MENJADI AYAH IDAMAN, YANG BAIK DAN HEBATSeri Hati Bapa

Ada mantan istri tapi tidak ada mantan anak. Anak akan selamanya menjadi anak. Kalau mereka sukses kita akan bahagia kalau mereka tidak berhasil maka kita kena dampaknya. Kesalahan anak adalah kesalahan orang tua, anak tidak bisa disalahkan. Karena itu didiklah anak kita sendiri dengan benar. Melalui artikel ini saya akan membagikan pengalaman mendidik anak saya sendiri.

Tips menjadi ayah idaman anak, suami yang hebat dan kepala keluarga yang baik

 

5 TAHUN PERTAMA YANG SERING KALI DIABAIKAN

Pekerjaan menjaga anak adalah hal yang paling dihindari oleh orang tua baru. Suami istri memilih untuk bekerja daripada mendidik anaknya sendiri. Peran ini digantikan oleh suster atau kakek neneknya. Mengapa ? Karena kalau suami istri tidak bekerja maka kebutuhan rumah tangga tidak akan tercukupi. Ini adalah masalah klasik yang tidak akan pernah terselesaikan. Masa tidak ada solusinya ? Kenapa orang tua jaman dulu atau setidaknya orang tua kita bisa membesarkan kita walaupun hanya ayah yang bekerja ? Bukankah keadaan mereka juga sama seperti kita saat ini ?

Memang benar keadaan saat ini berbeda dengan keadaan orang tua kita, cari uang sekarang ini jauh lebih sulit dari pada jaman mereka. Tetapi teknologi sekarang ini jauh lebih maju dari pada zaman mereka. Menurut saya situasinya memang beda tetapi fasilitas yang ada pada jaman kita jauh lebih baik. Dengan kata lain masalah kondisi ini tidak bisa kita jadikan alasan. Atau memang jaman sekarang ini orang-orang lebih pandai mencari alasan daripada mencari jalan keluar ?

Idealisme saya, anak harus kita didik sendiri. Tidak boleh diserahkan ke Kakek Nenek atau suster. Ini prinsip saya dan tidak memaksa anda untuk setuju ataupun melakukan seperti saya.

Tips membesarkan anak sendiriAnak adalah anugerah Tuhan, bukan semata-mata hasil hubungan suami istri Kalau kita diberi anak berarti Tuhan menganggap kita mampu membesarkan mereka. Anak kita adalah titipan Tuhan, Dia sendiri yang akan memelihara dan mencukupi kebutuhannya. Yang perlu kita lakukan adalah melakukan yang bisa kita lakukan, manusia berusaha Tuhan yang menentukan. Apa yang ada di depan mata itulah yang harus kita kerjakan, berpikir terlalu jauh, kuatir, takut, tidak akan ada gunanya, tidak menyelesaikan masalah dan juga tidak menghasilkan sesuatu.

JIka Tuhan dipihak kita, siapakah lawan kita ?

Jadi kenapa tidak kembali pada blueprint Tuhan tentang kehidupan berkeluarga ? Suami bekerja, istri merawat dan membesarkan anak ?

Disinilah iman kita diuji, Apakah kita mempercayai Tuhan atau kekuatan sendiri. Jika anda masih bertanya, “Nah 2 orang yang bekerja saja pas-pasan Pak Wapan, kalau 1 orang yang bekerja pasti tidak cukup !”

Bukankah Ini masalah yang rumit, mbulet dan berputar-putar seperti lingkaran setan. Tidak ketemu juntrungnya, akar permasalahannya dan solusinya. Tetapi sebenarnya saya tau dan berhasil menemukan sumber masalahnya, yaitu karena ayah kita salah mendidik. Bapakmu gak becus ngajari kamu ! Papaku gak entos ngurusi anaknya.

Anda harus tahu perbedaan antara mendidik dengan membesarkan anak. Anak diberi makan dan minum pasti besar sendiri, pasti dewasa sendiri. Membesarkan bayi hingga jadi anak itu mudah dan bisa dilakukan siapa saja. Tetapi mendidik anak itu butuh waktu, kesabaran, pengorbanan dan pengabdian. Contoh sederhananya: pada waktu bayi kecil kita belajar berjalan, kira-kira umur 9 bulan. Ketika dia jatuh… dengan kesabaran, tertawa dan penuh pujian kita memegang tangan mereka dan mengajaknya berdiri kembali. Namun ketika mereka masuk usia 6 tahun dan tidak mampu menjawab pertanyaan 5x5 dengan segera kita memarahi dan membentak mereka ! “Aduh….cek bodohne sih kamu itu ! Diajari berkali-kali pancet ae gak isa !”

Malahan kita bisa toleransi pada rekan kerja kita yang lupa dengan rumus penjualan perusahaan. Mengapa bisa sabar dengan orang lain yang tidak memiliki hubungan darah, sementara dengan anak sendiri tidak bisa ? Bukankah semua gaji kita di-investasi-kan ke anak kita ? Uang yang telah kita keluarkan untuk anak usia 3 tahun tidak mungkin kurang dari 50 juta ! Mana ada orang bodoh yang menghancurkan investasinya sendiri ? Salah ! Justru banyak orang bodoh seperti anda dan saya yang lebih menghargai pekerjaan daripada anak sendiri.

" Sesungguhnya, investasi terbesar kita bukan pada pekerjaan, tetapi di anak. Mengikat seumur hidup kita ! "

Kita memberi waktu untuk proyek daripada bermain bersama anak. Padahal keuntungannya, uang yang kita hasilkan, dipakai untuk membayar uang sekolahnya.

Kita mengajarkan pegawai kita sampai pinter agar mereka bisa menjual barang kita. Padahal uangnya nanti kita pakai buat beli popok dan susu anak.

Kita bekerja hingga larut malam untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Padahal keluarga dibangun dengan kebersamaan, kepercayaan & hubungan.

Kita mencari uang lebih dari cukup demi masa depan anak yang lebih baik daripada masa lalu kita. Padahal yang paling mereka butuhkan adalah figur, sosok dan keberadaan orangtuanya.

Apa yang kita anggap berharga, ternyata tidak berharga. Apa yang kita anggap penting ternyata tidak penting. Tidak heran jika hidup kita menjadi seperti ini, karena orangtua kita salah mendidik. Dan sudah sewajarnya pula jika anak kita bertindak seperti kita.

Kita mengulagi kesalahan orangtua kita. Mendidik anak dengan cara yang salah. Apa yang kita benci...ternyata itulah yang kita lakukan tanpa sadar. Apa yang kita takutkan ternyata menjadi kenyataan. Bersyukurlah karena anda menemukan artikel singkat ini. Sudah saatnya memperbaiki yang salah menjadi benar. Memutuskan kutuk dan ikatan keluarga. Apa yang anda perbuat sekarang ini akan merubah generasi dibawah anda, membentuk standar hidup yang baru, sejarah baru yang akan diingat anak cucu nantinya.

Dan kabar buruknya, perjuangannya akan sangat berat ! Namun layak dilakukan karena hasilnya jauh lebih besar daripada pengorbananya. Keuntungannya lebih banyak daripada biayanya. Dan jangan takut karena ada Tuhan di pihak kita. Walaupun dengan keraguan...tetaplah simpan dan ucapkan kalimat selanjutnya…” Siapakah lawan kita ?”

Tidak ada salahnya dengan suster atau emak engkong. Karena mereka ahli dalam membesarkan atau merawat anak. Kebutuhan fisiknya pasti terpenuhi, karena itu tugas mereka. Namun bagaimana dengan pendidikan anak ? Anda kan sudah tau perbedaan antara membesarkan dengan mendidik anak ? Apakah peran ini bisa digantikan oleh suster dan kakek nenek ?

Proses pembentukan karakter dimulai dari keluarga. Ayah sebagai pemicunyaApakah proses pembentukan karakter bisa berjalan dengan baik ? Siapakah orang yang paling anda percayai ? Siapakah orang yang akan anda turuti nasihatnya ? Atau siapakah yang akan anda mintai pendapatnya ? Bukankah mereka adalah orang yang dekat dengan anda ? Bukankah kepercayaan muncul karena hubungan ? Bukankah kekuasaan menimbulkan ketakutan ? Selama kita ada, mereka menurut. Ketika kita keluar, mereka menjadi liar ? Bukankah anda sendiri kurang ajar ketika bos tidak ada di kantor ? Bagaimana mungkin anda mengharapkan anak menghormati anda jika tidak ada hubungan, kepercayaan dan kebersamaan ? Dan bagaimana karakter bisa dibentuk ?

Suster yang anda tugaskan membentuk karakter anak ? Gila ya elo ! Kalo mereka memang pinter akan milih jadi motivator kayak Mario Teguh daripada jadi suster. Lagipula anda pasti sakit hati melihat anak dimarahi suster. Tapi kenyataannya….besi menajamkan besi ! Karakter hanya bisa dibentuk dengan mengadu karakter juga. Karakter yang lebih kuat mengasah karakter yang lemah. Ketegasan orangtua jauh berbeda daripada ketegasan emak-engkong…..jangan bandingkan dengan ketegasan suster ! Yo gak level.

Apalagi 5 tahun pertama adalah usia meniru. Anak itu meniru tanpa mengetahui yang ditirunya. Tidak ada konsep baik dan jelek dalam pikirannya, benar atau salah, kemampuan menganalisa apalagi memahami sebab akibat. Anda jelas bukan manusia jika mengharapkan anak-anak mengerti konsep abstrak seperti ini.

Bukankah anak belajar dengan meniru ? Bukankah kita juga belajar dari pengalaman orang lain, dari buku atau dari Youtube ? Yang membedakan kita dengan mereka adalah kemampuan menilai benar dan salah, pengalaman masa lalu dan tujuannya. Anak-anak hanya memiliki satu tujuan, yaitu bermain. Apa yang menyenangkan dirinya atau menyenangkan orang lain akan ditirunya. Seperti kertas putih, demikian pula hati dan pikiran mereka. Jika si pelukis menggoreskan tinta merah, maka mereka akan berwarna merah. Dampaknya akan besar sekali untuk masa depannya.

Bahkan salah satu nabi besar pernah berkata, “ Terkutuklah orang yang menyesatkan anak-anak ini. Ikat kepalanya dengan batu dan tenggelamkan ke laut.”

Suster jaman dulu, asisten rumah tangga jaman dulu bekerja berdasarkan panggilan hidup. Seringkali anak bosnya dianggap anaknya sendiri. Hatinya tulus dan hidup untuk mengabdi. Tapi itu tahun 80, 90an. Memasuki era millenium, seiring dengan perkembangan teknologi, manusia pun ikut berubah. Yang baik menjadi jahat, yang jahat cenderung bertambah jahat. Walaupun ada yang berubah menjadi baik. Namun jumlahnya tak sebanding dengan yang berubah menjadi jahat.

Grafik masa pertumbuhan otak anak

Darimana datangnya suster ? Dari desa ke kota. Mengapa tidak ada suster kota ? Karena, jujur saja, kerja suster itu tidak enak. Apa buktinya ? Lah...ngapain anda cari suster untuk menjaga anak anda ? Anda pilih kerja ato jaga anak loh ? Berapa banyak ibu muda yang menangis karena merasa ilmunya tidak berguna ? Sekolah mahal-mahal toh akhirnya harus jadi asisten rumah tangga ? Mainan ambek arek cilik seharian, mandiin anak, bersihkan pup-nya dan ngosek WC ?

Sekarang ibu muda ini memiliki pilihan, hangout bersama teman sekerja atau ceboki anaknya sendiri. Pegang duit sendiri atau bergantung pada suaminya yang tidak dapat dipegang buntutnya. Aku juga berhak bahagia, memiliki kesempatan yang sama dengan pria, toh aku juga bisa bekerja dan menambah penghasilan rumah tangga ?

Ditambah lagi dengan sosial media yang dapat diakses kapan saja. Ada grup whatsup, grup BBM dan facebook yang “membakar” konsep persamaan derajat pria dan wanita. Teman-teman yang memakai suster tampak lebih bahagia, makan siang bersama klien, teman sekantor atau cowok kece dari Beetalk. Apakah anda melakukan semua ini untuk mengisi waktu dan menghibur diri ? Apakah kadang anda lupa waktu karena handphone ?

Jika anda yang manusia saja bisa menikmati kemajuan teknologi ini… masa kah suster yang anda bayar jutaan rupiah tidak bisa melakukan hal yang sama ? Apakah pembantu anda juga tidak bisa ? Memang benar anak anda sehat, tak kekurangan apapun kecuali sosok ayah dan ibu yang benar.

Orang seusia saya kebanyakan masih menghormati orangtuanya. Masih takut dan sayang kepada mereka. Mengapa ? Karena ada ikatan batin dari hubungan masa kecil. Bagaimana dengan anak-anak jaman sekarang ? Beberapa yang saya kenal menganggap orangtuanya sebagai ATM. Ada uang papa sayang, tak ada uang mama dibuang. Mengapa bisa seperti ini ? Bukakah mereka dibesarkan dengan suster yang menjaga karena dibayar ? Disayang tiap awal bulan dan dibiarkan sak karepe dewe tiap tengah dan akhir bulan ?

Pengaruh negatif hp ke anak kecilApa anda pikir anak kecil itu bodoh ? Salah besar ! Daya serap anak itu besar sekali, seperti spon...seberapa banyak air yang dicurahkan akan diserapnya hingga menjadi berat. Ibarat hape baru yang cepet karena memorynya masih banyak. Tidak seperti kita yang kebanyakan aplikasi sampai lemot dan kadang2 hang. Harus di reset supaya cepat lagi.

Anak kecil memiliki perasaan yang peka. Dia bisa membaca hati anda dan tahu siapa yang sayang dan tidak sayang kepadanya.

Saya pernah bertanya kepada pak RT, “ Membesarkan anak itu seperti berjudi. Kita tidak tahu apakah nantinya mereka menyayangi kita atau tidak ?”

Dia menjawab, “Ah tidak benar. Kalo anda sayang ke orangtua. Anak anda PASTI sayang kepada anda.” Semoga saja demikian nantinya.

Semoga saja, pengorbanan saya selama ini benar-benar ada hasilnya. Semoga saja apa yang saya percayai tentang usia emas 5 tahun ini benar. Masa pembentukan karakter, kedisiplinan dan dasar hubungan orangtua-anak. Uang bisa dicari kapan saja, tetapi salah mendidik anak tidak bisa diulangi karena waktu tidak bisa dimundurkan. Walaupun penghasilan saya ini pas-pasan tetapi tidak pernah kekurangan. Akan ada waktunya menghasilkan uang dan ada pula waktu untuk mendidik anak.

 

MENGAPA MENJADI BAPAK RUMAH TANGGA ?

Seperti tingginya langit dengan bumi, demikianlah perbedaan rancangan Allah dengan rencana manusia.

Anda salah jika saya memilih menjadi bapak rumah tangga. Saya memilih bekerja tetapi keadaannya tidak seperti yang diharapkan. Saya keluar dari kerjaan dan memulai usaha sendiri. Pekerjaan saya diberkati dan hasilnya lebih dari gaji ikut orang. Saya minta istri untuk berhenti kerja dan mengurusi anak agar bisa konsentrasi di pekerjaan dan menghasilkan lebih banyak lagi. Bukankah strategi ini paling baik ? Apalagi mertua juga tinggal di rumah saya ?

Daud dan Saul seperti Tom and JerryNamun, seperti Daud yang diangkat Saul menjadi pembawa senjatanya. Berkat yang akhirnya menjadi beban bagi Daud...demikianlah yang saya alami. Orang yang diharapkan menjadi penolong akhirnya menjadi perongrong.

Dilihat dari sudut manapun juga, posisi saya lebih unggul. Seperti Daud yang memiliki tiga kali kesempatan untuk menghabisi Saul...namun tidak dimanfaatkan. Demikianlah beban yang harus saya tanggung. Seperti duri yang menancap dalam daging. Begitu menusuk dan menyakitkan. Diam sakit, bergerak lebih menyakitkan.

Apakah memiliki suami yang merelakan pekerjaannya, teman-temannya, hobinya dan kebanggannya lebih disayangi pasangannya ? Justru sebaliknya ! Apa yang dilakukan Daud sampai-sampai membuat Saul membencinya setengah mati ?

Ketika Saul kumat gilanya, Daud menenangkan dengan kecapinya. Ketika musuh mendatangi kerajaannya, Daud maju berperang dan menghabisi mereka. Ketika nyawa Saul ditangannya, Daud mengampuninya dengan sembah sujud di hadapan Saul. Ketika Saul mati, Daud menangis dan meratapinya. Bahkan, Mefiboset, seorang anak lumpuh pun diangkatnya dan makan semeja sampai kematiannya.

Orang yang begitu baik, begitu menghormati Saul, mengapa malah dibenci tanpa alasan ? Apakah Daud kurang berkenan di hadapan Allah sehingga harus mengalami semua ini ? Apa dosa Daud ? Sudah lupakah Saul dengan Goliath yang menghinanya dan merendahkan dirinya satu bulan lebih ?

Itulah Tuhan semesta Alam ! Yang rencananya tidak dapat dipahami manusia seperti Daud, apalagi saya ! Untungnya ada kitab suci yang menunjukan episode terakhir kisah kepahlawanan Daud ini. Si gembala kambing domba 3 ekor akhirnya menjadi raja atas Yehuda dan Israel. Bahkan diberi penghargaan yang sungguh Agung, “Yesus, anak Daud.”

Kitab suci anda dan kitab suci saya adalah kisah nyata kehidupan orang-orang yang dipilih dan dipakai Allah untuk tujuan khusus pada jamannya dan juga jaman sekarang. Bahkan lebih lagi, untuk masa yang akan datang. Alur penulisannya sederhana, dimulai dari siapa mereka, apa pekerjaannya dan kemudian Allah muncul. Dilanjutkan dengan tantangan dan godaan yang mereka alami. Lalu ditutup dengan kematiannya.

Ada Abram yang disuruh minggat dari rumah dan keluarganya. Entah ke mana dan apa mauNya Tuhan juga tidak jelas. Pokoke minggat to tekan omah bapakmu ! Ada Ishak yang nyaris mati dibunuh bapake dewe. Ada Yakub yang terlalu “anak mama" sehingga harus hidup dengan menipu dan ditipu oleh orang terdekatnya. Ada Yusuf yang dizolimi koko-kokone, mengalami human trafficking, difitnah dan dipenjara. Demikian juga dengan Musa, Yosua, Simson, Samuel dan lain-lainnya.

Mereka semua ini, walaupun disertai Tuhan, dijanjikan Yakin Hidup Sukses, mengalami masalah dan banyak ketidak-adilan dalam hidupnya. Abram ditikung keponakannya sendiri. Begitu serakahnya sehingga menjadi tebu, habis manis sepah dibuang. Namun karma itu ada ! Lot dalam seketika mengalami kere mendadak. Berbeda sekali dengan Abram yang happy ending. Berangkat sama-sama kere, pertengahan hidupnya sama-sama sukses, namun matinya beda. Yang satunya menuntut, lainnya mengalah. Yang satu ikut rencana Allah, satunya rencananya sendiri. Yang satu hidup dengan melihat tjwan, satunya hidup karena percaya.

Terus apa hubungannya dengan saya ? Tidak ada ! Namun saya tau perbedaan mereka dengan saya. Mereka adalah sejarah sedangkan saya sedang membuat sejarah. Kisah hidup mereka sudah lengkap sampai tamat sedangkan saya gak jelas kapan tamatnya. Ini ijek pancet menderita, pancet kere ato mau dipanggil pulang ? Gak mari-mari masalahne. Ada aja orang yang cari masalah. Hidup itu sudah banyak masalah om, mbok ya jangan bikin masalah. Mbok ya mikir, nek aku bermasalah, kamu-kamu dan kamu yo kena dampaknya.

Pada akhirnya, kesimpulannya, ujung-ujungnya adalah pertanyaan ini, “Apa yang akan saya lakukan ? Menyelesaikan masalah atau lari dari masalah ? Bagaimana caranya ?”

Seperti anda, saya dan manusia-manusia lainnya yang memulai menyelesaikan masalah dengan pertanyaan “mengapa ?” Mengapa saya harus mengalaminya ? Mengapa saya dipertemukan dengan orang itu ? Mengapa saya dilahirkan seperti ini ? Mengapa begini ? Mengap begitu ? Aku ingin tahu….semua ini itu !

Berdasarkan pengalaman hidup saya, pertanyaan mengapa ini tidak selalu bisa dijawab secara memuaskan. Dan “mengapa” dilanjutkan dengan “karena”. Jika masih belum puas, pertanyaan “mengapa" ini diulang kembali, kemudian dijawab dengan “karena" lagi.

" Ada banyak pertanyaan yang hanya bisa dijawab seiring berjalannya waktu....

karena itu kuatkan dan teguhkan hatimu !! "

Mengapa saya harus menjadi bapak rumah tangga ? Karena pasangan saya tidak mau menjadi ibu rumah tangga. Mengapa dia tidak mau menjadi ibu rumah tangga ? Karena ada sesuatu yang dialaminya di masa lalu, bisa trauma, latar belakang keluarga, ketakutan atau pengaruh lingkungan. Mengapa gak move on ? Karena model orangnya memang seperti itu ? Mengapa bisa seperti itu ? Karena… Mengapa ? Karena…. Mengapa ? Karena…mengapa...karena...mengapa...karena….

Selama jawabannya tidak memuaskan, kita akan berputar-putar pada pertanyaan ini. Sehari, dua hari, tiga minggu, empat bulan dan tak terasa sudah lima tahun kita tidak move on ! Kita yang meng-kritik mereka... akhirnya menjadi seperti mereka.

Kita yang menyalahkan akhirnya melakukan hal yang sama….kita yang benci dengan perbuatannya…malah bertindak persis seperti yang dilakukannya. Semakin dalam kebencian kita...semakin mirip kita dengannya. Semakin keras kita berusaha menjadi tidak sepertinya, semakin mirip dengan mereka. Apa yang kita benci, itulah yang kita lakukan. Apa yang kita hindari, akhirnya menjadi kenyataan…..

Kita menggunakan kata, “mengapa” untuk mendapatkan simpati bukan hasrat untuk mendapatkan jawaban. Yang sebenarnya kita cari adalah rasa nyaman, ketenangan, tempat hati berlabuh, perhatian, kerinduan untuk disayang dan a shoulder to cry on. Mengapa ? Karena kita sudah tahu jawabannya, Tuhan sudah menjawab doa kita !

Bahkan nabi sehebat Elia saja pun merengek-rengek minta mati ! Yesus yang katanya anak Allah saja berdoa, “Jangan jalan ini Allahku, ambillah cawan ini…” Memang elo pikir jalan Tuhan itu gampang ? Enak isa ngebut ? Bahagia sampai selama-lamanya ? Jalan Tuhan itu terjal, berliku, naik gunung turun lembah, disiksa, dihina, ditinggalkan, diabaikan dan apa laaah… toh anda lebih pintar dari saya untuk masalah beginian.

Jadi apa yang akan anda lakukan ? Lingkaran setan mengapa-karena ini harus diakhiri ! Mengapa saya menjadi bapak rumah tangga ? Karena rencana Tuhan yang belum saya pahami.

Cara kerja Tuhan itu satu demi satu. Dia memberi satu perintah kepada anda. Sebelum perintah itu dilakukan, tidak akan ada perintah selanjutnya.

Tuhan : “ Bram...keluar dari rumahmu ! Ntik tak kasih proyek gede, hartamu bakalan gak abis 7 turunan.”

Abram : “ Hah ? Sapa lu ? “
Tuhan : “ Aku Tuhan Allah. “

Abram : “ Lungo nang ndi (pergi ke mana) ?
Tuhan : ……

Setelah Abram nglutus ke Kanaan, Tuhan berfirman kembali.

Wapannuri : “ Tuhan, mengapa aku jadi bapak rumah tangga ?”
Tuhan : ……

Setelah anake Wapannuri gede, Tuhan berfirman kembali….cek suwene ! Baru 3 tahun….15 tahun to go !

Loh...mbok pikir Abram sedilut ? Areke keleleran selama 25 tahun sebelum janji Tuhan diwujudkan ? Katanya keturunannya seperti bintang di langit, pasir di laut….tapi yang mbrojol cuman 1 biji tok. Bahkan anak, anaknya Abram, atau cucunya juga satu ekor saja. Gak kurang suwe tah Tuhan ?

Mengapa harus menunggu selama itu ? Karena Tuhan membatasi kuasanya dalam ruang dan waktu. Kelihatannya yang sedang dihajar itu kita, tetapi di belakang layar, di ruang yang lainnya, di pribadi lainnya….Tuhan sedang memproses mereka. Seperti Yakub yang harus ditipu Laban sehingga harus menikahi kakak-adik yang gegeran terus.

Karena Allah mempersiapkan 12 suku Israel yang berarti 12 anak Yakub. 10 dari Lea dan 2 anak dari Rahel. Kalo gak dikasih Lea yang gampang manak, gak mungkin ada istilah “12 suku Israel.” Lah Rahel manak 2 tok langsung keok.

Mengapa bulan 10 anak Rahel dan 2 anak Lea ? Bukankah ini tidak adil bagi Rahel ? Karena kalo anake Rahel banyak, sedangkan anak Lea sedikit...tidak akan ada cerita Yusuf yang dibuang, dijadikan budak dan tangan kanan Firaun. Ketidakadilan yang dialami Yusuf pada masa pubernya diperlukan bagi rencana Tuhan yang jauh dari pemikiran Yusuf maupun kita semua. Selain untuk memelihara kelangsungan hidup bangsa Israel di Mesir, keberadaan Yusuf untuk mengenapi janji Tuhan pada Abram (Kej 15:13) dan persiapan kelahiran Musa yang bakalan menulis 5 kitab yang luar biasa itu.

Karakter dibentuk karena kesukaran. Tidak bisa semerta-merta muncul begitu sajaHidup anda yang bermasalah, hidup saya yang bermasalah, hidup saudara anda bermasalah dan teman anda yang suka cari masalah…. Bukan “hal yang diluar rencana". Semuanya sudah dihitungNya, lokasinya sudah ditetapkan, pemain figurannya sudah di casting dan dilatihNya untuk melengkapi anda yang adalah aktor utamaNya. Karena itu jangan nggondokan, jangan nangisan dan jangan menyerah ? Episode kehidupan saya masih belum selesai, masih menunggu orang lain mempersiapan settingnya.

Tuhan mengijinkan saya mengalami semua ini karena mencintai anda ! Dia tahu kalo si Wapannuri ini punya talenta menulis. Saya dihajar agar bisa menulis karena dengan menulis, hati saya menjadi lega. Walaupun seringkali saya tidak tahu harus menulis apa ? Pokoke ngetik ngawur dan otomatis kata-katanya mengalir

Tanpa kerangka karangan, tanpa pokok pikiran… emboh wes….pokoke ambil HP, menyendiri dan buka Google Docs terus nutul-nutul huruf.

Kadang saya juga heran...darimana-nya orang yang membaca bisa bersemangat kembali ? Tulisan apa yang bisa membuka mata dan pikirannya ? Saya loh nek nulis sambil tiduran, nongkrong di pinggir jalan atau pengantar tidur malam. Ha...ha...ha…. Padahal saya menulis untuk mengungkapkan kegalauan hati, ^-^’.

 

SERI HATI BAPA

Lama sekali saya ingin memulai serial hati bapa ini, tapi ya itu itu ! Tidak rela, tidak mau, tidak menyempatkan dan tidak tidak lainnya.

Bagi orang kristiani, Allah dilambangkan sebagai Bapa. Sementara dunia mengagung-agungkan ibu. Istilah Surga di telapak kaki ibu, kasih ibu sepanjang masa…, ibu jari, ibukota, ibu tiri dan ibu-ibu lainnya. Ayah dan ibu memang sederajat, tetapi siapa yang menjadi kepala keluarganya ? Papa ato mama ?

Tips menjadi ayah idamanNasihat yang tak kalah pentingnya, “ Hormatilah ayah bundamu.” Dimulai dari bapak, bukan ibu. Mengapa Tuhan tidak dilambangkan sebagai ibu ? Apakah kasih ibu lebih besar daripada kasih bapa ? Apakah kasih bapa sepanjang galah ? Apakah papa tidak memiliki peran dalam mendidik anak-anaknya ?

Allah sebagai laki-laki...sebuah pernyataan yang menarik. Mengapa Allah memilih menampakkan dirinya sebagai Bapa ? Begitu pula dengan legenda Yunani kuno, Zeus, Raja segala dewa juga berkelamin pria. Manusia pertama, si Adam juga diciptakan sebagai lelaki. Baru kemudian diciptakan wanita dari tulang rusuknya.

Lelaki...ditakdirkan untuk menjadi pemimpin, penguasa dan kepala rumah tangga. Diciptakan serupa gambar dan rupa Allah (yang juga laki-laki). Memiliki kemampuan untuk menganalisa, bertindak dan merasakan. Para pria ini memiliki keseimbangan antara rasio dan emosi. Mampu bertindak adil dan juga murah hati. Siap memaafkan dan melupakan. Memiliki pikiran dan hati Allah. Bahkan disebut sebagai imam keluarga yang memiliki keseimbangan duniawi dan rohani.

Sosok yang sempurna sebagai kepala rumah tangga, suami dan orangtua. Namun mengalami degradasi sedemikian hebatnya sehingga gambaran lelaki di dunia ini hancur berantakan luluh lantak tak beraturan. Para wanita menyebutnya sebagai hidung belang, para istri menyebutnya sebagai suami tidak bertanggungjawab dan anak-anak menyebut mereka “bukan bapakku.”

Mengapa bisa begini ? Tidak ada jawaban yang memuaskan. Saya hanya bisa menjawab, “ Salah didikan.” Jadi salah mamanya ? Karena pembagian tugas dalam keluarga kan Papa bekerja, mama mengurus rumah dan anak.

Mencari siapa yang salah sudah tidak relevan lagi. Anak sudah besar, tidak dapat diatur dan menyusahkan orangtuanya. Yang penting sekarang ini adalah mengembalikan mereka ke jalan yang benar agar bisa mandiri dan menjadi orangtua yang baik bagi anak-anaknya. Dan mendidik anak remaja jauh lebih sulit daripada mendidik anak balita. Tetapi itulah harga yang harus anda bayar karena mengabaikan 5 tahun yang penting dalam kehidupan anak.

Apa yang seharusnya kita ajarkan pada anak balita ? Moral atau intelektual ? Kemampuan motorik atau karakter ? Semuanya penting tetapi moral hanya bisa dididik oleh ayah dan ibunya. Karakter hanya bisa ditularkan melalui hubungan yang mendalam. Bergaulah dengan orang bijak, maka andapun menjadi bijak. Dasar kehidupan memberi dan menerima, mengasihi dan membenci itu paling efektif diajarkan pada masa pertumbuhan emas ini. Alam sadarnya memang tidak memahami, tetapi alam bawah sadarnya merekam nilai-nilai ini.

Pernahkah anda merasakan rasa bersalah yang tidak jelas karena melakukan sesuatu ? Itulah buah yang ditanamkan oleh orangtua anda pada masa kecil anda. Nilai-nilai ini bisa hilang karena pengaruh lingkungkan dan juga bisa bertambah kuat karena hubungan orangtua-anak. Ada mantan istri tetapi tidak ada mantan anak kecuali Mario Teguh.

Apakah menjadi ayah teladan dan idaman harus berhenti bekerja lalu mengurusi anak di rumah ? Pemikiran macam apa itu ? Ngawur soro ! Dimanapun juga, suami menafkahi istri dan anak-anak. Bagaimana jika suami dipecat dan hanya istri yang harus bekerja ? Tidak peduli ! Pria harus bekerja dan berusaha untuk memenuhi kebutuhan rumahtangganya. Bagaimanapun juga, seperti apapun keadaanya, anda ! Para Pria ! Harus bekerja ! Ini harga mati !

Saya pun sampai detik ini tetap bekerja walaupun harus seharian, dari pagi hingga sore, menemani anak. Capek dan seringkali pingin menyerah. Tapi saya tidak akan berhenti berusaha karena anak-anak melihat teladan bukan kata-kata. Saya ingin mendidik anak laki-laki saya menjadi pria sejati, tahan banting dan sukses dalam segala sesuatunya. Sekalipun saya tidak bisa memberinya harta ataupun rumah….teladan hiduplah yang akan saya berikan kepadanya. Biarlah dia melihat papanya yang tak pernah mengeluh, tak pernah putus asa, selalu berusaha, berjuang mencari jalan keluar dan berharap kepada Tuhan Allah. Biarlah “video papi" ini terekam dalam hati dan pikirannya.

Mengapa kita, sebagai laki-laki, papa dan suami bekerja ? Agar mendapatkan uang untuk membayar tagihan listrik, air, telepon, untuk membeli makanan, galonan dan susu. Untuk membeli sepeda motor, bensin dan bayar pajak kendaraan. Untuk biaya melahirkan, beli popok, peralatan bayi, baju dan mainan. Untuk bayar uang gedung, uang sekolah dan beli buku pelajaran. Untuk tabungan, biaya kuliah, modal kerja anak, biaya kawin anak, rumah mereka dan kebutuhan tak terduga yang biasanya datang beruntun. Untuk beli Hape, pulsa internet dan katakan apa lagi ? Rekreasi ? Mobil kedua ? Rumah ketiga ? Istri muda ?

" Keberhasilan seorang ayah tidak diukur berdasarkan rumah, mobil atau toko yang diberikan, tetapi....

pada semangat, ketekunan dan keluhuran budi anak - anaknya."

Selama anda hidup…apa yang anda butuhkan… apa yang anda inginkan….tidak akan pernah habis. Apakah dengan dasar alasan seperti itu kita harus bekerja dari pagi sampai pagi ? Dari kerja ikut orang dilanjutkan dengan kerja sendiri ? Apakah kita hidup untuk bekerja, memenuhi kebutuhan diri sendiri dan keluarga seumur hidup kita ? Apakah atas dasar itu, kita menikah, manak dan bekerja kembali ? Semakin banyak anak, semakin lama waktu kerja kita ? Apakah kita tidak memiliki waktu lagi untuk bermain dan mendidik mereka ?

Bukankah kita mengenal karma ? Bukankah dunia ini dibentuk dengan hukum memberi dan menerima kembali ? Menabur benih dan menuai buahnya ? Kita menabur benih kerja-kerja-kerja dan kerja… namun mengharapkan anak berbakti kepada orangtuanya ? Anda sendiri tidak berbakti kepada orangtua anda….

itu benih yang anda taburkan. Bagaimana mungkin mengharapkan buah bhakti anak anda ? Hukum-hukum dunia tidak pernah berubah. Dari dulu, sekarang dan selama-lamanya. Sebarkan kebencian, maka anda akan menerima karma kebencian juga. Anak anda dibenci teman-temannya, cucu anda kerja apapun tidak berhasil, cicit anda menjerit-jerit meminta tolong namun diabaikan, diperlakukan bagai binatang.

Sudah sepantasnya kita menerima akibat dosa yang telah kita lakukan. Sangat tidak adil bagi anak yang harus menanggung dosa orangtuanya. Tetapi itulah kekuatan dosa, jauh mengikat hingga keturunan kita. Bukankah pasangan yang bercerai dilatarbelakangi perceraian kedua orangtuanya ? Bukankah orang baik yang menikahi orang tidak baik cenderung menghasilkan anak-anak yang tidak baik ? Bukankah lebih mudah merusak anak baik daripada mendidik anak nakal ?

Sebagai orangtua, saya tidak bisa menjamin anak saya akan menjadi orang sukses, berbakti dan berbudi luhur. Pengaruh lingkungan, teman-teman dan teknologi tidak dapat saya kendalikan. Menjauhkan mereka dari semua itu sama saja dengan menipu mereka. Dunia tidak seindah buku cerita bergambar yang bintang filmnya menikah dan berbahagia selama-lamanya. Dunia tidak berlaku adil, dunia tidak mengasihani orang lemah, bahkan memakan mereka, menjadikannya kambing hitam untuk menyelamatkan dirinya, posisinya, pekerjaannya.

Apakah uang bisa mengembalikan semangat yang patah ? Hati yang kecewa ? Harapan yang tak terpenuhi ? Apakah uang bisa memadamkan kemarahan atas ketidakadilan ? Apakah deposito bisa memberikan ketenangan jiwa ? Sukacita sejati ? Tawa dalam dukacita ? Keberanian mengambil resiko ? Kebangkitan menghadapi kegagalan ? Ketabahan menghadapi penderitaan ? Keputusan mengarungi bagai kehidupan ?

Tips menjadi sosok ayah yang baik

Tidak ! Uang tidak bisa melakukan semua itu ? Uang bisa membeli teman, bukan sahabat. Uang membuat kita lari dari kenyataan. Uang tidak bisa membeli waktu ! Uang tidak bisa membeli papa ataupun mama. Uang, uang, uang, uang, kerja, kerja, kerja, kerja untuk uang….

Tidak heran dunia semakin kejam dan berbahaya bagi anak-anak. Para lelaki ini, papa ini sudah tidak memiliki hati seorang ayah. Hatinya melekat pada pekerjaannya, uangnya, kebanggannya , hobinya dan mungkin juga istri mudanya. Looh...kok gitu ? Karena semuanya cinta uang. Ada uang abang sayang, tidak ada uang abang di buang. Rumah tangga yang seharusnya menjadi tempat yang paling nyaman dan paling aman di dunia ini telah berubah menjadi kos-kosan. Pulang, mandi, makan dan tidur. Pagi, mandi, makan dan berangkat kerja…. Makan malam bersama keluarga, masing-masing sibuk dengan hape-nya sendiri.

Anda dan saya, yang dilahirkan sebagai laki-laki, ditugasi Tuhan Allah sebagai kepala keluarga, harus menghadapi semua masalah ini. Mendidik anak, menafkahi keluarga dan membawa mereka semua ke kehidupan yang lebih baik. Mengajarkan kebenaran, kebaikan, keadilan sekaligus menjadi teladan. Tugas yang sangat berat, bahkan saya sendiripun tidak yakin sanggup melakukannya. Itu berarti tidak selingkuh walau rumah tangga berantakan, tetap menafkahi istri walau dibuat foya-foya, tetap sabar walau anak menjadi berengsek. Tetap percaya Tuhan itu baik, Tuhan itu ada walau mengalami semua hal buruk yang tidak tertahankan. Ya Tuhaaan….sanggupkan dan mampukan aku !

Kiat menjadi ayah yang baikSeri hati Bapa...yang saya tulis berdasarkan pengalaman sendiri. Yang memang dikondisikanNya agar saya bisa menulis topik ini untuk anda. Menyadarkan ayah-ayah yang tidak bertanggungjawab, menguatkan bapak-bapak yang lelah berjuang dan menyiapkan papa-papa masa depan.

Dipaksa merawat anak laki-laki saya sendiri, ditempatkan bersama mertua yang antik, pasangan yang tidak tau membedakan tangan kanan dan tangan kiri. Dibiarkan memulai usaha sendiri. Semuanya numplek-blek jadi satu. Katakan apa masalah anda...itulah makanan sehari-hari saya. Dari A-Z… disediakan Tuhan untuk saya makan. Dengan enteng Dia berkata, “ Engkau lebih berguna bagiKu dan bagi orang lain melalui masalah-masalah ini !

Seri hati bapa….hmmm…. Kamsia...kamsia ! Gak cari orang lain tah Tuhan ? Mana mungkin aku isa ?


KESIMPULAN
Tidak ada manusia yang sempurna, tidak ada suami yang sempurna, tidak ada ayah yang sempurna. Saya jauh dari sempurna, anda lebih jauh lagi…. Bukan berarti kita menyerah, tidak mau berusaha lagi. Tidak boleh ! Karena yang Tuhan inginkan adalah kemajuan, bukan hasil. Selama kita masih bernafas, ceritanya belum berakhir, sinetronnya belum tamat.

Jangan lihat kekanan-kekiri. Jangan lihat mertua, orangtua atau sebelah anda. Tataplah anak-anak anda. Berilah mereka teladan, pengharapan dan masa depan yang lebih baik. Dari sanalah kekuatan saya berasal, ketabahan hati menguat dan harapan saya berlabuh. Hati bapa yang telah lama tertutup, kini terbuka lebar-lebar….

 

Share this content