KECEWA

Siapa yang tidak pernah merasakan kecewa berarti hidup di surga. Siapa yang tidak pernah mengecewakan berarti Tuhan.

Kecewa dan mengecewakan adalah salah satu bumbu kehidupan. Hal ini wajar dan manusiawi, sama dengan rasa senang, sedih, putus asa, bahagia, bergelora, dan sejenisnya (tau sendiri laah…) Jika memang kesemua hal ini normal, kenapa saat ini (bagi yang sedang dikecewakan dan mengecewakan orang lain) anda merasa tidak ada harapan lagi ?

Kecewa

 

SAMA – SAMA MENDERITA
Siapa bilang orang yang mengecewakan orang lain (pelakunya) tidak bersedih ? Jika itu pendapat anda, maka anda salah. Orang yang mengatakan hal itu kepada anda adalah orang yang sempurna, karena dia tidak pernah mengecewakan orang lain. Jika dia tidak pernah melakukan kesalahan, berarti dia adalah TUHAN. Jika dia TUHAN maka dia tidak akan kecewa kepada anda, karena TUHAN adalah pengasih dan penyayang.

Saya pernah dikecewakan orang lain (dan ini sering kali terjadi dalam hidup saya ha...ha…ha…) Tetapi kalau mengecewakan orang lain, jarang sekali loh. Kalo boleh sedikit buka – buka rahasia, salah satu alasan saya menulis artikel ini adalah karena saya baru saja mengecewakan seorang teman lama....sssst......

Ceritanya begini…
Semuanya kan sudah pada tau kalo saya punya sidejob sebagai event organizer he…he…he….Teman saya tersebut setuju untuk menggunakan jasa saya di pernikahannya dia. Setelah semua persiapan dan segala macamnya, tibalah hari pelaksanaanya. Status saya waktu itu adalah sebagai undangan sekaligus membantu tim yang telah saya persiapkan jauh – jauh sebelumnya.

Terjadilah hal tersebut…
Antara tim saya dengan salah satu pendukung acara mis-komunikasi. Teman saya marah besar dan kecewa dengan saya. Permintaan teman saya adalah acara dimulai pukul 18.30, tetapi karena mis-komunikasi tersebut, maka acara baru bisa dimulai pukul 19.00.

Seminggu setelah kejadian tersebut, hampir tiap hari saya dikomplain. Masalah ini-lah, masalah itu-lah, masalah ini dan itu-lah, dan banyak ini-itu-ini-itu-ini-dan-itu. Jadilah saya yang sangat – teramat – sangat menyesal dan feel guilty. Mengapa saya tidak begini (pada waktu itu), tidak melakukan itu, tidak bertindak seperti ini, tidak tanggap, tidak responsif, dan tidak…tidak…tidak….lainnya. (Sedihnya…)

Sejujurnya, baru kali ini saya mengecewakan orang sedemikian dalamnya. Saya merasa sangat bersalah dan meyesal (andai saja waktu bisa dikembalikan….) Mata saya terbuka, bahwa seorang yang mengecewakan orang lain juga merasakan kesedihan yang mendalam. Bahkan mungkin lebih dalam dari pada orang yang dikecewakan.

 

DIMAAFKAN DAN MEMAAFKAN
Mengecewakan dan dikecewakan hanya berbeda awal saja, “Me” dan “Di”. Tetapi sangat berbeda subyek dan obyeknya. Mengecewakan berarti subyek, dikecewakan berarti obyek. Hanya saja pada kasus ini, justru si obyek yang lebih mempunyai kekuasaan daripada si subyek. Si Obyek bisa membuat dirinya menjadi subyek. Begitu seterusnya sehingga kita berputar – putar di tempat yang sama. Padahal, perjalanan hidup ini masih panjang bukan ?

Untungnya, lingkaran setan tersebut bisa dihentikan dengan satu kata saja, yaitu kata “maaf”.

Mari kita memposisikan diri kita sebagai pihak yang dikecewakan. Apakah kita berhak untuk marah ? Apakah kita berhak untuk kecewa ? Dan apakah kita berhak untuk membalasa dendam ? Jika kita masih manusia, maka jawaban kita adalah PASTI! Kita mempunyai perasaan dan keinginan seperti itu (dan ini manusiawi loh…) Pertanyaannya yang harus kita sampaikan kepada diri kita adalah sampai sejauh mana…?

Kita berpikiran bahwa semua keinginan kita, impian kita, bahkan seluruh harta kekayaan ktia sudah kita pertaruhkan di sana, namun hasilnya adalah kekecewaan. Hasil akhir yang tidak anda harapkan, tetapi kenyataannya memang benar – benar terjadi. Jika anda tidak murka berarti anda adalah Tuhan, atau paling tidak seorang manusia yang sempurna. Atau…yang lebih wajar lagi adalah anda orang tidak normal (alias miring).

Yah, kita pihak yang dikecewakan berhak dan harus marah. Tetapi, sampai batas mana ? Sampai si pelaku mati ? Sampai si pelaku jadi gila ? Sampai si pelaku kehilangan pekerjaannya ? Sampai keturunannya ? Sampai anak-cucunya ?

 

HUBUNGAN DAN SITUASI
Baru – baru ini saya membaca sebuah buku karangan John C. Maxwell yang berjudul “Winning With People”. Salah satu babnya membahas mengenai Hubungan dan situasi. John mengajak kita berpikir mengenai mana yang terbaik antara sebuah hubungan dengan sebuah situasi. Apakah kita membiarkan sebuah hubungan lebih penting daripada sebuah situasi atau sebaliknya, membiarkan sebuah situasi lebih penting daripada sebuah hubungan.

Dalam suatu hubungan selalu ada situasi yang dapat merusak hubungan tersebut. Baik itu dikecewakan, kesalahan, atau kesalahan yang terus menerus terjadi. Relatif lebih mudah untuk mempertahankan suatu hubungan dimana kesalahan yang terjadi sekali saja. Dan sangat mustahil untuk mempertahankan suatu hubungan dimana kesalahan yang terjadi berulangkali dan dalam konteks kesalahan yang sama.

Jika hal itu menyangkut situasi hidup dan mati, manakah yang akan kita pertahankan ? Hubungan atau situasi ? Jika hal itu menyangkut hubungan hidup dan mati, manakah yang akan anda pertahankan ? Hubungan atau situasi ?

Seandainya hidup itu sedemikian mudah maka kita bisa menjawab dengan gampang. Namun hidup yang kita lakoni tiap hari sedemikian rumit, ada akibat yang harus kita tanggung bila kita salah memilih dan ada ganjaran yang akan kita terima bila kita memilih yang benar. Saya sendiri tidak tahu harus memilih yang mana…

Tetapi….setelah saya tau bahwa pihak yang mengecewakan juga menderita maka saya mengambil keputusan dalam hidup saya,

Jika saya adalah pihak yang dikecewakan, saya tahu bahwa si pelaku juga menderita
Jika saya adalah pihak yang dikecewakan, saya tahu bahwa saya pun dapat mengecewakan
Jika saya adalah pihak yang dikecewakan, saya tahu bahwa saya mempunyai kuasa untuk memaafkan
Jika saya adalah pihak yang dikecewakan, saya tahu bahwa saya masih hidup di dunia
Jika saya adalah pihak yang dikecewakan, saya tahu bahwa saya dapat membalas dendam
Jika saya adalah pihak yang dikecewakan, saya tahu bahwa apapun yang akan saya perbuat berarti sudah terlambat
Jika saya adalah pihak yang dikecewakan, saya tahu bahwa hidup saya bukan untuk hari ini saja
Jika saya adalah pihak yang dikecewakan, saya tahu bahwa semua orang pasti pernah kecewa dan mengecewakan

Lebih Memahami tentang Hidup
Apa yang berarti bagi hidup kita ? Apa yang kita kejar ? Dan apa makna penderitaan ini ?

Share this content