak dengan marahnya, " Kamu tidak mendengarkan perkataanku, kamu gak ngerti maksudku. " Tak mau kalah, istrinya juga berteriak, " Kamu tisdak menghargai perasaanku, kamu menyakiti hatiku. Kamu kasar, egois dan mau menang sendiri. " Setelah 5 menit teriak-teriakan, topiknya berganti, " Kamu tidak tahu seberapa besar pengorbananku untuk mempertahankan pernikahan ini. " teriak si suami. " Memang kamu saja yang berkorban ? Kawin ambek kamu itu bikin sakit hati tahu. Pengorbananku lebih besar dari kamu. Tahu apa kamu tentang pengorbanan ? " sahut istrinya. Terus gegeran masalah duit, dilanjutkan masalah momong anak, dihubungkan masalah mertua dan setiap aspek kehidupan dijadikan bahan pertengkaran. Baru berhenti setelah si istri nangis atau si suami keluar rumah.
KEBUTUHAN, KEINGINAN DAN KEBAHAGIAAN
Saya tidak mengharapkan memiliki pernikahan seperti ini, dan saya yakin anda pun demikian. Seandainya saya kaya, pasti hidup saya bahagia. Saya bisa memenuhi kebutuhan rumah tangga tanpa perlu ngoyo kerja, saya bisa menuruti keinginan istri yang tidak ada habisnya, saya bisa membayari pembantu mengurusi rumah tangga, saya bisa memberi uang saku kepada orangtua dan mertua, saya bisa mengajak istri dan anak-anak keluar negri setahun sekali. Aaaaaah, seandainya saya dilahirkan dari keluarga yang berada, niscaya pernikahan saya akan bahagia.
Saya punya dua orang teman yang hidupnya persis dengan apa yang anda bayangkan ini. Yang satu lebih tua 3 tahun dari saya dan berpenghasilan ratusan juta rupiah perbulan. Dia menasihati saya, " Nek kawin itu gak onok bener dan salah. Yang ada kamu salah dia bener. Tapi mau gimana lagi ? Kita pria, jadi kitalah yang harus memulai dan menyelesaikan. " Dia juga cerita pernah 3 hari tak pulang rumah. Pernah ngomong yak apa nek dibalik ae, kamu sing kerja cari duit, aku yang jaga rumah. Di kantor dia dihargai, di rumah dia dianggap biasa-biasa saja. Di bidang pekerjaannya dia meraih puluhan pengargaan, di rumah selalu salah.
Teman yang seorang lagi 15 tahun lebih tua dari saya. Tanahnya ribuan hektar, rumahnya di mana-mana, tidak kerja tidak apa-apa, tetap bisa hidup mewah. Buka usaha apa saja selalu berhasil. Dia tidak perlu cari uang, uanglah yang datang kepadanya. Kok bisa ? Ya itulah yang disebut "midas touch", apa saja yang dikerjakan tangannya pasti sukses. Ini anugerah dari Tuhan, spesial gift gitu loh. Semua kebutuhan dan keinginan istrinya dipenuhi, malah berlebihan. Pasangan tanpa masalah dan ditakdirkan untuk bahagia bukan ?
Nah ini dia masalahnya dengan kebahagiaan. Masing-masing kita memiliki definisi yang berbeda tentang kebahagiaan. Ada yang tinggal di rumah saja sudah bahagia, ada yang harus keluar rumah supaya bahagia dan ada juga yang bahagia kalu sudah beli rumah. Beberapa orang bahagia jika bisa membeli barang mewah sementara lainnya bahagia jika membeli barang murah. Ada juga yang bahagia karena mendengar ucapan I love you, i need you dan i adore you, sementara yang lainnya bahagia karena bisa cuci piring bersama. Ada yang senang setengah mati kalo tiap hari bisa bersama meskipun hanya makan tahu tempe.
Kebahagiaan bukan kebutuhan primer, sekunder atau tertier. Kebahagiaan adalah keinginan yang terpenuhi. Tapi jelas sekali orang tidak akan bahagia jika tidak makan tiga kali sehari. Yang tidak punya motor atau mobil juga tidak bisa bahagia, apalagi masih numpang di rumah mertua. Sebaliknya, orang yang bisa makan tiga kali sehari, punya mobil dan juga punya rumah belum tentu bahagia. Pendeknya terpenuhinya kebutuhan dasar manusia bukan jaminan kebahagiaan. Demikian pula keinginan yang terpenuhi.
Ketika kebutuhan jasmani kita terpenuhi kita merasa kenyang, segar dan aman. Kalau belum terpenuhi akan haus, lelah dan kelaparan. Ketika kebutuhan jiwa kita terpenuhi kita akan senang, tentram dan puas. Ketika tidak terpenuhi kita sedih, ketakutan dan bingung. Ketika kebutuhan roh kita terpenuhi kita akan merasa berarti, kehidupan ini indah dan penuh arti. Ketika tak terpenuhi kita akan merasakan kekosongan, tanpa tujuan dan luntang-luntung kesana kemari.
Dengan kata lain, kebahagiaan adalah terpenuhinya kebutuhan tubuh, jiwa dan roh. Maaf bro, anda salah lagi. Seperti di mata pasangan anda, gak tau benar, mbencekno soro. Kebutuhan yang terpenuhi bukan syarat kebahagiaan, tapi syarat untuk tetap hidup. Bisa makan sehari 3 kali tidak membuat kita bahagia, makan 6 kali sehari juga tidak akan membuat tambah bahagia. Makan 2 kali sehari juga tidak membuat kita bahagia. Kita makan untuk tetap hidup, bukan agar bahagia. Demikian pula dengan berprestasi dan beragama.
Jadi apa yang akan membuat kita bahagia ? Menikah dan punya anak ? Tidak, menikah akan memunculkan masalah baru. Punya anak adalah penderitaan tanpa ada akhirnya. Dicintai pasangan akan membuat kita bahagia ? Tidak, itu akan membuat kita manja dan tidak dewasa. Menuntut ini itu sehingga akhirnya keinginan tidak terpenuhi dan berakhir dengan ketidakbahagiaan. Mengasingkan diri untuk mengenal Tuhan akan membuat kita bahagia ? Tidak juga, karena manusia diciptakan untuk mengerjakan tugas khusus dari Tuhan. Dia ingin kita mewarnai dunia, bukan untuk melarikan diri dari dunia.
Kebahagiaan adalah pilihan dan sikap. Artinya kita memiliki kebebasan untuk bahagia atau tidak bahagia. Artinya juga kebahagiaan tidak ditentukan oleh keadaan. Bisa juga berarti kebahagiaan tidak memerlukan suatu kondisi. Dengan kata lain, kita bisa (memilih) bahagia sekalipun dalam penderitaan, dalam tekanan atau dalam permasalahan. Beberapa orang mengambil jalan pintas dengan menelan ekstasi agar bahagia. Ini sih lebih tepat disebut lari dari kenyataan.
Tetap bahagia dalam segala keadaan lebih mudah diucapkan daripada dilakukan. Mana bisa bahagia kalo perut keroncongan ? Mana bisa berpikir positif jika dianggap salah terus ? Mana bisa bahagia jika uang di dompet tinggal 10 ribu ? Lebih tidak bahagia lagi jika punya dompet tidak ada isinya, atau pegang hape yang tidak ada pulsanya. Itu masalah. Dan kabar buruknya, seumur hidup kita akan ketemu masalah.
Kabar yang lebih buruk lagi, masalahnya tambah besar seiring pertambahan usia kita. Dan dedengkotnya kabar buruk adalah datang bertubi-tubi, silih-berganti dalam waktu bersamaan.
Dengan kata lain, kita dikutuk untuk hidup menderita dan tidak bahagia. Kita ditekan oleh kebutuhan hidup dan diperbudak oleh keinginan tubuh sampai kita lupa bahwa sebenarnya kita memiliki pilihan dan kebebasan menentukan sikap. Siapa yang mengajarkan membalas kemarahan dengan kemarahan ? Siapa yang mengajarkan pembalasan harus lebih kejam daripada perbuatannya ? Siapa yang mengajarkan berpikir negatif daripada berpikir positif ? Siapa yang mengajarkan untuk meramalkan masa depan berdasarkan masa sekarang ? Siapa yang mengajarkan membela diri dengan menyalahkan orang lain ?
Dari orangtua pak ! Terus orangtua anda belajar dari siapa ? Ya dari orangtuanya juga. Terus orangtuanya orangtua anda belajar dari mana ? Ya dari orangtua - orangtua dan orangtua nya lagi. Biang kerok sebenarnya adalah reaksi alamiah kita. Anda dan saya tidak dapat melarikan diri dari sifat dasar manusia ini.
Ketika Adam mendengar langkah Tuhan, maka dia segera bersembunyi. Loh, mengapa hanya mengetahui kedatangan Tuhan saja sudah melarikan diri. Bukankah Tuhan tidak tahu apa yang telah mereka lakukan ? Bukankah hanya tiga oknum yang mengetahui apa yang baru saja mereka perbuat ? Adam, Hawa dan ular yang berkaki dan bertangan.
Adam takut sehingga melarikan diri dari Tuhan. Apa yang Adam takutkan ? Dimarahi Tuhan. Mengapa Tuhan marah ? Karena Adam telah melakukan apa yang tidak boleh dilakukan. Apa itu ? Memakan buah yang seharusnya tidak boleh dimakan. Sudah tahu gak oleh dimakan kok dilakukan ? Karena disuruh Hawa. Loh, Tuhan kan ngomong langsung ke kamu Mas Adam, bukan ke mbak Hawa. Tahu apa si Hawa ?
Dan Adam pun terdiam.... Betul juga, Tuhan memang melarang aku, muka dengan muka. Kenapa aku malah mendengarkan omongan Hawa. Bukankah aku sendiri yang mengajarkan Hawa untuk tidak menyentuh ataupun memakan buah terlarang itu ? Tapi kenapa aku lebih mempercayai sesamaku daripada mempercayai penciptaku ?
" Perempuan yang Kau ciptakan inilah yang menyuruhku memakan buah terlarang itu." ceplos Adam tiba-tiba.
Mengapa Adam menjawab demikian ? Apakah Tuhan bertanya, "Siapa yang menyuruhmu memakan buah terlarang itu ?" Tidak, Tuhan bertanya, "Kamu makan buah terlarang itu ?" Adam hanya perlu menjawab Ya atau Tidak.
Tuhan beralih ke Hawa dan bertanya, "Apa yang telah kau lakukan ?" Alih-alih menjawab Aku telah memakan buah terlarang itu dan menyuruh suamiku memakannya juga, Hawa menjawab, " Aku dibujuki ular itu untuk memakannya." Hawa menirukan Adam, suaminya.
Kenapa Tuhan tidak bertanya kepada ular, " Apa yang telah kau lakukan ?" sebagaimana Dia bertanya kepada Hawa ? Karena Tuhan sudah tahu tentang godaan ini. Lantas mengapa Tuhan mengijinkan percobaan terjadi ? Karena Dia tahu cinta sejati harus ada kebebasan untuk memilih. Cinta tanpa pilihan adalah cinta terpaksa dan cinta karena takut. Seperti burung di sangkar emas. Cinta perlu dibuktikan !
Tuhan adalah cinta sejati, tidak ada kemunafikan dalam dirinya, tidak ada kepalsuan dengan cintaNya, tidak ada kebohongan dalam perkataanNya. Tuhan bisa marah, bisa cemburu, bisa mendendam, namun itu bukan sifat aslinya. Itu ekspresi diriNya. Dia memang marah, namun akan redam dengan sendirinya. Dia bisa terbakar dendam, namun sifat pemaafNya jauh lebih kuat daripada dendamNya.
Berbeda sekali dengan manusia. Adam melanggar perintah Allah dan melarikan diri karena takut menghadapi kenyataan. Kain anaknya, mendengar suara Tuhan dan menganggapnya sambil lalu alias gak ngreken.
Ketika Tuhan bertanya, " Di mana Habel adikmu ?"
Kain menjawab, " Cari saja sendiri ? Aku bukan kacongMu yang tugasnya momong anak ! Kerjaanku banyak dul !"
Lamekh, anak Kain lebih sombong lagi, dia berkata, " Yang menyentuh Kain akan dihajar Tuhan 7 kali lebih sakit. Yang menyentuh aku akan dihajar 77 kali lebih sadis. "
Benar, cinta memang perlu dibuktikan, dan manusia benar-benar gagal dalam hal ini. Sudah ada jutaan keturunan Adam dan Hawa, sudah semakin jahat dan akan bertambah jahat lagi keturunan yang akan datang. Banyak yang memilih neraka daripada surga karena lebih mudah dilakukan dan sekarang rasanya lebih nikmat. Puas kan kalo sudah bisa membalas dendam ? Lega kan kalo sudah memarahi orang ? Bahagia kan kalo berhasil membuat musuh kita nangis-nangis minta ampun !
Tapi anda yang terbuka mata dan hatinya setelah membaca tulisan ini adalah orang-orang pilihan. Anda spesial karena didikan dan dihajar Tuhan secara langsung. Tuhan tidak pernah tertarik untuk membuat anda nyaman, Dia lebih tertarik membentuk karakter anda. Dia tidak mengharapkan persembahan anda, Dia menginginkan hati anda. Dia rela dibenci demi kebahagiaan anda.
Yup ! Kebahagiaan adalah pilihan dan sikap, bukan kebutuhan dan keinginan yang terpenuhi. Prosesnya sangat panjang dan menyakitkan namun hasil akhirnya adalah kebahagiaan dan cinta sejati yang teruji. Kita berdoa agar menjadi seperti Tuhan dalam perkataan, pikiran dan perbuatan. Nah, sekarang waktunya tiba ! Tuhan menjawab doa anda, sekarang giliran kita untuk menghadapinya.
PUSAT KEBAHAGIAAN, INTI PERMASALAHANNYA
Kita tahu bahwa kebahagiaan adalah pilihan dan sikap kita. Namun mengetahui hal ini tidak benar-benar membuat bahagia. Kita tahu sedang lapar, dan pengetahuan ini tidak semerta-merta membuat perut kenyang. Setelah makan baru bisa kenyang. Makan tahu tempe bikin kenyang, makan ayam goreng bikin kenyang dan senang. Habis makan enak terus ngeseks bikin bahagia...supeeer Pak !
Saya teringat dengan Buku 7 Habbits of Highly Effective People karangan DR. Stephen Covey. Dia menemukan ada 9 pusat kehidupan manusia. Setiap orang secara tidak sadar memilih salah satu dari 9 pusat kehidupan ini :
Pusat Kehidupan Pada Pasangan
Perkawinan dapat menjadi hubungan manusia yang paling memuaskan, paling langgeng dan menghasilkan pertumbuhan. Mungkin tampak wajar dan tepat untuk berpusat pada suami atau istri.
Akan tetapi pengalaman dan pengamatan menyampaikan kisah yang berbeda. Selama bertahun-tahun, saya telah melihat banyak perkawinan yang bermasalah, dan saya telah mengamati seuntai benang yang terjalin melalui hampir semua hubungan yang berupusat pada pasangan. Benang itu adalah ketergantungan emosional yang kuat.
Jika rasa keberartian emosional kita terutama berpusat dari perkawinan, maka kita menjadi sangat bergantung pada hubungan tersebut. Kita menjadi rentan terhadap suasana hati dan perasaaan, perilaku dan perlakuan pasangan kita atau terhadap peristiwa luar mana pun yang mungkin mengganggu hubungan. Anak yang baru lahir, mertua atau ipar, kemunduran ekonomi, keberhasilan sosial dan lainnya.
Ketika tanggungjawab meningkat dan stress datang ke dalam perkawinan, kita cenderung kembali ke pola pikir yang diberikan kepada kita ketika sedang tumbuh dewasa. Begitu pula pasangan kita. Dan masalah keuangan, disiplin anak, atau mertua muncul ke permukaan. Ketika kecenderungan yang sudah tertanam dalam ini bercampur dengan ketergantungan emosional pada perkawinan, hubungan yang berpusat pada pasangan akan menyingkapkan kerentanannya.
Jika kita bergantung pada orang yang terlibat konflik dengan kita, baik kebutuhan dan konflik pun akhirnya bercampur aduk. Reaksi benci-cinta yang berlebihan, kecenderungan lari atau melawan, penarikan diri, agresif, kepahitan, dendam dan perang dingin adalah sebagai hasil yang lazim. Ketika ini semua muncul, kita cenderung mundur kepada kecenderungan dan kebiasaan di balik layar agar dapat membenarkan dan membela perilaku kita sendiri dan menyerang pasangan kita.
Tanpa dapat dihindari, setiap kali kita menjadi terlalu rentan kita pun merasa perlu untuk melindungi diri dari luka yang lebih dalam. Jadi kita lalu mengandalkan sarkasme, humor yang mengejek, kritik atau apa saja yang akan menyembunyikan kelembutan yang ada di dalam. Masing-masing pasangan cenderung menunggu inisiatif pihak lain untuk memperlihatkan cinta, hanya untuk merasa kecewa tetapi juga mengukuhkan kebenaran tuduhan yang telah dibuat.
Hanya ada rasa aman semu dalam hubungan yang demikian, pada saat semuanya tampaknya berjalan baik. Pedoman didasari pada emosi sesaat saja. Kebijaksanaan dan daya hilang dalam interaksi negatif dari kontras ketergantungan.
Berpusat Pada Keluarga
Satu pusat lain yang lazim adalah keluarga. Ini juga mungkin terlihat wajar dan tepat. Sebagai bidang fokus dan investasi yang mendalam, keluarga memberi peluang yang sangat besar untuk hubungan yang dalam, untuk kasih, untuk kebersamaan, untuk banyak hal yang membuat hidup berharga. Akan tetapi sebagai pusat, keluarga secara ironis merusak elemen yang diperlukan untuk keberhasilan berkeluarga.
Orang yang berpusat pada keluarga mendapatkan rasa aman atau nilai pribadi mereka dari tradisi dan budaya atau reputasi keluarga. Dengan demikian, mereka menjadi rentan terhadap perubahan apa pun dalam tradisi atau budaya itu dan terhadap pengaruh apa pun yang akan mempengaruhi reputasi itu.
Orang tua yang berpusat pada keluarga tidak mempunyai kebebasan emosional, kekuatan untuk membesarkan anak-anak mereka dengan tetap mengingat kesejahteraan tertinggi yang sebenarnya.
Jika mereka mendapatkan rasa aman mereka sendiri dari keluarga, kebutuhan mereka untuk populer di mata anak-anak mungkin mengesampingkan pentingnya investasi jangka panjang dalam pertumbuhan dan perkembangan anak-anak mereka. Atau mereka mungkin berfokus pada perilaku yang tepat dan benar sesaat saja.
Perilaku apa pun yang mereka anggap tidak semestinya membuat rasa aman mereka terancam. Mereka menjadi marah, dituntun oleh emosi sesaat, bereaksi secara spontan terhadap kekuatiran langsung dan bukan pada pertumbuhan dan perkembangan jangka panjang anak. Mereka mungkin membentak atau memaki. Mereka mungkin bereaksi berlebihan dan menghukum dengan marah. Mereka cenderung mencintai anak mereka secara bersyarat, membuat mereka bergantung secara emosional atau bahkan kontra ketergantungan dan memberontak.
Berpusat Pada Uang
Satu lagi pusat yang logis dan sangat lazim bagi kehidupan adalah menghasilkan uang. Rasa aman ekonomi adalah dasar bagi peluang orang untuk berbuat banyak dalam dimensi lain yang mana pun. Pada hierarki atau kontinum kebutuhan, keselamatan fisik dan rasa aman keuangan muncul lebih dulu. Kebutuhan-kebutuhan lain bahkan belum diaktifkan sampai kebutuhan dasar ini dipenuhi, setidaknya secara minimum.
Kebanyakan dari kita menghadapi kekhawatiran ekonomi. Banyak kekuatan pada budaya yang lebih luas dapat dan bekerja berdasarkan situasi ekonomi, menimbulkan atau mengancam gangguan seperti ini membuat kita sering mengalami kekuatiran dan kecemasan yang mungkin tidak selalu timbul ke permukaan.
Pikirkan sekali lagi keempat faktor penunjang kehidupan, rasa aman, pedoman kebijaksanaan dan daya. Andaikan saya sudah memperoleh sebagian besar rasa aman saya dari pekerjaan saya atau dari penghasilan atau keuntungan bersih saya. Karena banyak faktor mempengaruhi fondasi ekonomi ini, saya menjadi cemas dan gelisah, protektif dan defensif mengenai apa saja yang akan mempengaruhi fondasi tersebut. Ketika nilai pribadi saya berasal dari keuntungan bersih saya, saya rentan terhadap apa saja yang akan mempengaruhi keuntungan bersih saya tersebut. Akan tetapi kerja dan uang saja tidaklah memberikan kebijaksanaan, pedoman dan hanya memberikan tingkat daya dan rasa aman yang terbatas. Untuk memperlihatkan keterbatasan sebuah pusat uang, yang diperlukan hanyalah sebuah krisis dalam hidup saya atau dalam kehidupan orang yang saya kasihi.
Orang yang berpusat pada uang sering mengesampingkan keluarga atau prioritas lain, dengan asumsi semua orang akan mengerti bahwa tuntutan ekonomi memang harus didahulukan. Saya kenal seorang ayah yang baru saja akan pergi bersama anak-anaknya ke pertunjukan sirkus seperti yang sudah dijanjikannya ketika tiba-tiba ada telepon yang memintanya bekerja hari itu. Ia menolak. Ketika istrinya mengusulkan barangkali ia seharusnya pergi bekerja, ia menjawab, “ Pekerjaan akan datang lagi, tetapi masa kanak-kanak tidak.” Seumur hidup mereka, anak-anaknya ingat akan tindakan kecil penetapan prioritas ini, tidak hanya sebagai pelajaran bagi pikiran mereka, tetapi juga sebagai ekspresi kasih dalam hati mereka.
Berpusat Pada Kerja
Orang yang berpusat pada kerja mungkin menjadi “pecandu kerja.” Mendorong diri mereka untuk berproduksi dengan mengorbankan kesehatan, hubungan dan bidang-bidang penting lain dari kehidupan mereka. Identitas dasar mereka berasal dari pekerjaan mereka. “Saya dokter”, “ Saya penulis” atau “Saya aktor”
Karena identitas mereka dan nilai diri mereka terbungkus dalam pekerjaan mereka, rasa aman mereka rentan terhadap apa saja yang terjadi yang menghambat mereka melanjutkan kerja. Pedoman mereka merupakan fungsi tuntutan kerja. Kebijaksanaan dan daya mereka muncul dalam bidang-bidang terbatas pekerjaan mereka, membuat mereka tidak efektif pada bidang-bidang lain kehidupan.
Berpusat Pada Harta
Satu kekuatan penggerak dari banyak orang adalah harta. Tidak hanya harta berwujud seperti busana, mode mutakhir, rumah, mobil, kapal dan perhiasan. Tetapi juga harta tak berwujud seperti ketenaran, kemashuran atau menonjol secara sosial. Kebanyakan dari kita sadar, melalui pengalaman kita sendiri, betapa cacatnya pusat seperti ini, hanya karena pusat ini dapat lenyap seketika dan dipengaruhi oleh begitu banyak kekuatan.
Tapi kenapa tetap dikejar juga ? "
Jika rasa aman saya terletak pada reputasi saya atau pada benda-benda yang saya miliki, kehidupan saya akan terus berada dalam keadaan terancam dan bahaya karena harta ini mungkin saja hilang atau tercuri atau turun nilainya. Jika saya berdekatan dengan orang yang lebih kaya atau lebih mashur atau lebih tinggi statusnya, saya merasa minder. Jika saya berdekatan dengan orang yang lebih miskin atau kalah mashur atau lebih rendah statusnya, saya merasa superior.
Nilai diri saya terus berfluktuasi. Saya tidak memiliki perasaan diri yang tetap dan mapan. Saya terus berusaha melidungi dan mengasuransikan aset, harta, saham, jabatan atau reputasi saya. Kita semua pernah mendengar kisah-kisah tentang orang yang melakukan bunuh diri sesudah kehilangan kekayaan mereka karena turunnya harga saham secara drastis atau lenyapnya kemashuran mereka karena perubahan politik.
Berpusat Pada Kesenangan
Pusat lain yang lazim, yang berkaitan erat dengan harta adalah kesenangan dan kenikmatan. Kita hidup di dunia dimana kepuasan instan tersedia dan dianjurkan. Televisi dan film berpengaruh besar dalam meningkatkan harapan orang. Televisi dan film menggambarkan dengan jelas apa yang orang lain miliki dan dapat lakukan dalam menjalani kehidupan yang mudah dan menyenangkan.
Namun, walaupun kemilau gaya hidup yang berpusat pada kesenangan digambarkan secara jelas, hasil wajar dari gaya hidup seperti ini, dampaknya pada batin seseorang, pada produktivitas, pada hubungan jarang terlihat secara akurat.
Kesenangan yang tidak merusak dan dilakukan sewajarnya dapat memberikan relaksasi untuk tubuh dan pikiran dan membantu berkembangnya hubungan keluarga dan hubungan lain. Namun kesenangan saja tidak memberikan kepuasan yang dalam dan langgeng atau perasaan penuh. Orang yang berpusat pada kesenangan terlalu cepat bosan pada tiap tingkat “kesenangan” yang berturut-turut, terus-menerus meminta lebih banyak lagi. Jadi kesenangan baru berikutnya harus lebih besar dan lebih baik, lebih menggairahkan, dengan “daya memabukkan” yang lebih besar. Orang dalam keadaan ini menjadi hampir sepenuhnya narsistik, menafsirkan hidup sesuai dengan kesenangan yang diberikan pada dirinya sekarang juga.
Terlalu banyak liburan yang berlangsung terlalu lama, terlalu banyak film, terlalu banyak menonton TV, terlalu banyak bermain video game, terlalu banyak waktu senggang, tanpa disiplin dimana orang terus menerus mengambil jalan yang paling sedikit tantangannya sebenarnya secara berangsur-angsur memboroskan hidupnya. Hal ini memperlihatkan bagaimana kapasitas seseorang tetap kerdil, bakat tetap tidak berkembang, pikiran dan semangat menjadi lesu dan hati tidak puas. Dimanakah rasa aman, pedoman, kebijaksanaan dan daya berada ? Pada sisi bawah kontinum, pada kesenangan sesaat yang cepat berlalu.
Berpusat Pada Teman atau Musuh
Orang muda khususnya, walaupun tentu saja tidak melulu mereka, mudah sekali berpusat pada teman. Penerimaan dan perasaan menjadi bagian suatu kelompok sebaya dapat menjadi hal yang nyaris paling penting. Cermin sosial yang terdistorsi dan selalu berubah menjadi sumber untuk keempat faktor penunjang kehidupan, menciptakan tingkat ketergantungan yang tinggi pada suasana hati, perasaan, sikap dan perilaku orang lain yang selalu berfluktuasi.
Pemusatan pada teman juga dapat berfokus semata pada satu orang mengambil sebagian dari dimensi perkawinan. Ketergantungan emosional pada satu individu, spiral kebutuhan atau konfik yang meningkat dan interaksi negatif yang dihasilkan dapat tumbuh dari pemusatan pada teman.
Dan bagaimana dengan menempatkan musuh pada pusat kehidupan seseorang ? Kebanyakan orang tidak akan pernah berpikir tentang hal ini dan mungkin tidak seorangpun pernah melakukannya dengan sadar. Meskipun begitu, pemusatan pada musuh sangat lazim terjadi, khususnya jika ada interaksi yang kerap antara orang-orang yang mengalami konflik riil.
Salah seorang teman saya yang mengajar di universitas menjadi sangat putus asa karena kelemahan seorang administrator yang memiliki hubungan buruk dengannya. Ia membiarkan dirinya berpikir terus menerus tentang orang itu sampai akhirnya hal ini menjadi obsesi. Persoalan ini begitu memenuhi benaknya hingga mempengaruhi kualitas hubungannya dengan keluarga, gereja dan rekan sekerjanya. Ia akhirnya tiba pada kesimpulan bahwa ia harus meninggalkan universitas tersebut dan menerima tawaran untuk mengajar di tempat lain.
Banyak pasangan suami istri yang bercerai masuk ke dalam pola serupa. Mereka masih dipengaruhi kemarahan, kepahitan dan pembenaran diri dalam hubungannya dengan mantan pasangan mereka. Dalam pengertian negatif, secara psikologi mereka masih menikah. Mereka masing-masing membutuhkan kelemahan mantan pasangan untuk membenarkan tuduhan mereka.
Banyak anak yang lebih besar menjalani hidup, entah secara sembunyi-sembunyi atau secara terbuka dengan membenci orangtua mereka. Mereka menyalahkan orangtua karena kekerasan masa lalu, pengabaian atau favoritisme dan mereka memusatkan kehidupan dewasa mereka pada kebencian itu.
Individu yang berpusat pada teman atau musuh tidak memiliki rasa aman intrinsik. Nilai diri mudah berubah, dan menjadi fungsi keadaan emosional atau perilaku orang lain. Pedomannya berasal dari persepsi orang yang bersangkutan terhadap bagaimana yang lain memberi respon.
Kebijaksanaannya terbatas pada lensa sosial atau oleh paranoia yang berpusat pada musuh. Individu ini tidak mempunyai daya, orang lain yang mengendalikannya.
Berpusat pada Agama
Saya percaya bahwa hampir semua orang yang terlibat serius di pelayanan agama mana pun akan menyadari bahwa kedatangan ke tempat ibadah tidak sinonim dengan spiritualitas pribadi. Ada sebagian yang menjadi begitu sibuk dengan ibadah dan proyek sehingga menjadi tidak peka terhadap kebutuhan manusia mendesak yang ada di sekeliling mereka dan justru bertentangan dengan ajaran yang mereka percayai secara mendalam. Ada sebagian lain yang lebih jarang datang ke tempat ibadah atau tidak sama sekali, tetapi yang sikap dan perilakunya mencerminkan pemusatan yang lebih tulus dalam prinsip-prinsip etika agama yang mendasar.
Setelah berpartisipasi pada organisasi agama dan kelompok pelayanan masyarakat, saya merasakan bahwa datang ke tempat ibadah tidak berarti menjalankan prinsip-prinsip yang diajarkan di sana. Anda dapat aktif melayani, tetapi tidak aktif dalam menjalakan ajarannya.
Pada kehidupan yang berpusat pada agama, citra atau penampilan dapat menjadi pertimbangan yang dominan, yang menyebabkan kemunafikan yang merusak rasa aman pribadi dan integritas. Pedomannya datang dari suara hati sosial dan orang yang berpusat pada gereja cenderung melabelkan orang lain secara artifisial dengan istilah “aktif”, “tidak aktif”, “kharismatik”, “ortodok: atau “konservatif”.
Karena agama adalah organisasi formal yang terdiri atas kebijaksanaan, program, praktek dan orang. Maka agama tidak dapat dengan sendirinya memberi seseorang rasa aman yang mendalam, permanen atau nilai diri yang intrinsik. Menjalakan prinsip-prinsip yang diajarkan oleh agama dapat menciptakan hal-hal ini, tetapi organisasinya sendiri tidak bisa.
Agama juga tidak dapat memberi seseorang arti pedoman yang konstan. Orang yang berpusat pada agama seringkali cenderung hidupnya pada ruang terpisah, bertindak dan berpikir dengan cara tertentu pada hari ibadah dan dengan cara yang sama sekali berbeda pada hari kerja. Tidak adanya keutuhan, kesatuan atau integritas seperti ini merupakan ancaman lebih jauh bagi rasa aman sehingga ia menciptakan kebutuhan label dan pembenaran diri yang semakin meningkat.
Melihat agama sebagai suatu tujuan dan bukan sebagai sarana mencapai tujuan akan merusak kebijaksanaan dan keseimbangan orang tersebut. Walaupun agama megklaim mengajarkan orang tentang sumber kekuatan, agama tidak mengklaim sebagai kekuatan itu sendiri. Agama mengklaim sebagai satu wahana yang melaluinya kekuasaan ilahi dapat disalurkan kepada manusia.
Berpusat Pada Diri Sendiri
Barangkali pusat kehidupan yang paling lazim sekarang ini adalah diri sendiri. Bentuk yang paling jelas adalah ke-egois-an yang melanggar nilai-nilai dari kebanyakan orang. Akan tetapi jika kita melihat lebih dekat pada banyak pendekatan populer terhadap pertumbuhan dan pemuasan diri, kita sering mendapatkan pemusatan pada diri sendiri sebagai inti pendekatan-pendekatan tersebut.
Hanya ada sedikit rasa aman, prinsip hidup, kebijaksanaan dan kemauan pada pusat diri yang terbatas. Seperti laut mati di Israel, pusat ini menerima tetapi tidak pernah memberi. Pusat kehidupan pada diri sendiri mandek.
Sebaliknya, tindakan menaruh perhatian pada pengembangan diri pada perspektif yang lebih besar dalam meningkatkan kemampuan seseorang untuk melayani, untuk menghasilkan, untuk menyumbang dengan cara-cara yang berarti, akan memberikan kontkes bagi peningkatan dramatis dalam keempat faktor penunjang kehidupan.
--------------
Inilah beberapa dari pusat-pusat kehidupan yang lazim yang darinya orang menjalani hidupnya. Acap kali jauh lebih mudah untuk mengenali pusat pada kehidupan orang lain daripada melihatnya pada diri sendiri. Anda mungkin mengenal seseorang yang mendahulukan usaha menghasilkan uang di atas segalanya. Anda mungkin mengenal seseorang yang energinya dicurahkan untuk membenarkan posisinya pada hubungan yang negatif tanpa henti. Jika anda memperhatikan, anda acapkali dapat melihat melampaui perilaku kepada pusat yang menghasilkan perlilaku tersebut.
Sayang sekali ke-sembilan pusat kehidupan ini terus-menerus berubah. Akibatnya kebahagiaan kita pun naik-turun. Artinya kita tidak benar-benar bahagia. Kebahagiaan kita ditentukan oleh keadaan dan rangsangan dari luar. Ini bukan pilihan yang benar meskipun sudah selangkah menuju sikap yang benar.
Pusat kehidupan dan kebahagiaan yang benar seharusnya di dasarkan pada sesuatu yang tetap dan konsisten. Kita tidak bisa mendasarkan pusat kehidupan kita " pada perubahan" sekalipun perubahan adalah satu-satunya hal yang tetap di dunia. Perubahan tidak memberikan kepastian, karena itulah tidak memberikan kebahagiaan.
Kita juga tidak bisa mendasarkan pusat kehidupan pada kebenaran. Sekalipun kebenaran selalu konsisten dan pasti, namun kebenaran lebih bersifat subyektif daripada obyektif. Apa yang kita yakini benar, belum tentu dianggap benar juga oleh orang lain. Tanyakan istri anda, pendapat siapa yang paling benar ? Ha...ha...ha.... Tanyakan juga pada mertua anda, siapa yang salah ? Anda atau anaknya ?
Artinya kita harus membuang apa yang telah kita ketahui. Kita harus merubah pola pikir kita. Kita harus mengisi akal budi kita dengan sesuatu yang baru, yang bukan dari dunia ini. Apa itu ? Saya menyebutnya dengan istilah iman. Bagaimana caranya ? Sederhana sekali, bahkan terlalu mudah dilakukan sehingga kita anggap tidak mungkin bisa. Cukup dengan percaya bahwa Tuhan itu ada, Tuhan itulah yang mengatur kehidupan kita dan apa yang sedang terjadi saat ini adalah rencanaNya.
Masakah hal buruk yang saya alami saat ini rencana Tuhan ? Mana mungkin Tuhan merencanakan penderitaan untuk manusia ? Bukankah Tuhan itu maha baik, maha adil dan maha kuasa ? Tetapi hidup saya jauh dari kebaikan, jauh dari keadilan dan Dia tidak melakukan apapun sekalipun maha kuasa.
Ya, benar ! Karena itulah anda harus percaya bahwa penderitaan ini akan berakhir. Ketidakadilan yang sekarang ini hanyalah sementara. Ketidakbahagiaan saat ini hanyalah satu fase kehidupan. Akan ada fase kebahagiaan juga, ada fase kekurangan dan juga ada fase kelimpahan. Karena itulah anda harus melihat dari gambaran besarnya, dari sudut pandang Tuhan.
Dia kasih yang sejati. Kasih itu sabar, murah hati, lemah lembut, adil dan juga mendidik. Kasih mudah diucapkan namun sulit dilakukan. Kasih itu sifat, bukan datang begitu saja. Kasih harus dipelajari dan dibuktikan. Dan Tuhan lebih tertarik mengajari anda mengasihi daripada membuat hidup anda nyaman. Itulah jawaban atas pertanyaan, "Mengapa saya harus mengalami masalah ini ?"
CARA MEMBAHAGIAKAN DIRI SENDIRI
Lebih berbahagia memberi daripada menerima. Atau anda lebih percaya kebalikannya, menerima hadiah lebih memberi kebahagiaan daripada memberikan hadiah ?
Yang paling membahagiakan adalah saling mengasihi. Namun tidak pernah ada cinta seperti ini tanpa melalui proses panjang yang menyakitkan. Selalu ada halangan untuk mendapatkan kebahagiaan bersama. Yang satu pengertian, pasangannya sak karepe dewe. Yang satu sabar, lainnya penuntut. Yang satu mengalah, lainnya mau menang sendiri. Atau keduanya saling mengasihi, namun tinggal di rumah mertua yang jahat.
Kenyataan yang ada sekarang ini adalah orang baiknya, sedangkan pasangan anda penjahatnya. Kenapa saya bisa begitu yakin ? Karena orang jahat tidak pernah merasa dirinya jahat. Orang jahat selalu merasa dirinya benar, pasangannya yang salah. Karena dia tidak merasa salah, maka tidak perlu browsing di internet untuk menyelesaikan masalah rumah tangganya.
Sedangkan orang baik yang selalu intropeksi diri sendiri maka anda browsing untuk mencari solusi masalah pernikahan anda. Anda mencari penyebabnya dan menganalisa permasalahannya.
Anda orang baik, jadi berbahagialah karena karakter istimewa ini. Anda memiliki teman yang baik juga, anda memiliki pekerjaan yang baik juga, anda memiliki anak yang baik, anda memiliki orangtua yang baik dan anda memiliki hati yang baik pula. Tuhan mencintai orang baik seperti anda. Khotbah pertama Yesus di bumi ditujukan untuk orang-orang baik yang menderita.
Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.
Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi.
Berbahagialah orang yang lapar dan haus akan kebenaran, karena mereka akan dipuaskan.
Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan.
Berbahagialah orang yang suci hatinya, karena mereka akan melihat Allah.
Berbahagialah orang yang membawa damai, karena mereka akan disebut anak-anak Allah.
Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga.
Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat.
Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu
Perbuatan baik akan mendapatkan pahala ! Jika tidak datang dari manusia, maka Tuhan sendiri yang akan membalas perbuatan baik yang telah anda lakukan. Intinya Tuhan tahu apa yang sedang terjadi, Dia melihat, mendengar, merasakan dan mengerti. Tuhan peduli !
Tidak salah meninggalkan rumah sejenak untuk mencari angin segar. Tidak salah menitipkan anak ke orangtua anda untuk sementara waktu. Tidak salah juga menyenangkan diri selama beberapa hari. Orang baik memiliki batas kesabaran dan kemampuan. Ketika melewati limitnya maka semua orang perlu berhenti untuk beristirahat. Tinggalkan dan lupakan ! Singkirkan perasaan bersalah, buang kekuatiran yang muncul. Tuhan mengijinkan hal buruk terjadi dalam hidup anda, namun tanganNya siap menahan anda dari kejatuhan. Semuanya dalam kendali Tuhan.
Saya paling kuatir dengan anak ketika melarikan diri dari tekanan masalah kehidupan. Namun saya tidak memiliki pilihan yang lebih baik daripada melarikan diri ini. Tenaga saya telah habis, emosi saya tidak stabil, pikiran saya dipenuhi hal-hal negatif. Jika saya paksakan maka yang akan keluar dari mulut saya adalah perkataan kasar yang malah membuat keadaan bertambah buruk. Anak yang tidak mengerti apa-apa menjadi sasaran kemarahan saya. Namanya anak-anak ya selalu ingin tahu dan ngalem pada orangtuanya. Itulah perilaku anak yang normal dan sehat.
Jadi saya mengeraskan tekad dengan dua pemikiran ini. Pertama, anak adalah anugerah Tuhan. Dia memberi saya anak, Dialah yang mencukupi kebutuhannya dan Dialah yang akan menjaga anak saya. Mengapa saya lebih mempercayai suster daripada Tuhan ?
Anak saya membutuhkan diri saya untuk besok, lusa dan selamanya. Beban dan tanggung jawab saya besar. Saya harus tetap semangat, tetapi optimis dan tetap sehat. Saya perlu waktu untuk mengistirahatkan tubuh, jiwa dan roh. Lebih baik membiarkan anak menangis sehari daripada memarahi anak seminggu karena saya terlalu lelah.
Percayalah, tidak ada orang yang mampu berpikir jernih, bersikap tenang dan mengambil keputusan yang tepat ketika sedang kelelahan. Keputusan yang salah akan memperburuk masalah, memperuncing perselisihan dan akhirnya mememperlebar jurang komunikasi suami istri.
Sayangnya banyak pasangan terjebak dalam lingkaran kelelahan ini. Mereka tidak mau mengakui bahwa ada beberapa masalah yang tidak bisa diselesaikan saat itu juga. Jika memang belum ada solusinya ya jangan dipaksakan harus selesai. Biarkan saja untuk sementara waktu, nanti pasti akan ketemu jalan keluarnya. Dengan cara ini, hidup akan lebih menyenangkan dan kita bisa sedikit bahagia, walaupun sedang dalam masalah.
Memang benar masalah besar dikecilkan, dan masalah kecil dihilangkan. Cara ini bisa efektif jika anggota tim sama-sama berkepala dingin. Dalam kasus rumah tangga, si pria menggunakan logikanya, sedangkan si wanita menggunakan perasaannya. Mana mungkin bisa sepaham ? Jika dipaksakan hasilnya adalah "Masalah kecil dibesarkan dan masa lalu diungkit kembali."
Rumah tangga bukan tempat kerja. Rumah tangga 10 kali lebih rumit daripada pekerjaan.
Cara membahagiakan diri yang benar-benar mujarab adalah hidup untuk hari ini.Gak usah mikir besok makan apa, gak usah mikir besok bayar utang pakai duit siapa dan juga gak usah mikir besok aku jadi kayak apa ? Jangan berpikir tentang masa depan jika anda masih belum bisa berpikir positif ataupun bersikap optimis. Semuanya membutuhkan waktu dan semua masalah pasti selesai. Jika tidak sanggup menyerang, maka bertahanlah. Jika tidak sanggup bertahan, melarikan diri saja. Jika tertangkap, menyerahlah.
Rumah tangga itu rumit, kalo sederhana itu namanya rumah makan. Rumah tangga bukan soal menang atau kalah, tetapi kebahagiaan. Pemenang belum tentu bahagia, yang kalah juga tidak harus menderita. Yang sebenarnya kita butuhkan adalah rasa nyaman.
Hanya dengan menjadi diri sendiri kita mendapatkan rasa nyaman yang sejati. Hanya dengan melakukan apa yang kita sukai rasa nyaman itu muncul. Hanya dengan diterima apa adanya kita merasa nyaman.
Rasa nyaman tidak membutuhkan persetujuan pasangan kita. Rasa nyaman muncul dari perdamaian dengan diri sendiri.
Mengapa saya harus mengalami masalah keluarga ini ? Apa dosa saya sehingga harus menderita ? Mengapa saya harus mencintai orang yang tidak mencintai saya ? Mengapa hanya saya saja yang harus berkorban ? Mengapa saya harus mempertahankan pernikahan ini ? Mengapa anak saya tidak bisa menciptakan keluarga yang sakinah bagi anak saya ?
Itu juga pertanyaan yang terus-menerus saya ajukan dan tidak pernah mendapatkan jawaban yang memuaskan. Saya sebenarnya tidak butuh jawaban, saya butuh rasa nyaman ! Mata saya terbuka, dan semenjak itu saya tidak lagi bertanya mengapa. Saya terima kehidupan ini, namun saya tahu bahwa keadaan sekarang ini bukan akhirnya. Saya hanya setengah perjalanan menuju hidup yang bahagia.
Tantangan terberat kebahagiaan adalah kekuatiran atau ketakutan atau segala perasaan sejenisnya. Contohnya adalah pemikiran bahwa pasangan saya tidak akan bisa berubah. Atau pemikiran bahwa sudah menjadi nasib saya menderita seperti ini. Atau pemikiran bahwa anak saya akan menjadi rusak karena memiliki keluarga yang rusak pula. Faktanya adalah kita bisa memilih berpikir positif atau negatif.
Khawatir adalah ketakutan yang belum terjadi. Mengapa kita takut dengan sesuatu yang belum (tentu) terjadi ? Karena kita memiliki akal budi yang bisa memperkirakan kejadian yang akan datang. Kita menggunakan angka untuk menilai keakuratan ramalan. Peluangnya 90%, atau 80%, atau 50%.
Dari pengalaman masa lalu, kita menjadi yakin akan kekuatiran ini. " Pasangan saya tidak mungkin berubah ! Saya sudah mencoba segala cara, berulang-ulang, bertahun-tahun dan tidak ada hasilnya. Sudah nasib saya menikah dengan orang seperti ini. " kata anda.
Seberapa persen anda yakin ? 100% atau 90% ? Kecuali ada mukjizat ya mungkin saja bisa berubah. Tapi kecil sekali kemungkinannya pak !
Betul itu ! Anda tidak akan bahagia karena kuatir dengan masa depan. Anda begitu yakin, iman anda lebih besar dari biji sesawi. Bahkan Tuhan pun bingung, bagaimana mungkin anda bisa memiliki iman negatif sebesar ini ? Dia tidak mampu melakukan mukjizat karena anda tidak percaya dengan mujijat. Padahal Tuhan bekerja karena iman saja. Bahkan secara ekstrim, segala sesuatu yang tidak disertai iman, tidak berkenan di hadapan Allah. Dan tidak berkenan berarti dosa. Dihadapan Tuhan hanya ada dua pilihan saja. Surga atau neraka, hitam atau putih, berkat atau kutuk, dosa atau kudus, percaya atau tidak.
Saya percaya dengan neraka, tetapi saya tidak percaya Tuhan yang menciptakan neraka. Tuhan maha pengasih dan penyayang, membayangkan neraka pun Dia tidak sanggup. Sekarang saya tantangan anda ! Bayangkan wajah anak anda. Bayangkan diri anda mengikat kaki dan tangan anak anda. Sekarang tampar anak anda berkali-kali ! Jangan berhenti ! Jika tidak kuat, tutup mata anda dan tetap tampar mukanya. Atau kalo sudah tidak mampu, anda panggil saya untuk menampar anak anda dengan syarat anda harus melihat saya menamparnya.
Nah, sekarang ganti dengan wajah pasangan anda.... Ha...ha...ha....
Tidak kuatir dengan tidak berpikir itu berbeda. Kita harus tetap berpikir untuk menyelamatkan pernikahan kita. Tidak berpikir berarti tidak ngurusi. Dan itu salah ! Tetapi bukan berarti harus dipikirkan sampai beres. Anda tidak realistis ! Tidak mungkin dua orang memiliki cara berpikir yang sama. Anda dan pasangan anda jelas berbeda. Tidak mungkin menyamakan segala sesuatunya. Yang masuk akal adalah menyelaraskan. Bukan konsensus, tetapi konsolidasi. Bukan persetujuan tetapi pemahaman segala sesuatunya.
Dan kehidupan terus berkembang, dari single ke married. Dari married ke parents. Dari parents ke grandparents. Karena itulah kita akan bertemu dengan masalah ketidakcocokan seumur hidup kita. Pengenalan kita semakin dalam, pemahamannya terus berubah. Dan yang lebih menyulitkan adalah kita dan dia juga sama-sama berubah. Konsensus harus disesuaikan lagi ! Pendeknya, jauh lebih banyak masalah yang mengambang daripada masalah yang terselesaikan.
Sama halnya dengan berpikir positif dan iman Itu berbeda. Iman mengakui adanya masalah, namun percaya bahwa masalah ini akan berakhir bahagia. Jika masih menderita, berarti filmnya belum selesai. Jika lakon-nya belum menang maka ada seri berikutnya. Tanpa iman, anda tidak mungkin mampu memiliki kegigihan seperti ini.
Saya sangat yakin dengan anda. Keyakinan saya adalah masalah rumah tangga pernikahan anda akan berakhir bahagia.
Karena anda sudah melatih diri anda sedemikian rupa sehingga memiliki iman yang sangat kuat. Gak percaya ? Jawab dua pertanyaan saya, " Seberapa yakin pasangan anda berubah ? " Berikutnya, " Seberapa yakin masa depan anda akan penuh derita ?"
Lihat ! Betapa besar iman negatif anda. Inilah cikal bakal kekuatan anda. Yang perlu anda lakukan hanyalah merubah iman negatif tadi menjadi iman positif. Merubah pemikiran pesimis menjadi optimis. Merubah pengharapan yang tak berdasar ke penyerahan diri ke Tuhan. Membuang kekuatiran dan mengisi dengan Firman Tuhan.
Anda sendiri yang menciptakan neraka. Tuhan mau menolong, tetapi anda tidak percaya keberadaan Tuhan. Anda lebih percaya dengan mata kepala anda sendiri, lebih percaya dengan yang dapat dilihat, dipegang dan dirasakan. Padahal pengetahuan kita terbatas. Apa yang kita ketahui itulah yang kita anggap sebagai kebenaran. Sedangkan yang tidak kita ketahui kita anggap sebagai kebohongan atau imajinasi.
Tuhan tidak dapat dilihat, dirasakan dan diraba. Karena itu Tuhan tidak ada. Demikian pula dengan Gliese-581c, yang hanya bisa kita lihat di Youtube saja. Sebuah planet berjarak 20 tahun cahaya yang memiliki iklim seperti bumi. Kita berkata tidak ada kehidupan di luar bumi, namun kita tidak tahu pasti apakah memang benar-benar tidak ada alien.
Kemampuan kita terbatas dibandingkan keajaiban alam semesta ini. Seberapa luas angkasa itu ? Seberapa dalam lautan itu ? Kehidupan dasar laut itu seperti apa ? Bagaimana cara kerja tubuh kita ? Mengapa penyakit HIV/AIDS tidak bisa disembuhkan ?
Kita tidak bisa menjawab pertanyaan ini, namun bukan berarti tidak ada kehidupan di dasar laut. Juga bukan berarti tidak ada kehidupan di luar angkasa. Kita bertanya dan Tuhan tidak menjawab, bukan berarti tidak ada Tuhan. Lagipula, darimana asal kehidupan ini ?
Apa sih sulitnya percaya kita layak mendapat kebahagiaan pernikahan ? Kita tidak perlu mengangkat beban 100 ton untuk mendapatkan kepercayaan. Kita tidak perlu berlari 1.000 km untuk membuat keputusan. Kita juga tidak perlu berpuasa 10.000 hari untuk mendapatkan kebahagiaan. Yang perlu kita lakukan hanyalah 1 tindakan. Membuang kekuatiran saja.Terlalu sulit ?
Hiduplah hari ini seakan-akan besok akan mati. Otomatis anda tidak akan kuatir dengan masa depan. Ada dua hal yang pasti muncul dalam pikiran anda. Menikmati sisa hidup ini dan menulis surat wasiat.
Pernah nonton film The Bucket List ? Ini film drama dengan tema kematian. Dua orang asing ketemu di rumah sakit, dan keduanya sama-sama divonis mati beberapa bulan lagi. Mereka harus memilih hal terpenting diantara hal-hal penting. Tontonlah film ini untuk memahami arti penyesalan dan kebahagiaan.
Nah, yang menarik dari kematian adalah membereskan masa lalu. Saya dan anda bukan orang sempurna. Kita menginjak-injak orang lain dan juga diinjak-injak sekaligus. Kita bersalah dan juga disalahi. Namun kita tidak mudah memaafkan atau melupakan kesalahan orang lain. Terutama mereka yang memiliki hubungan emosional. Semakin dekat hubungan ini, semakin sulit dilupakan. Salah satunya adalah pasangan kita.
Untuk mendapatkan kebahagiaan yang sejati, maka kita harus bersedia melupakan masa lalu. Namun ini tidak mudah karena kita harus melupakan bentakan kasarnya, melupakan tamparannya, tendangan mautnya ataupun perselingkuhannya. Demikian juga harus merelakan pengorbanan kita, pekerjaan yang kita tinggalkan demi keluarga dan seluruh harta benda yang kita kumpulkan dengan susah payah.
Sanggupkah melupakan semua ini ? Anda habis-habisan demi keluarga, hasilnya minus. Tabungan habis berganti hutang, tawa berganti tangisan, badan mekar gak karu-karuan dan status berubah dari single ke married. Hancur berantakan masa depan ini. Dan Pak Wapan minta saya melupakan semua ini ? Gampang sekali nek ngomong ! Coba anda sendiri dibegitukan ! Sanggup tidak mengampuni ?
Saya bukan pengangguran, pekerjaan saya banyak. Klien saya minta di-update websitenya, mereka sudah bersabar selama berbulan-bulan. Dan sampai sekarang pun belum bisa saya update. Meskipun mertua tinggal di rumah saya, mereka sudah tidak pernah menyediakan masakan untuk saya. Saya beli makanan sendiri, beli beras sendiri, masak sayur sendiri biar ngirit. Bahkan saya masih harus membelikan popok dan susu untuk anak saya.
Pasangan saya yang seharusnya mengurusi rumah tangga malah cuek saja. Saya makan atau gak makan tidak pernah diurus. Kayak tidur dek hotel, pulang kerja, mandi, makan, tidur dan besok bangun pagi, kasih makan anak terus berangkat kerja. Loh... saya yang kepala rumah tangga sekarang jadi pembantu rumah tangga.
Saya loh berani mengawini, jelas juga berani mencerai. Kok ya gak mikir ! Peran istri gak becus, jadi mama juga gak becus, peran ibu rumah tangga juga gak becus. Justru kalo dipertahankan itu banyak ruginya. Dipecat lebih menguntungkan, lebih banyak untungnya buat saya. Mendingan saya cari perempuan lagi yang mau diatur, toh saya laki-laki, duda anak satu pun masih bisa laku.
Nah, sanggup kah saya melupakan dan memaafkan perbuatan tidak menyenangkan ini ? Jawabannya jelas saya tidak mau. Enak saja dimaafkan. Tak bales dulu biar tau rasa !
Namun pemikiran ini tidak pernah keluar dari mulut saya, justru sebaliknya, apa yang keluar dari mulut saya adalah ucapan yang menenangkan, mendamaikan dan memaafkan. Rasanya otak dan tindakan saya tidak sinkron lagi. Hati memang panas, ketika dia marah saya malah tenang. Saya berpikiran untuk marah juga tetapi tidak bisa diwujudkan dalam tindakan. Seakan-akan ada kekuatan yang menahan saya.
Saya yakin itulah anugerah Tuhan. Dan anugerah ini tidak bisa saya rasakan ataupun saya atur kapan munculnya. Namun ketika dibutuhkan, anugerah ini datang dengan sendirinya. Mengapa bisa seperti ini ? Apa yang telah saya lakukan ?
Saya hanya teringat dengan keputusan yang saya buat beberapa bulan lalu, bisa jadi ini juga doa yang saya panjatkan,
" Tuhan, aku sudah tidak sanggup lagi berjuang untuk pernikahan ini. Arek'e gak mau diatur ! Aku tahu dia adalah jodoh dariMu, tapi kok seperti ini ?
Aku tahu
Tuhan gak mungkin salah, jadi dia ini tulang rusukku. Tak terima ! Aku sudah tidak tahu harus melakukan apa lagi, jadi sekarang rumah tangga ini saya kembalikan. Silahkan diatur, silahkan dihajar ! Amin "
Bahkan sampai sekarang pun saya masih memutuskan untuk tidak memaafkan pasangan saya. Namun tidak sekeras dulu. Moga-moga saja saya sanggup mengampuni. Moga-moga saja Tuhan membuka hati dan pikiran saya tentang pentingnya pengampunan ini.
Saya tidak meminta anda untuk bisa se-segera mungkin melupakan masa lalu kelam yang anda alami. Saya tahu itu tidak mudah. Saya hanya minta agar anda tidak merusak diri sendiri karena terikat dengan masa lalu. Jika memang menyakitkan, mengapa harus diingat kembali ? Jika memang tidak membawa manfaat, mengapa harus mengasihani diri sendiri ?
Mengapa tidak mengalihkan energi negatif ini ke kegiatan positif ? Silahkan menangisi penderitaan anda, tapi beri target. Ya...Saya mau mengasihani diri selama 3 bulan. Kalo kurang puas tambah 1 bulan lagi. Silahkan, yang penting harus ada deadline. Setelah itu cari kegiatan yang baru. Atau lakukan kegiatan yang sama dengan cara yang baru. Atau tambahan semangat baru pada rutinitas sehari-hari.
Target anda adalah melupakan karena itu satu-satunya yang bisa anda lakukan. Soal memaafkan itu tugasnya Tuhan.
KESIMPULAN
Kebahagiaan sejati terdiri dari tiga dimensi waktu, yaitu masa kini, masa depan dan masa lalu. Hiduplah untuk hari ini, jangan kuatir dengan masa depan dan lupakan kesalahan masa lalu.
Rahasia merubah orang lain adalah merubah diri sendiri karena orang mau berubah setelah melihat keteladanan. Kata-kata hanya masuk ke telinga dan naik ke kepala, tetapi perbuatan masuk ke mata dan turun ke hati. Karena hati adalah pusat kehidupan maka perubahan yang terjadi akan mendasar dan berasal dari keinginan sendiri.
Jadi anda harus bahagia lebih dulu karena kebahagiaan ini menular. Sama halnya dengan kebencian. Semakin benci dengan pasangan anda, maka semakin benci dia kepada anda. Sebaliknya semakin ditekan, semakin bahagia hati anda. Yang menjahati bingung, bertanya-tanya dan akhirnya bertobat ! Dan akhirnya kita hidup bahagia sampai selama-lamanya... .
- Lima bahasa kasih, solusi hubungan suami-istri
- Memulai komunikasi setelah menyelesaikan persepsi
Share this content