Belajar dari trend penjualan online 2010-2022
Beberapa cara menjual secara online melalui marketplace, sosial media, website sendiri (e-commerce), WhatsApp atau gojek dan grab. Membuka toko online di platform tersebut sangat mudah. Hanya butuh HP dan KTP. Yang susah adalah mencari pembelinya, laku atau tidak, hasilnya cukup buat hidup atau tidak. Tren terus berganti, apa yang menghasilkan saat ini, belum tentu berlangsung selamanya.
2010, Dimulainya Penjualan Online di Indonesia
Tahun 2010an adalah awal penjualan online di Indonesia. Waktu itu orang masih beli barang di toko kelontong, pusat perbelanjaan dan kan pasar khusus. Karena teknologi hanya bisa dimiliki oleh beberapa orang saja. HP tidak semurah sekarang, koneksi internet tidak secepat sekarang dan aplikasi tidak semudah sekarang.
Untuk menghasilkan foto yang bagus, paling tidak orang harus memiliki kamera digital. Setelah itu fotonya di pindah ke komputer dan di-edit menggunakan program Photoshop. Satu foto memerlukan waktu kerja paling cepat setengah hari. Dan tidak semua orang memiliki fasilitas seperti ini.
Pada zaman itu, saya membeli barang di toko online, lalu saya foto dan pasang di website toko online saya sendiri. Untuk platform online yang ada adalah Tokobagus. Penjualan jangka panjang melalui toko online saya, sementara untuk penjualan jangka pendek melalui toko bagus, yang sekarang berganti menjadi OLX.
Keuntungan yang didapat sangat besar, sama seperti keuntungan importir. Karena penjual tidak banyak dan informasi tidak mudah didapat. Lagi pula pembeli cenderung melakukan transaksi tunai, ada uang ada barang.
Beberapa tahun kemudian munculah Tokopedia dan Bukalapak. Mereka adalah pihak ketiga yang menyediakan program dan rekber (Rekening Bersama).
Istilah rekber sudah umum digunakan di Kaskus. Sebelum ada Tokopedia dan lainnya, platform untuk transaksi online banyak dilakukan di forum jual beli seperti Kaskus. Ada pihak penjual, ada pihak pembeli dan ada pihak perantara yang menerima uang.
Pembeli mentransfer uang ke perantara yang yang istilahnya RekBer. Penjual menanyakan dananya sudah masuk atau belum. Setelah itu barang dikirim ke pembeli. Setelah barang sampai, penjual dan pembeli sama-sama puas, uang yang ada di rekber ditransfer ke penjual. Untuk menggunakan RekBer dikenakan biaya layanan. Salah satu yang terkenal pada waktu itu adalah BlackPanda.
Sayangnya reputasi blackpanda ini harus berakhir buruk, seiring dengan kematian Kaskus. Memang situs yang pernah menjadi forum terbesar di Indonesia tidak jelas lagi nasibnya. Masih hidup, masih ada yang mengakses, tetapi hanya menjadi portal berita pada umumnya saja.
Pada zaman itu Tokopedia dan Bukalapak hanya menjadi di salah satu channel penjualan barang. Mengapa ? Karena waktu itu beli barang online lebih mahal daripada beli offline. Ada tambahan ongkos kirim. Di sisi pembeli pun juga tidak mau ambil resiko dengan kualitas barang. Masih belum ada investor yang bakar uang di kedua marketplace ini
Sistem distribusi barang pun masih mengikuti kaidah umum, dari pabrik ke distributor lanjut ke agen dan terakhir ke konsumen. Meskipun ada perang harga, margin keuntungan nya masih bisa diterima.
Bagi pengusaha yang tidak penjual di Tokopedia, mereka memilih membuat toko online sendiri atau memanfaatkan platform perusahaan toko online. Tokopedia adalah 1 pusat perbelanjaan, di mana di dalamnya banyak terdapat toko-toko. Sementara perusahaan pembuat toko online membuat toko di tempat yang berbeda-beda.
Tentu saja ada kelebihan dan kekurangan masing-masing. Kelebihan membuka toko di marketplace seperti Tokopedia adalah :
- Tidak perlu biaya promosi untuk mengenalkan toko baru.
- Sistemnya standar dan baku.
Sementara kekurangannya :
- Tingkat persaingan tinggi
- Harga diatur pembeli berdasarkan filter barang termurah atau terlaris
- Toko dapat kena pinalti sewaktu-waktu. Hilang dan tidak dapat dipulihkan.
Atas dasar inilah beberapa orang memilih untuk membuat toko online sendiri. Tetapi kebanyakan mati karena biaya pembuatannya dan pemeliharaannya tinggi.
Saya cenderung menyarankan orang yang untuk membuka di marketplace karena tingkat kesulitannya masih bisa diterima. Yang penting bisa dapat harga murah kemungkinan besar tokonya jalan. Tidak perlu menambah pegawai ahli, cukup lulusan SMA sudah bisa mengoperasikan sistem marketplace.
Tren toko online menggunakan website ini kemudian berganti menjadi pembuatan aplikasi Android. Orang cukup menginstal toko online kita dari Google Play store, kemudian dia tinggal pilih-pilih barang dan check-out. Secara teori sangat mudah diterapkan. Tetapi pada kenyataannya tren ini mati sebelum berkembang.
Biaya untuk membuat aplikasi penjualan Android itu tidak murah. Orang harus dua kali investasi, membuat website toko online dan membuat aplikasi toko online. Pada tahun itu biaya investasinya minimal 15 juta. Belum biaya promosi untuk mempopulerkan website toko onlinenya. Lagipula aplikasi itu tidak bisa muncul di hasil pencarian Google.
Aplikasi yang kita buat hanya bisa dicari di Google Play store. Kalau traffic pengunjung website kita tidak tinggi, tidak akan ada orang yang mendownload aplikasi toko online kita. Meskipun riseller kita banyak, tidak akan menjamin mereka mau menginstal aplikasi milik kita ini.
Kita memang bisa memperkirakan tren penjualan online beberapa tahun kedepan. Tetapi ramalan kita tidak selalu tepat. Ada produk substitusi yang tidak kita ketahui, ada inovasi baru yang akan menggantikan trend yang ada. Atau bisa juga pasar tidak siap untuk berubah.
Teknologi itu bisnis yang beresiko tinggi, kalau berhasil langsung naik ke tingkat yang lebih tinggi. Tetapi kalau gagal akan langsung habis tidak ada gantinya. Seperti bisnis aplikasi Android yang hidup dan mati hanya dalam waktu 1 tahun saja.
2015, Era Bakar-Bakar Uang Investor
Tokopedia, Bukalapak dan Gojek adalah contoh 1 banding sejuta. Artinya:
- Peluang mimpi menjadi kenyataan itu ada, tetapi tidak untuk semua orang
- Investor adalah salah satu cara yang akan menaikkan level bisnis kita ke tingkat paling tinggi
- 99% pelaku usaha, termasuk kita, harus berjuang keras tanpa investor
Ada orang yang bekerja keras sepanjang hidupnya. Tidak semuanya menjadi orang super kaya. Ada juga orang yang bekerja cerdas, tidak semuanya jadi konglomerat. Ada orang yang tidak memiliki kemampuan istimewa, tapi bisa punya banyak rumah dan deposito. Ada juga yang dilahirkan dengan kekayaan. Selalu ada cerita orang biasa-biasa saja yang akhirnya menjadi milyarder. Juga ada banyak cerita tentang orang yang mencoba apa saja tapi hidupnya tidak menjadi apa-apa.
Kehidupan itu tidak pernah adil. Kehidupan itu adalah kerja keras ditambah berkat Tuhan. Ada yang diberkati melimpah dan sisanya diberi secukupnya. Tidak kekurangan dan tidak berlebihan. Demikian pula dengan William Tanujaya. Tuhan mengangkat dia.
Kerja keras, kerja cerdas, koneksi atau apa sajalah...sebutkan teori, tips …. Saya yakin ada ribuan orang yang juga bekerja keras dan bekerja cerdas.Tapi mimpinya tidak menjadi kenyataan. Bukan waktu Tuhan, bukan rencana Tuhan…. Selalu ada alasan yang dapat dicari. Kenyataannya, faktanya…. 1 banding sejuta !
Apa kelebihan Tokopedia, Bukalapak dan startup lainnya yang menunggu investor ? Hanya valuasi perusahaannya. Dihitung tinggi karena omzet penjualannya yang besar, perputaran uangnya besar sekali. Itu saja om ! Kalau kita melihat laporan keuangannya….rugi besar ! Dari berdirinya sampai sekarang ini, 13 tahun lamanya, perusahaan - perusahaan ini tidak pernah menghasilkan keuntungan. Mendekati BEP pun tidak. Setiap tahun rugi, dan kerugiannya semakin besar.
Coba anda pimpinan perusahaan seperti ini ? Bakalan dipecat ! Makan gaji buta ? Kamu ngapain aja di kantor ? Mau nunggu berapa tahun lagi baru untung ? 5 tahun lagi ? Tahun 2027 ?
Selama tidak ada investor baru, marketplace ini pasti mati ! Bukalapak, hidup enggan, mati pun segan. Sekarang Shopee mulai ditinggalkan pembeli dan penjualnya. Promonya semakin sedikit. Biaya yang dibebankan ke penjual semakin besar. Mereka semua melupakan prinsip dasar marketing.
Jadi teringat dengan OVO. Dompet digital yang kehabisan dana. Konon, tiap bulan bakar uang 700 Milyar. Apa hasilnya ? Dijual ke perusahaan lain. BEP ? Rasanya tidak. Mereka bukan orang bodoh, mereka orang yang penuh perhitungan. Kalau menguntungkan akan digenggam. Kalau tidak menguntungkan dibuang. Apa pendapat anda ketika mendengar 70% saham OVO dijual ?
Kalau masih ada kemungkinan untung di masa depan, saham OVO akan dijual 40%, sisanya 60% untuk pendirinya. Kalau masih ada kemungkinan bertahan, saham OVO hanya akan dijual 50%. Mereka lupa bahwa diatasnya langit masih ada langit. Sekarang jamannya pasar global dimana raksasa di luar kandang bisa masuk sini.
Setelah Tokopedia kehabisan nafas, Bukalapak mengambil pasar mereka dengan promo yang lebih besar. Setelah Bukalapak kehabisan dana, Shopee masuk dengan promo yang lebih gila. Setelah Shopee kebingungan cari investor baru, pasar kembali ke Tokopedia yang masih memberikan promo terbaik untuk saat ini.
Kelihatannya Shopee mulai kalap. Menaikkan biaya admin Seller dan promo Seabank bunga 7%, dimana bunga bank 3-4%. Kelihatannya akan ada gagal bayar nih. Apakah masyarakat sadar ? Apakah mereka tambah pintar ? Atau tetap sama, tidak belajar dari sejarah ?
Mari kita berpikir praktis dan logis. Apa tujuan kita meng-investasi-kan uang kita ? Jelas untuk menghasilkan keuntungan. Kenapa Tokopedia dan lainnya tidak segera go public ? Seperti saudaranya, si merah dengan kode BUKA ? Karena tahu bakalan nyungsep ! Karena tau valuasi perusahaannya tidak sebesar bombardir media. Dibuka pertama kali dengan nilai 850 rupiah/lembar. Gak sampai satu tahun (terhitung 6 Agustus 2021) langsung nilainya menguap 57% menjadi 358 rupiah/saham.
Pandemi membuka tabir penjualan online Indonesia. Dimana transaksi penjualan online meningkat drastis. Logikanya, ketika barang dagangan kita laris…. Keuntungan kita akan semakin banyak. Bagaimana dengan para unicorn - unicorn ini ? Apakah tahun 2021 lalu laporan keuangannya jadi hijau ? Saya yakin tidak !
2019, Era Media Sosial Yang Brutal
Tidak ada yang namanya usaha tanpa modal. Semua usaha butuh modal. Dan modal tidak selalu berhubungan dengan uang, tetapi uang adalah salah satu syarat mutlak. Kebenarannya, tanpa uang, tidak akan bisa berdagang. Masalahnya pada jumlah uangnya.
Modal 100 ribu saja sudah cukup untuk berdagang. Tidak perlu 100 juta. Tentu saja keuntungan berbanding lurus dengan modal. Semakin banyak nol-nya, semakin besar pula keuntungannya.
- Modal 1 juta, keuntungan realistisnya 100 ribu.
- Modal 100 juta, keuntungan realistisnya 10 juta.
- Modal 100 ribu, keuntungan realistisnya 10 ribu.
- Modal 1 milyar, keuntungan realistisnya 100 juta.
- Tanpa modal, keuntungan realistisnya 0
Konsep jualan online tanpa modal itu tidak ada. Istilah dropship itu ada dan bisa dilakukan. Tetapi butuh modal. Dan jumlahnya tidak banyak.
Selain uang, modal adalah kerja keras, kreatifitas, ketekunan, koneksi dan semua hal yang ada di sekitar kita. Termasuk Facebook, Instagram, Youtube, whatsapp dan medsos lainnya.
Media sosial adalah bentuk modern pemasaran dari mulut ke mulut. Karena orangorang yang ada dalam kontak kita adalah orang yang kita kenal. Menjual kepada mereka lebih mudah karena sudah ada faktor kepercayaan. Apalagi jika ditambahi embel-embel, “Tolong.”
Sistem penjualan dropship lebih mungkin dilakukan melalui medsos. Dan juga lebih tepat sasaran. Yang dibutuhkan adalah konten foto dan video yang menarik. Yang berarti influencer. Tidak perlu ganteng atau cantik, yang penting pinter mbacot dan videonya menarik. Masalah produknya berkualitas atau tidak itu urusan lain. Yang penting viral dulu.
Di sisi lain, upload video di Youtube juga bisa menghasilkan uang. Sedangkan upload video di instagram baru akan menghasilkan uang jika sudah menyandang gelar Influencer atau Selebgram. Tarifnya lumayan, minimal 500 ribu per video dengan durasi 1-2 menit. Tergantung jumlah followernya.
- Upload video dapat uang. Siapa yang tidak tertarik ?
- Jadi Selebgram/Influencer dengan modal HP. Siapa yang tidak tertarik ?
- Bagaimana caranya supaya bisa dikenal dan terkenal ?
Kenyataannya, iklan tidak pernah sesuai dengan kenyataan. Tidak semudah itu mendapatkan dollar adsense. Tidak semudah itu menjadi influencer. Lebih banyak yang gagal daripada yang sukses. Beberapa orang menggunakan cara yang tidak sehat, yang akhirnya memenuhi Youtube dan media sosial kita.
Kita tidak bisa melarang anak-anak menonton youtube. Bahkan kita sendiri pun kecanduan video hiburan ini. Melarang youtube dan media sosial tidak akan membuat kita tambah pintar. Justru sebaliknya, kita malah tertinggal. Disiplin adalah kuncinya. Bagaimana kita sebagai orangtua menjadi teladan memilih konten yang mendidik untuk diri kita sendiri. Barulah anak-anak melihat dan belajar dari tindakan kita. Contoh ini lebih mengena daripada ngomel setiap hari.
Pada tahun 2019an platform marketplace hanya menyediakan text dan foto. Dan hal ini sering menyebabkan kekecewaan pembeli. Fotonya bagus tetapi barang yang datang jelek. Memang bentuk dan warnanya sama, tetapi kualitas produknya jelek. Dari sinilah ide untuk menghidupkan produk muncul. Saluran yang tersedia adalah media sosial yang ideal untuk memposting foto dan video. Tetapi platform mereka tidak bersahabat untuk menjual produk. Tampilan media sosial ditata berdasarkan urutan waktu. Sedangkan platform marketplace ditata berdasarkan minat pengguna.
Solusi terbaik waktu itu adalah menjual melalui marketplace dan menampilkan video produk di media sosial. Tetapi metode ini disalah artikan oleh pengguna media sosial. Mereka memaksa menjual di medsos. Tentu saja dimana ada kemauan di situ ada jalan. Apalagi kelebihan medsos adalah menjual ke teman yang sudah dikenal. Tidak ada hambatan kepercayaan lagi. Yang ada adalah sistem PO yang juga sering mbeleset.
Pemain media sosial melihat hal ini sebagai peluang, penjual mareketplace juga butuh brand ambasador untuk produk mereka. Klik ! Maka dimulailah era influencer dan pemasaran media sosial. Padahal nun jauh di negeri Twitter sudah ada dunia buzzer. Dan hal ini juga dipandang menguntungkan bagi para politikus.
2022, Era Baru yang Lebih Tenang dan Terpelajar
Investor, penjual dan pembeli telah sama-sama belajar dari pengalaman pahit selama 10 tahun ini. Tetapi sebenarnya, tahun 2000 lalu, ketika internet pertama kali ditemukan, telah terjadi booming dan crash. Banyak yang mengharapkan booming dan perubahan perilaku. Mereka mengharapkan ledakan yang eksponensial namun berakhir dengan kebangkrutan.
Apa yang investor pelajari :
- Tidak akan ada penguasa tunggal di e-commerce. Tidak ada yang benar-benar menjadi pemimpin pasar tunggal.
- Menjadi nomer satu, harga yang harus dibayarkan sangat tinggi dan tidak ada keuntungan finansial yang sepadan dengan biayanya
Apa yang penjual sadari:
- Pembeli hanya setia pada harga, bukan toko dan bukan promo.
- Tidak ada loyalitas di pasar online, yang di-ingat adalah nama barang, bukan nama toko.
- Pasar online tidak sebesar pasar offline. Memang benar jangkauannya lebih luas.
Apa yang pembeli alami:
- Seringkali barang yang diterima tidak sesuai dengan yang ditampilkan
- Diskon, voucher dan promo pasti ada, transaksi ditunda pada saat yang tepat
- Selalu ada penjual yang bisa diatur dan dimanfaatkan
Yang sebenarnya memporak-porandakan pasar adalah bakar-bakar uang Investor, bukan marketplace online. Tanpa investor, tidak akan ada gratis ongkos kirim (setiap hari). Tanpa investor, tidak akan ada diskon pembelian barang.
Distributor yang membeli barang dalam jumlah besar pun harus membayar ongkos pengiriman barang yang dibelinya. Biaya ini dimasukkan ke dalam HPP mereka. Sehingga harga jual barang = harga beli + ongkir + packing.
Karena ada campur tangan investor, maka harga jual barang menjadi = harga barang. Tentu saja jatuhnya lebih murah daripada harga distributor. Apakah pabrik mau dipaksa menanggung ongkos kirim ke distributor ? Go To Hell ! Gak tuku gak pateken ! Cari’o pabrik lainnya.
Sebagaimana suatu usaha diharuskan mendapatkan laba untuk membiayai operasional dan karyawannya. Maka biaya yang ditanggung pembeli harus ditanggung pembeli. Bukan disubsidi penjual. Memangnya kami ini dinas sosial ?
Berbeda dengan tokopedia, bukalapak, shopee dan lainnya. Mereka adalah dinas sosial ! Mereka rela rugi dan harus merugi. Jangan sampai untung ! ^-^’ itu dosa !
Pendapatan perusahaan-perusahaan unicorn ini tidak pernah bisa menutup biaya operasional mereka sendiri. Siapa yang pusing ? Yang pasti bukan penjual atau pembeli. Investor-lah yang pusing. Duit siapa lagi yang akan dibakar ? Ketika tidak ada investor yang minat, maka perusahaan-perusahaan ini tinggal menghitung hari. Seperti Bukalapak yang semakin kering kerontang. Warna merah yang artinya berani juga bisa berarti berdarah-darah.
Ketika marketplace ditinggal investornya, maka promo dan diskon akan berkurang. Promo yang berkurang ini menyebabkan pembeli melirik kesana-kemari mencari toko lain. Berkurangnya pembeli menyebabkan penjual menutup tokonya dan membuka lapak baru di tempat yang sedang ramai. Begitulah siklus penjualan online terjadi. Ukuran kue-nya tetap sama, hanya semut-semutnya saja yang berpindah-pindah dari satu kue ke kue lainnya.
Investor, penjual dan pembeli menyadari pola ini. Tidak akan ada lagi gunanya meneruskan pola dengan membakar uang lagi untuk menguasai pasar. Tetapi pak… Nilai kapitalisasi pasarnya kan besar. Harga sahamnya kan jadi tinggi. Masa sih ? Coba lihat harga saham bukalapak sekarang ? Melejit naik atau melejit jadi gocap ? Karena itu GoTo menunda-nunda untuk IPO. Pasar tidak percaya dengan perusahaan dot com !
Pesan Moral Bagi Penjual Online 2022
COD itu menyesatkan. Apakah ini bentuk Win-Win Solution era perdagangan online ? Tidak ! Dimanapun negara manapun juga, tidak ada yang namanya barang dikirim baru dibayar setelah diterima. Itu adalah strategi putus asa penjual. Siapa yang butuh ? Yang jual atau yang beli ?
Kalaupun COD, selalu ada yang namanya DP atau uang muka penjualan. COD satu kota masih wajar. COD antar provinsi itu namanya bunuh diri. Kalau pembeli memang niat beli, bayar ke tokopedia atau marketplace lainnya seharusnya tidak masalah. Pilihan pembayarannya banyak, bisa melalui jaringan indomart dan alfamidi yang tersebar luas. Lagipula, kalau mereka bisa install shopee berarti lokasi mereka sudah terjangkau teknologi.
Apakah COD akan menjadi trend penjualan online kedepan ? Bisa jadi. Apabila hal ini terjadi, mampuslah para penjual online ! Dengan sistem normal saja, pencairan dana penjualan mundur 2-7 hari. Tetapi dengan keyakinan menerima pembayaran.
Sistem COD bisa diterapkan jika harga barangnya relatif murah. Menjual kasur sistem COD adalah tindakan tidak rasional. Selain harganya mahal, biaya pengirimannya juga besar. Demikian juga menjual sepatu Converse dengan sistem COD. Dijamin ilang barangnya. Apa ada penjual seperti ini ? Ada om ! Cukup banyak juga.
Awas ! Ada yang namanya Pajak Penghasilan, PPN dan Laporan pajak ! Data penjualan kita di Marketplace itu tidak bersifat rahasia bagi petugas pajak. Akan ada masanya data kita yang akan diperiksa. Dan tidak akan ada alasan untuk mengelak karena data itu diperoleh dari penyedia aplikasi dan ter-verifikasi. Dan satu pesan WA dari petugas ini akan membuat hidup anda tidak tentram lagi.
Pajak penjual online itu bukan dari keuntungan bersih, tetapi dari omzet penjualan kita. Kalau omzet penjualan kita 100 juta perbulan dan keuntungannya 5 juta. Maka perhitungan pajaknya diambil dari 100 juta. Cepat atau lambat, pajak untuk penjual online ini akan merata.
Atas dasar inilah, orang kaya paling tidak suka pamer kekayaannya di media sosial. Menarik masalah ! Orang yang benar-benar kaya tidak perlu mencari pujian di media sosial. Teman-temannya, tetangganya, pegawainya sudah tahu dan hormat kepada mereka. Mereka tidak butuh aktualisasi diri di dunia maya yang tidak nyata. Karena di dunia nyata mereka benar-benar aktual !
Kurangi cari tips di medsos dan youtube, karena tujuan mereka sebenarnya adalah mendapatkan uang dari konten yang dilihat. Dari dulu sampai sekarang, yang namanya rahasia perusahaan itu tidak akan pernah dibagikan kepada publik. Hanya kepada teman terdekat saja. Itupun tidak semua teman. Orang sukses itu tidak mau viral di medsos maupun online. Mereka udah cape dengan pekerjaan dan urusan keluarga. Mereka tidak punya waktu posting "setiap hari" di medsos.
Konten yang mereka buat itu yang mendatangkan traffic adsense. Bukan untuk mengajari kita. Meskipun ada banyak konten kreator, isinya sama semua, cuman urutannya dibolak-balik, judulnya dirubah-rubah, editanya dibuat menarik. Walaupun bisa dipraktekan, isinya hanya hal-hal mendasar. Saya jamin, walaupun anda melakukan itu semua, penjualan tidak akan meningkat. Malah tambah bodoh.
Media sosial saat ini sudah tidak sehat dan tidak mendidik. Kebanyakan orang pamer. Lagipula, yang namanya tutorial atau tips tidak bisa ditulis dalam 20 kalimat. apalagi cuman 6 kata. Tipikal media sosial adalah konten yang bersifat trending dan berita. Orang tidak membagikan pelajaran di media sosial.
Baca dan cari informasi secukupnya. Lakukan apa yang kita yakini. Lakukan setiap hari, secara konsisten, belajar sendiri. Jangan dengarkan kata-kata influencer yang anda ikuti di medsos. Tujuan mereka membuat konten bukan untuk mendidik anda, tetapi mempopulerkan diri mereka. Siapa tahu tulisan kali ini, video kali ini bisa viral.
Share this content