Mengapa Harga Barang Online Lebih Murah ?
Meskipun tidak semua orang beli barang secara online, tetapi sebagian besar penduduk kota besar sudah belanja daring. Paling tidak, sebelum belanja di toko offline, mereka sudah survey harga di tokopedia, shopee, lazada dan google. Faktanya, beli barang online memang lebih murah. Mulai dari baju, peralatan dapur, bahan makanan, komputer, laptop dan michat. Bagaimana nasib toko offline ? Beberapa sudah tutup, beberapa menghitung hari dan juga ada yang tambah berkembang. Bagaimana nasib anda dan saya ?
Biaya Operasional Rendah & Margin Tipis
Kalo gaji pegawai murah, maka margin tipis masih bisa untung. Jualan barang menggunakan toko online tidak perlu gaji UMR. Peraturan pemerintah dan hukum tidak bisa dipaksakan di sini. Tokonya saja tidak kelihatan dari luar. Tidak ada aktifitas jual beli yang ketara. Paling cuma gojek dan grab saja yang keluar masuk, lainnya petugas ekspedisi antar aja, jnt, jne yang sesekali pickup barang.
1 orang pegawai bisa memiliki 3 toko online. Cukup menggunakan platform BigSeller. Satu toko bisa di duplikat menjadi puluhan bahkan ratusan toko dalam hitungan menit. Tetapi kemampuan mereka hanya 3-5 toko. Lebih dari itu akan kacau ketika ada perubahan stok barang dan harga. Apalagi kalau high season, pesanan bisa membludak dan tidak dapat diselesaikan.
1 orang pegawai ini multifungsi, bisa jadi admin, bisa jadi gudang, bisa jadi packing dan bahkan pengirim. Dengan gaji sama. Gonta-ganti pegawai pun tidak susah. Gak perlu keahlian khusus, semuanya cukup mengikuti software marketplace. Lagipula anak jaman sekarang sudah terbiasa menggunakan HP.
1 perusahaan bisa punya 10 toko dengan 2 orang pegawai. "
Gajimu Rp xxx.xxx, mau ? Tidak apa-apa kalau keberatan, ada 10 orang yang antri di belakangmu. Murah ? Jelas ! Kok gak UMR ? Bati ne tipis, gak nututi nek minta gaji UMR. Kalo mau UMR silahkan melamar di perusahaan offline, jangan perusahaan online.
Kerjanya berat ? berat apanya ? Tinggal duduk manis di depan komputer dalam ruangan ber-AC kok berat ? Gak ada kerja fisik, cuman neken keyboard dan geser mouse saja. Paling cuma bungkus barang pake bubble warp saja. Dengan job des seperti ini… mau gaji berapa ? UMR ? Mimpi kale !!
Kenapa harga barang online lebih murah ? Karena marginnya tipis. Coba anda tanya diri anda sendiri ? Cari barang yang murah atau mahal ? Kalau mahal, beli atau nda ? Pembeli sekarang ini pinter-pinter. Cari yang murah, cari di tokopedia, shopee dan lazada dulu. Mana yang paling murah dan mana yang promonya paling banyak. Kalo belum ketemu, gak beli. Nunggu tanggal kembar dulu.
Sekarang era pembeli mencari penjual, bukan penjual yang merayu pembeli. Harga adalah kriteria pertama. Pembeli benar-benar dimanja dan minta dimanja. Tidak jarang ada yang ngelunjak. Barang murah minta kualtias dewa. Harga murah minta pelayanan luar biasa. Ditambah lagi bayarnya minta COD.
Mana ada sistem COD di toko offline ? Inilah yang paling merusak tatanan ekonomi kita. Tetapi perubahan ini tidak dapat dihindarkan. Hanya waktu yang bisa menjawab sampai kapan era kegilaan ini berakhir.
Saya katakan era kegilaan karena konsep berpikir jaman now yang tidak masuk akal. Invest uang untuk dibakar. Kalo uangnya habis, cari orang lain yang mau invest. Setelah itu dibakar lagi. Perusahaannya tidak pernah untung. Bahkan selama 10 tahun tidak pernah BEP. Semakin lama semakin besar minusnya. Semakin besar perusahaannya, semakin besar pula minusnya. Dijual ke pasar modal pun tetap tidak bisa balik modal.
Orang di pasar modal yang terkenal matematikanya akan melepeh perusahaan seperti ini. Tidak ada yang namanya “prospek masa depan yang menjanjikan”. Aturan yang berlaku di pasar ini adalah Laporan Keuangan, Neraca dan Laba/Rugi. Dunia pasar modal adalah dunia logika, bukan dunia maya. Boleh jual mimpi…. tetapi yang masuk akal bro.
Loyalitas Pegawai Gaji Rendah ? Musuh Dalam Selimut
Kebutuhan akan meningkat seiring bertambahnya usia. Pegawai baru cukup puas dengan gaji ala kadarnya. Tetapi gaji yang memang pada dasarnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup ini akan memaksa mereka untuk mencari ceperan. Perusahaan harus mengakomodasi kebutuhan ini. Jika tidak maka ada akibatnya.
Sudah lumrah bagi perusahaan untuk menekan pegawainya. Barang hilang dibebankan ke mereka, barang rusak dibebankan, kesalahan ekspedisi juga. Pokoknya, tidak ada perusahaan yang mau menanggung rugi. Sudah gaji kecil, dipotong lagi. Pegawai tidak bisa melawan secara frontal karena mereka juga butuh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Pilihannya hanya mencari ceperan yang halal dan ceperan yang tidak halal. Pegawai yang lebih pintar akan menyerap ilmu lalu keluar untuk menjadi pesaing perusahaan. Pegawai yang nekad juga bertindak sama, tetapi tanpa perhitungan yang matang. Dipikir gampang jualan online. Teorinya memang buka toko, pasang harga dan duduk manis menunggu pesanan datang.
Jenis orang nekad seperti inilah yang turut andil menghancurkan harga pasar. Beli banyak, ambil untung sama tetapi penjualan tak kunjung datang. Waktu berjalan dan mereka kekurangan uang tunai. Cara paling cepat adalah menurunkan harga. Jika berhasil, maka kue orang lain akan berkurang. Bos dan mantan pegawai perang harga sendiri. Dari untung tipis menjadi tidak untung dan pada akhirnya rugi-rugian. Yang kuat rugi akan menang. Yang modalnya besar ngos-ngosan dan yang kehabisan modal pada akhirnya gagal bayar.
Pesaing akan berkurang, demikian juga barangnya turut menghilang dari pasar. Harga yang terlanjur terjun bebas susah dikerek naik keatas. Dan barang yang tidak menguntungkan pada akhirnya akan ditinggalkan. Toh masih banyak peluang lain yang bisa dimasuki.
Sebenarnya, kenapa ada pegawai yang mau digaji rendah ? Karena terpaksa ! Karena dikeluarkan dari kerjaan akibat pandemi. Melamar di beberapa tempat pun tidak diterima. Perusahaan sendiri kehabisan cara untuk mempertahankan hidupnya. Menambah pegawai ada di urutan ke 10.
Coba diturunkan harganya, nyantol beberapa pembeli. Itu saja ! Satu dua tiga orang selama seminggu. Diturunkan lagi harganya sampai segaris dengan harga modal. Tetap saja tidak ada peningkatan penjualan. Akhirnya dijual rugi…. Dipikir laku cepat, ternyata tidak seindah yang dikatakan youtuber itu….
Ketika semua pembeli berubah profesi menjadi penjual, terus siapa yang akan beli ? Ketika semua pegawai keluar dan menjadi pesaing perusahaan, maka pasar akan semakin kacau. Apalagi barrier (halangan) bisnis online itu hampir tidak ada. Semua orang bisa jualan online !
Pemain Baru atau Pemain Lama Yang Pindah Posisi
Apa yang akan dilakukan distributor sepatu sekolah pada waktu menghadapi pandemi ? Tidak ada anak yang sekolah. Tidak ada yang perlu sepatu. Jadi penjualan sepatu berhenti total. Tidak ada penjualan sama sekali. Demikian juga dengan pabrik konveksi seragam sekolah. Mana ada yang beli baju seragam dalam dua tahun ini ?
Apakah para bos itu menangis dan menyesali nasib mereka ? Tutup lalu makan tidur di rumah saja ? Tentu saja tidak ! Setelah tutup, di investasikan kemana uang mereka ? Tentu saja ke bidang lain. Pemain baru di bidang ini sebenarnya pemain lama di bidang itu.
Perhitungan mereka sederhana. Jika di bidang sebelumya, margin keuntungannya 5%, mereka akan sangat senang sekali menemukan pasar baru yang bisa memberikan margin 7%. Dan ternyata pilihannya banyak.
Masuknya pemain baru ini memporak-porandakan pasar yang stabil. Misalnya saja di bidang otomotif yang margin keuntungannya bisa 20-50%. Mereka jual online, buka toko yang banyak dan mengambil margin 10% saja. Tentu saja ada alasan mendasar mengapa margin otomotif harus besar.
Karena pembeli melakukan repeat order 6 - 12 bulan kedepan. Bahkan ada barang yang bisa digunakan lebih dari setahun. Satu barang dibeli setiap 6 bulan sekali. Artinya, penjual harus menyimpan barang tersebut di gudang selama 6 bulan. Ini adalah biaya yang tidak terlihat. Duitnya mati selama itu !
Pemain baru tidak paham hal ini. Yang mereka lihat adalah untungnya gede, kalau harganya diturunkan….otomatis….teorinya…. Penjualan akan semakin banyak dan semakin cepat. Kenyataanya tidak demikian. Ditambah lagi variasi produknya yang banyak. Duit matinya besar !
Berapa jumlah pemain baru yang memasuki pasar baru ? Satu, dua, sepuluh ? Banyak…. Sesuai jumlah bidang usaha yang terdampak pandemi. Peralatan rumah tangga adalah salah satu segmen pasar yang mereka masuki. Peralatan komputer, perkakas dan alat pertukangan….pokoknya pasar yang marginnya gendut-gendut.
Apakah ini kabar gembira ? Ya dan tidak. Konsumen akan diuntungkan, tetapi dampaknya bukan hanya itu saja. Ketika semua orang membeli online, maka toko offline akan menderita. Strategi bertahan mereka adalah mengurangi stok. Jika tidak berhasil….dan umumnya memang tidak berhasil…. Maka mereka mulai mengurangi jumlah pegawai. Dan pada akhirnya akan menutup toko offline lalu membuka toko online karena bebas pajak dan biaya siluman.
Bagaimana nasib pegawai pecatan tadi ? Sama-sama buka toko online juga !
Menerima Nasib atau Berjuang ?
Perubahan ini tidak dapat dihindari. Peran Tokopedia dan Shopee tidak akan stop sampai di sini. Akan ada lagi toko yang akan tutup. Karena semua orang menyukai harga murah. Dan toko offline tidak akan pernah bisa mengalakan harga online.
Setiap penjualan Rp 10.000 di toko offline, perusahaan harus mengalokasikan Rp 1.100 untuk PPN. Modal mereka bukan 10.000 rupiah, tetapi 11.100 rupiah. Walaupun hanya mengambil margin 5% saja. Harga jual produk mereka minimal adalah Rp 11.655.
Dengan harga 11.100 rupiah, kelihatannya Indomart sudah untung Rp 1.100. Tapi kenyataannya tidak. Itu adalah PPN. Masuk ke kantong pemerintah. Indomart BEP, tidak untung dan tidak rugi. Ketika menjual Rp 11.655 barulah mendapat untung Rp 555.
Tapi omzet toko offline jauh lebih besar dari toko online."
Coba bandingkan dengan toko online yang menjual barang sama dengan harga Rp 11.000. Penjual sudah untung 1.000 rupiah. Itu margin 10%. Sangat mahal jika dibandingkan dengan harga Indomart. Sebagian berpikir bahwa harga indomart itu sangat mahal. Padahal sebaliknya, margin Indomart hanya 5% saja. Cuman untung 550 rupiah. Dengan karyawan gaji UMR, ruangan ber-AC dan pelayanan yang ramah.
Sementara toko online di Tokopedia, shopee dan Lazada tidak dipungut PPN, Pph, BPJS dan biaya tetek bengek lainnya. Enak banget ! Seharusnya pemerintah melakukan sesuatu dengan jenis penjualan ini. Dikenakan PPN kek, dikenakan PPH kek… sudah merusak harga, diberi fasilitas pula.
Bagaimana strategi toko offline menang melawan toko online ? Omong kosong...tidak ada cara terbaik. Kecuali orang mau membayar lebih mahal untuk barang yang sama. Dan itu hampir mustahil kecuali dia kepepet atau kelebihan uang. Mana mungkin ? Pandemi memaksa orang untuk berhemat, penjualan masih belum stabil, setidaknya untuk 1-2 tahun kedepan.
Yang bisa perusahaan lakukan sekarang ini adalah meminimialkan jumlah pegawai. Dari 5 orang menjadi 3 orang. Dari 2 orang menjadi 1 orang. Beban kerja 5 orang itu harus ditanggung 3 orang. Pekerjaan 2 orang dikerjakan 1 orang. Dan jangan harap mendapatkan kenaikan gaji dalam waktu dekat. Semua orang susah, untuk dapat bertahan, semua orang harus berkorban. Dan pengorbanan karyawan jauh lebih berat daripada pengorbanan bos !
Jika anda masih bekerja, bersyukurlah. Jangan mengeluh, karena cari pekerjaan baru sekarang ini susah. Jika anda pemilik toko kecil, sadarilah bahwa daya beli masyarakat memang menurun. Tidak ada apapun yang bisa kita lakukan. Memang beginilah keadaan kita, semuanya sama. Tentu saja beberapa bidang dapat tumbuh dalam situasi ini. Dalam setiap masalah selalu ada kesempatan.
Toko offline tidak mungkin berubah menjadi toko online karena SDM dan SDA yang digunakan berbeda. Satu-satunya cara adalah menutup toko dan memulai jualan online. Tetapi omzet akan mengecil. Penjualan online memang terlihat menguntungkan. Tetapi pada kenyataannya juga berdarah-darah.
Target mereka adalah omzet. Margin tetap tipis dan diatur pasar. Kita tidak bisa menentukan harga sesuai keinginan kita. Sistemnya rapuh, pelanggan mudah beralih ke penjual lain yang harganya lebih murah. Mencari barang hanya perlu mengurutkan berdasarkan harga terendah.
Saya pun yakin, dalam waktu dekat ini, 1-2 tahun mendatang, petugas pajak akan mendatangi toko - toko online yang tersebar di marketplace. Bayar’o pajak rek ! Dan ketika surat cinta itu sampai di tangan kita. Tidak ada satupun yang bisa kita lakukan kecuali membayar pajak karena data-datanya sudah ditangan mereka.
Anda pikir tokopedia, shopee, lazada dan lainnya melindungi anda dari dirjen pajak. Tidak ! Mereka juga takluk. Dan data anda 100% akurat. Nama, alamat, penjualan harian, bulanan dan tahunan. Pada waktu itu anda akan duduk termenung menyesali nasib…. Aku ambil untung cuma 5%, Disuruh bayar pajak 10%. Lak rugi….Kerja keras selama ini berarti kerja bakti. Rumah disita, mobil dijual, toko di segel…. dijual semua pun gak cukup buat bayar pajak.
Jelas… perhitungannya kan sederhana….untung anda 5% dipotong biaya-biaya. Paling dapat bersihnya cuman 2%. Hutang pajak yang harus dibayar itu minimal 10%. Anggap saja omzet bulanan anda 100 juta. Untung bersih Rp 2.000.000.
Jumlah pajak yang harus anda bayar Adalah Rp 10.000.000 perbulan. Dapat dari mana 8 juta itu tadi ? Semoga saja kasus ini tidak menimpa kita semua.
Pembeli Adalah Raja ? Raja Lalim atau Raja yang Bijaksana
Raja lalim dimusuhi rakyatnya, raja yang bijaksana dihormati. Jangan beli di toko offline kalau mau dianggap raja. Beli di online saja !
Membandingkan harga di toko dengan online jelas membandingkan dua hal yang berbeda. Walaupun barangnya sama. Jangan komentar kok mahal ? Diam saja, tertawa dan pergi, dengan begitu suasana akan tetap kondusif. Tidak ada orang gila yang mau menjual barang terlalu mahal. Tetapi harga jual itu dihitung dengan teliti. Setelah dikurangi biaya dan margin laba.
Jangan mengharapkan jawaban yang manis dan lengkap dari penjual marketplace. Untung mereka sedikit dan mengejar omzet. Tugasnya adalah meningkatkan penjualan, bukan melayani pertanyaan anda. Kalo mau beli, kalau tidak mau ya… jangan beli di sini. Carilah toko lain yang mau melayani anda.
Sekarang jamannya pembeli mencari penjual, bukan penjual mencari pembeli. Kami mendisplay barang, anda yang memilih. Cocok bungkus, lainnya lewat.
Share this content