Perubahan Cara Berbisnis Setelah 2021 (Berdagang)
Setelah 1,5 tahun lebih banyak tinggal di rumah, perekonomian porak poranda. Dalam sekejap mata pabrik, mall, toko, sekolah, pasar berhenti beroperasi. Kesunyian melanda, hanya rumah sakit yang ramai. Satu-persatu pengusaha tumbang. Tentu saja ada yang tumbuh berkembang. Bisnis kuliner, ekspedisi, toko online, media sosial mengalami percepatan. Kini, model bisnis dan gaya berdagang sedang mencari keseimbangan baru. Semoga apa yang saya ketahui dan sampaikan ini bisa menginspirasi dan menjadi pertimbangan kita sebelum melangkah.
Pemotongan Jalur Distribusi (Menghilangkan Distributor/Agen)
Karena orang sudah terbiasa berbelanja online melalui marketplace seperti Tokopedia atau Shopee, maka pabrik atau importir mencoba menjual barang mereka melalui platform e-commerce ini. Agar menarik, harga jualnya mendekati harga jual ke distributor.
Tujuan mereka sebenarnya mencari distributor baru, tetapi berdampak pada semua saluran distribusi. Konsumen akhir dan agen bisa langsung membeli ke sumbernya. Masalahnya, harga kulakan distributor sekarang menjadi rahasia publik. Tentu saja, para pembeli yang suka membanding-bandingkan, menawar para distributor ini dengan harga online.
"Untungmu kebacut ! " Teriak para pembeli dalam hati. "Kulakan 5.000 dijual 10.000. Bati 2x lipat !!"
Berapa keuntungan yang wajar ? Pertanyaan ini tidak bisa dijawab dengan tegas. Banyak sekali yang mempengaruhi faktor harga dan keuntungan. Contohnya:
- Kategori barang, apakah barang kebutuhan sehari-hari atau barang sekunder.
- Tipe penjual, apakah dia itu distributor, pedagang kecil, pabrik atau agen.
- Kualitas barang, apakah bahan bakunya jelek atau bagus.
- Sifat dan ukuran barang, apakah mudah rusak, besar atau kecil.
- Tingkat persaingan
Keuntungan minimal bagi pabrik adalah 100 persen atau 2 kali lipat. Jika modal produksi nya Rp 500, harga jualnya harus diatas Rp 1.000. Jika marginnya kurang dari itu, lebih baik tidak usah buka pabrik. Kalaupun dipaksakan, pasti akan tutup. Idealnya di angka 1,5 kali lipat biaya produksi.
Memang aturan ini tak mutlak, contohnya pabrik pengemasan minyak goreng. Keuntungannya malah tidak sampai 5%, tetapi omsetnya besar sekali. Karena tingkat persaingannya sangat tinggi. Dan pasarnya sangat besar. Peternakan juga sama, labanya tidak sampai dua kali lipat.
Keuntungan minimal bagi distributor adalah 30%. Akan ideal kalau mencapai 50%. Mengapa ? Karena distributor membeli dalam jumlah banyak dengan resiko tidak habis terjual. Rumus perdagangan sederhana adalah investasi yang sebanding dengan ROI (Return of Investment). Modal besar, keuntungan harus besar juga. Tidak ada istilah modal kecil untung besar dalam dunia nyata. Mereka yang berkata bisa, adalah orang yang hidup dalam khayalan. Penjual mimpi !
Sayangnya, konten seperti ini banyak bermunculan di media sosial dengan judul-judul yang clickbait:
- Jadi dropshipper, omset ratusan juta sebulan.
- Modal 100 ribu jadi 100 juta.
- Bisnis modal kecil untung puluhan juta perbulan.
- Cara jualan laku tiap hari di Shopee.
- Main Tiktok dapat 20 juta sebulan.
Apa yang terjadi jika jatah keuntungan distributor dipatok kurang dari 10% ? Berat, tapi tidak menjadi masalah besar selama pabrik hanya menjual ke distributor. Baru menjadi masalah ketika pabrik ikut jualan ke konsumen akhir melalui marketplace.
Bayangkan, untuk mendapatkan harga modal 10.000 rupiah, para distributor ini harus membeli sebanyak 100 unit. Sementara konsumen dapat membeli satu biji dengan harga Rp 11.000.
Apakah tidak ada konsumen yang menawar harga ? Apakah tidak ada penjual yang butuh dana segar ? Apakah tidak ada seller yang hutang gak bayar ? Apakah semua proses penjualan lancar tanpa masalah ?
1.000 konsumen berarti 1.000 masalah yang berbeda. Menjual kepada 100 orang lebih mudah daripada menjual ke 500 orang. Lagipula struktur organisasi pabrik dengan distributor berbeda. SDM yang dibutuhkan pun juga berbeda.
Kecuali kerjaan saya cari duit dari adsense."
Tidak usah terlalu jauh, sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk membuka toko online sangat berbeda jauh dengan toko fisik. Paling tidak, kita membutuhkan seragam jika ingin membuka toko online. SPG yang dibutuhkan harus pandai berbicara, berpenampilan menarik dan menguasai produk.
Untuk pegawai toko online, cukup orang yang bisa komputer. Tentu saja gajinya juga berbeda. Pegawai toko online lebih murah. Tidak perlu dekorasi toko, beli rak barang, pasang AC dan tentu saja ijin usaha yang merembet ke administrasi pemerintahan yang berbiaya mahal.
Pabrik atau importir memiliki kapasitas produksi yang besar. Menjual semua hasil produksi ini ke konsumen akhir jelas tidak mungkin. Pabrik akan kelebihan stok, gudangnya penuh, memberikan diskon dan mulai muncul masalah lainnya. Konsumen akhir bukan tipikal spekulan. Bukan jenis orang yang bisa diberi target penjualan. Mereka hanyalah konsumen.
Memang ada di seller kecil yang pengambilannya lumayan banyak. Tetapi modal mereka tidak besar. Melempar barang ke mereka dengan sistem kredit selalu berakhir dengan gagal bayar. Seringkali, mereka kekurangan uang tunai sehingga menghancurkan harga barang. Seller jenis ini tidak loyal terhadap perusahaan, mereka hanya loyal pada harga yang paling murah.
Importir independen biasanya menggunakan cara ini. Dan mereka selalu berakhir dengan keluar dari pasar. Harga jual barang mereka tidak dibedakan antara distributor, reseller, dengan user. Kalaupun ada, perbedaannya hanya sedikit. Kalau dihitung-hitung, lebih murah ambil harga end user.
- Beli satu harganya Rp 5.000
- Beli 10 harganya Rp 4.700
- Beli 100 harganya Rp 4.500
Importir punya stok 10.000 biji. Kira-kira kapan habisnya ?
Saya tidak mengerti, kenapa ada importir atau pabrik yang tidak berpikir panjang. Menjual barang secara langsung ke konsumen lebih banyak ruginya daripada untungnya. Pangsa pasarnya memang ada dan besar, tapi tidak semua orang itu membutuhkan produk kita. Ada produk substitusi atau produk pengganti. Ada produk kompetitor dan juga ada importir lain yang menjual dengan harga lebih murah.
Tetapi inilah Salah satu dampak dari pandemi dan teknologi yang memudahkan orang untuk membeli barang. Model bisnis yang ideal masih belum terbentuk. Semuanya masih mencari cara terbaik. Tetapi memotong jalur distribusi jelas strategi yang salah. Semua orang memerlukan reseller. Entah apapun nama dan jenis usahanya..
Pemasaran Media Sosial Yang Cenderung ClickBait
Media cetak tidak akan mati, tetapi pangsa pasarnya berkurang banyak. Iklan yang merupakan sumber pendapatan terbesar mereka, saat ini tidak dapat mencukupi biaya operasionalnya. Orang memindahkan budget promosi mereka ke media online yang lebih murah.
Membayar influencer Instagram untuk promosi. Membayar content Creator di YouTube. Memasang iklan di Google. Jualan di marketplace dan aplikasi lainnya. Tetapi hasilnya tidak selalu sesuai harapan. Jumlah view yang banyak, jumlah follower, budget iklan yang tinggi atau apapun yang berhubungan dengan online bukan jaminan kesuksesan. Mengapa ?
Karena memang seperti itulah model bisnis online. Lebih sering memerlukan waktu daripada instan. Memang ada beberapa kasus dimana sekali promosi langsung viral. Tetapi, 99% lainnya merangkak perlahan yang efeknya tidak terasa. Rahasia kesuksesan pemasaran online adalah konsistensi. Cara instan yang cenderung mendown-grade brand kita adalah membuat judul yang clickbait.
Clickbait adalah konten yang kualitas dan akurasinya rendah dengan cara membuat judul yang bombastis. Seringkali isinya adalah iklan tersembunyi dalam bentuk tutorial, tips atau wawancara.
Tujuan utama clickbait supaya orang meng-klik atau melihat kontennya sehingga jumlah view tinggi. View yang tinggi ini kemudian dijadikan modal untuk mendapatkan sponsor.
Clickbait sudah lama ada, tetapi bentuknya yang berbeda. Dulu clickbait jarang dilakukan karena kebanyakan konten kreator memiliki integritas dan tanggungjawab sosial. Tetapi sekarang, semuanya menggunakan judul yang clickbait. Apapun isinya, siapapun kreatornya, yang penting jumlah view. Yang penting subscriber. Dan ujung-ujungnya adalah duit.
Dalam jangka panjang, hal ini justru merugikan kreatornya. Karena orang semakin pinter. Tidak mungkin bisa dibohongi dengan cara yang sama. Lama-kelamaan, orang sudah bisa memperkirakan isinya dari membaca judulnya saja. Karena konten clickbait memiliki satu kesamaan: terlalu bombastis !
Sebenarnya ada banyak konten kreator yang masih berintegritas. Tetapi susah menemukan jenis yang seperti ini. Alogaritma media sosial menggunakan jumlah view sebagai tolak ukur hasil pencariannya. Mereka yang sering dilihat cenderung mudah ditemukan. Clickbait memang salah satu cara tercepat untuk viral. Jadi, mereka pada dilema. Menjual integritas atau mempertahankan idealisme.
Mengapa banyak orang beralih ke promosi media sosial ?
- Pandemi memaksa orang banyak di rumah, media sosial merupakan peringkat kedua orang menghabiskan waktunya online.
- Biayanya lebih murah daripada media konvensional.
- Adanya anggapan pangsa pasarnya besar.
Kalau ingin melihat keindahan dunia, buka Instagram. Kalau ingin menghibur diri, buka Tik Tok. Kalau ingin mencari masalah buka Twitter. Itulah kenyataannya medsos. Dunia maya, bukan nyata. Lebih banyak kepalsuannya. Apalagi ditambah dengan fasilitas iklan.
Tidak semua orang mempunyai akun Twitter, tetapi itulah satu-satunya media sosial yang mampu merubah arah pemerintahan. Karena banyak politisi dan aparat pemerintah yang memakai Twitter. Trending topic di Twitter banyak dipakai sebagai sumber berita koran online. Anda akan lebih dulu mengerti berita terbaru sebelum muncul di detik.com, kompas dan lainnya.
Pengguna Instagram kebanyakan anak muda milenial. Iklan tentang gaya hidup cocok di media sosial ini. Bedanya dengan Facebook, penggunanya kebanyakan sudah cukup tua. Instagram memang banyak anak muda, tetapi duitnya tipis. Facebook lebih banyak orang tua yang dompetnya cukup tebal. Tapi orang-orang tua ini tidak terbiasa belanja online.
Segmentasi pasae di Google paling luas. Kita bisa mempromosikan apa saja, melalui kanal yang berbeda. Jika berbentuk teks atau tulisan menggunakan Google ads, jika bentuknya video melalui YouTube. Penggunanya sangat banyak, di seluruh dunia. Kelemahan, budget iklan harus besar dan pengaturannya rumit.
Pertanyaannya, apakah kita harus mengiklankan bisnis kita ? Apakah harus ada budget promosi ? Kecenderungannya sekarang iya. Tetapi tidak selalu harus promosi berbayar. Tidak harus menyewa content creator atau membayar influencer. Kenapa tidak membuat channel kita sendiri ? Tidak perlu terlalu bagus, rahasianya adalah konsisten. Lama-lama pasti bagus. Saya yakin ! 1.000%.
Penjual Online Semakin Tertekan (terutama marketplace)
Benar, kabar buruk untuk Anda yang berjualan di Tokopedia, Shopee, Lazada dan lainnya. Karena :
- Produsen ikut jualan juga
- Semakin banyak importir baru
- Sistem COD
- Pajak online
Pandemi membuat beberapa perusahaan tutup. Contohnya pabrik sepatu, peralatan sekolah, perusahaan kamera dan lainnya. Mereka harus memutarkan uangnya bisnis lain. Online adalah cara tercepat, termurah dan termudah untuk memulai usaha baru. Tidak perlu untung besar, Yang penting uang bisa berputar.
Bayangkan, gajah yang segede itu melawan kucing dan semut. Apalagi solusinya kalau bukan menurunkan harga jual dan kualitas produk yang dijual ? Strategi persaingan harga adalah strategi mematikan yang akan mengeluarkan semua pemain. Baik itu yang modal besar maupun yang modal kecil. Mepetnya keuntungan membuat bisnis itu tidak menarik lagi.
Apakah cara ini salah ? Tidak, semua importir baru pun melakukan cara yang sama. Tidak akan pernah ada barang yang abadi. Dan juga tidak akan pernah ada pasar yang stabil. Sekali pasar online dilepaskan, tidak ada yang dapat menghentikannya.
Perang harga ngawur di pasar online bisa sedemikian sengit terjadi karena tidak ada aturan pajak yang berlaku. Tidak adanya pajak penghasilan dari barang yang dijual. Tidak adanya PPN 10%. Campur tangan pemerintah sangat minim di sini.
Bandingkan dengan toko fisik yang harus mempersiapkan pajaknya, minimal. 5% dari omzet penjualan, bukan dari keuntungan. Pajak dengan omset 100 juta perbulan minimal 1 juta rupiah. Pajak tidak peduli dari keuntungan yang anda dapatkan. Misalnya dari 100 juta tadi keuntungannya hanya 2 juta. Presentasi pajak bukan dari 2 juta itu. Tapi dari 100 juta.
Memang ada PPH final 1%. Tapi Ada batas waktunya, 4 tahun. Setelah itu mengikuti tarif PPH pada umumnya 5%, tergantung dari omset. Semakin banyak omsetnya semakin tinggi dari pajaknya hingga 30%.
Anda pikir menjual online itu aman dan tidak dikejar pajak ? Salah! Justru data Anda terekspos ke publik. Petugas tinggal memfilter data marketplace dan melihat mundur beberapa tahun kebelakang. Data penjualan 3 tahun lalu, masih tersimpan rapi di database e-commerce. Saat ini memang belum dikejar secara intensif. Tetapi itu pasti, hanya masalah waktu saja.
Dari beberapa komunitas penjual di marketplace, sudah ada beberapa seller yang disurati kantor pajak. Alangkah terkejutnya mereka begitu mengetahui jumlah pajak yang harus dibayar lebih besar daripada keuntungan yang mereka dapat. Memang tidak adil, tapi begitulah kenyataannya.
Pengusaha yang membuka toko fisik, sudah mempersiapkan hal ini jauh sebelumnya. Mereka tidak bisa mengambil margin terlalu tipis. Resikonya kena pajak, langsung habis! Dipangkas sampai ke akar-akarnya.
Ini baru masalah PPH. Ketika omset anda melebihi jumlah tertentu, maka anda diwajibkan untuk menjadi PKP. PKP atau pengusaha kena pajak, diwajibkan pemungut PPN 10% terhadap barang yang dijualnya. Jika anda menjual barang sebesar 10.000 rupiah, maka pajak PPN yang harus anda bayarkan adalah 1.000 rupiah.
Bagaimana jika anda menjual barang tersebut seharga 10.500 rupiah ? Pajak PPN anda adalah 1.050 rupiah. Loh pak ? Bati-ku cuma 300 rupiah. Mosok bayar pajaknya lebih besar daripada untungnya ? Gak peduli ! Gak mau tau ! Bayaran pajake 1.050.
Jika omset setahun anda mencapai 4,8 milyar, maka anda diharuskan menjadi PKP. Jauh lebih rumit administrasinya, karena harus menerbitkan faktur pajak untuk setiap penjualan.
Kalau anda menjual di shopee, tokpedia dan Lazada maka omset anda akan terbuka semua. Anda berpikir petugas pajak itu bodoh, maka anda salah besar. Mereka pintar dengan akses yang tak terbatas melihat data keuangan anda. Menjual di marketplace itu mengerikan kan jika dilihat dari keterbukaan data.
Dengan dimulainya sistem COD, perputaran modal pengusaha online menjadi lebih lama. Mereka harus mengirimkan barangnya dulu sebelum menerima pembayaran. Mari kita melihat berapa lama hutang yang diberikan kepada pembeli:
- Harga barang Rp 10.000, keuntungan Rp 1.000
- Lama pengiriman ekspedisi - 2 hari
- Barang diterima dan di ACC pembeli - 2 hari
- Pencairan dana - 3 hari
- Total waktu 7 hari
Bayangkan, untuk mendapatkan untung Rp 1.000 kita harus mengutangi pembeli selama 7 hari. Dengan catatan tidak ada masalah. Kalau ada masalah, bisa 14 hari lebih. Apa tidak kepingin maki-maki ? Apakah layak secara matematis ? Gak worthed blaas !
Sistem COD memang menguntungkan pembeli. Bukan penjual. Shopee dan Lazada sudah memulai perang ini. Menyusul Tokopedia dan lainnya. Penjual harus mengikuti aturan baru ini kalau mau survive. Bagaimana jika dalam pengiriman ternyata terjadi kerusakan barang ?
Tentu saja pembeli tidak mau menerima barang dan meminta retur. Padahal kesalahan berada di pihak ketiga. Selain rugi waktu, penjual tidak mendapatkan keuntungan, bahkan bonyok ! Tetapi kenapa masih mau COD ? KARENA TERPAKSA !
Pilihan mereka cuma membiarkan barang di gudang atau kau menjual dengan resiko yang lebih besar. Tidak ada logika yang masuk akal di sini. Kita, sebagai penjual sudah mengambil resiko barang tidak laku, menghutangi pembeli, mengambil untung yang mepet, mensubsidi biaya pengiriman dan sekarang ditambah memberikan asuransi terhadap barang yang dikirim. Kok ya mau penjual diatur seenaknya pembeli ?
Walaupun 90% sistem COD berjalan lancar, selalu ada beberapa masalah yang tidak dapat kita hindari:
- Kelebihan ongkos kirim, ditanggung penjual.
- Pembeli yang nakal, memalsukan paket.
- Tidak jadi beli atau batal
Pembeli yang meminta COD mempunyai tiga alasan. Pertama, mereka tidak percaya dengan toko online dan penjualnya. Kedua, apabila paket hilang dalam perjalanan pembeli tidak rugi. Terakhir, mereka tidak punya rekening bank.
Bagaimana kita bisa bertransaksi dengan nyaman, apabila ada salah satu pihak yang tidak percaya. Tentu saja akan saling mencari kesalahan. Sebagai penjual, Anda atau kita harus sadar, sesadar-sadarnya bahwa tidak ada pembeli yang loyal kepada toko. Mereka hanya loyal kepada harga, siapa yang memberikan harga paling murah.
Mengapa pembeli tidak percaya dengan sistem Tokopedia atau shopee ? Lah itu dia pertanyaannya. Pembeli yang seperti ini cenderung cerewet dan mau menang sendiri. Siapa pun yang salah, apapun masalahnya, penjual tetap salah. Ekspedisi telat kirim, penjual yang disalahkan.
Anak aneh kalau zaman sekarang orang tidak memiliki rekening bank. Membuka rekening sangat mudah, cukup dengan hp. Setoran awal pun sangat murah, hanya Rp 50.000. kecuali mereka yang tinggalnya sangat terpelosok. Tapi kok ada koneksi internetnya ? Kok bisa belanja di toko online ?
Jumlahnya tidak banyak, tetapi ada. "
Selama 1 tahun berjualan online di marketplace, tepatnya di toko ijo. Saya ditipu pembeli 1 kali. Kelihatannya dia sudah mempersiapkannya. Saya menjual 1 bahan makanan yang kemasannya bentuknya sama semua tetapi berbeda varian. Ada yang untuk kue kering dan juga ada yang untuk roti. Saya hanya menjual varian kue kering, tidak pernah menjual varian roti.
Pembeli ini membeli 1 biji di toko online saya. Pengiriman lancar sampai tujuan tetapi saya dikomplain karena pesanan tidak sesuai. Ternyata yang sampai ditangan pembeli adalah varian roti.
Saya tidak pernah menjual barang tersebut di tempat saya (online atau offline), juga tidak pernah memiliki stok. Kalaupun salah dari supplier saya juga tidak mungkin. Pembelian saya dus-dusan, bukan eceran. Jadi dalam satu karton, variannya selalu sejenis dan selama 10 tahun terakhir ini tidak pernah ada kesalahan pembelian.
Bagaimana mungkin barang yang tidak pernah saya miliki bisa sampai ke tangan kembali itu ? Jelas tidak mungkin. Ini pasti sudah direncanakan. Kami berdua saling mengajukan bukti rekaman video. Tetapi karena saya tanpa persiapan, kan memang kami tidak pernah merekam proses pengepakan dan pengiriman. Maka kami kalah bukti. Barang harus diretur !
Memang barang yang diretur dalam keadaan baik, tetapi sakit hatinya ini yang tidak ada obatnya. Kok bisa dia niat untuk berbuat seperti itu. Padahal dia membuka cafe di Jakarta. Apa tidak takut kualat. Dia juga punya toko online di toko ijo, sama seperti saya.
Dopping Bisnis Kuliner (Shopee Food, Grab dkk)
Jualan makanan tidak memerlukan modal yang besar, namun keuntungannya sangat tinggi bisa dua sampai tiga kali lipat. Nasi goreng yang harganya rp15.000, modalnya cuman Rp 5.000. roti yang dijual dengan harga Rp 2.000 modalnya cuman Rp 500.
Permasalahan utama bisnis kuliner sebelum tahun 2022 ini adalah promosi produk. Biaya mengenalkan restoran baru, makanan baru itu mahal sekali. Tetapi saat ini biaya promosi yg benar-benar mendekati gratis. Karena yang promosi pihak lain seperti go-jek, grab dan shopee food.
Pertanyaannya, mengapa para vendor ini mau mengeluarkan dana yang sangat besar untuk mendukung bisnis kuliner ? Karena keuntungan yang mereka dapatkan besar, hampir 20%. Mari kita bandingkan pendapatan shopee dari penjual online dengan penjualan Shopee food.
Untuk setiap toko online shopee menarik biaya admin 1 sampai 7%. Yang dipotong dari setiap penjualan produknya. Misalkan ada 1 produk yang terjual dengan harga Rp 100.000. penghasilan shopee hanya Rp 1.000 sampai Rp 7.000. bandingkan dengan shopee food yang memungut biaya administrasi 20%. Jika ada toko yang menjual makanan dengan harga Rp 100.000, maka pendapatan shopee Rp 20.000.
Jika penjual produk dipungut 20%, mereka tidak akan mau menjual barangnya, karena keuntungannya tidak sampai 5%. Sedangkan untuk bisnis makanan, lebih mahal Rp 5.000 pun para seller tidak keberatan. Apalagi mereka juga bisa menaikkan harga jualnya. Admin 20% ini pada akhirnya dibebankan ke pembeli.
Jadi, kalau kita membeli makan di tempat, harganya cenderung lebih murah daripada kita membelinya lewat aplikasi. Untuk mengatasi masalah ini shopee mensubsidi dengan bebas ongkos kirim. Sehingga pembeli makanan di tempat dan di aplikasi hanya selisih sedikit. Adam lebih murah beli lewat aplikasi.
Tentu saja tujuannya supaya orang menjadi terbiasa penting lewat aplikasi. Perlahan tapi pasti,subsidinya dikurangi sedikit demi sedikit atau dialihkan ke penjual. Saya berani jamin, kalau tidak ada bebas ongkos kirim ataupun promosi diskon lainnya. Penjualan mereka pasti anjlok. Karena pembeli terbiasa dengan diskon, sedangkan aplikasi hanyalah pihak penengahya. Yang butuh order pemilik toko bukan aplikasi.
Strategi pembuat aplikasi ini bisa berhasil jika tidak ada kompetitor lain yang masuk. Tetapi itu adalah keadaan yang hampir pasti mustahil. Kita lihat dari sejarah Go-food yang bakar-bakar uang untuk memulai ini bisnis ini. Setelah hampir kehabisan uang yang dibakar, grab masuk ke pasar ini. Setelah keduanya kehabisan uang, shopee masuk. Saat ini memang tidak ada aplikasi lain. Tetapi pangsa pasarnya besar, tentu saja banyak orang yang tertarik. Tinggal tunggu mainnya saja.
Pembeli zaman sekarang pun bukan orang yang bodoh, mereka bukan tipikal orang yang loyal terhadap suatu brand. Bukan jenis orang zaman dahulu yang memegang etika bisnis. Aturan bisnis sekarang mana yang murah, mana yang menguntungkan itulah yang paling dicari. Kalau tidak ada yang promo, tidak beli. Pasti akan ada promo. Begitulah pikiran kami semua.
Kita beruntung hidup di Indonesia yang masih tidak terlalu ketat peraturannya. Orang yang di PHK pun masih memiliki kesempatan untuk bekerja dengan cara membuka toko di depan rumahnya atau di pinggir jalan. Berbeda dengan negara maju yang segala sesuatunya harus menggunakan izin dan sertifikat. Orang tidak bisa seenaknya membuka toko di rumahnya ataupun berjualan di pinggir jalan. Mungkin inilah Salah satu alasan mengapa Indonesia tidak terjadi chaos.
Di kampung, tempat saya tinggal banyak sekali bermunculan warkop baru, penjual minuman seperti Boba, marimas, nutrisari dan es aneh-aneh. Tidak butuh modal besar, hanya air dan es batu saja. Selebihnya adalah kreativitas. Dengan modal ratusan ribu rupiah, mereka bisa memutarkan uangnya untuk mencukupi kebutuhan dasar sehari-hari.
Kita juga beruntung, kemunculan go-jek dan grab sangat membantu usaha kecil ini. Mereka yang tidak mempunyai modal bisa menjadi driver, mereka yang memiliki keahlian memasak bisa menjual di aplikasi. Pengangguran akibat di-PHK masih bisa terserap.
Foodcourt yang berada di mall paling terhantam keras. Tetapi tidak apa-apa karena mereka semua modalnya kuat. Entah itu dari hutang atau modal sendiri. Sebenarnya dari dulu jualan di mall tidak menguntungkan, tetapi yang ditarget mereka sebenarnya adalah status sosial serta promosi merek. Dan go-jek dan kawan-kawannya akan menambah kesulitan mereka untuk bertahan hidup.
Saham Online, Bank Online, Trading dan Judi Online
Dalam situasi yang tak menentu akibat pandemi ini, pilihan usaha yang menarik adalah online-online. Karena selama setahun ini orang dipaksa untuk tinggal di rumah. Dan ini akhirnya menjadi kebiasaan hidup atau gaya hidup baru. Kalau ada yang enak kenapa harus susah-susah.
Di setiap video YouTube yang kita lihat, banyak sekali iklan tentang trading forex atau perdagangan saham yang investasinya sangat terjangkau. Mulai dari Rp 100.000 sudah bisa beli saham, reksadana dan bermain forex. Sebelum pandemi paling sedikit membutuhkan modal 10 juta rupiah.
Trading adalah judi dan pekerjaan. Bukan 100% judi dan juga bukan 100% pekerjaan. Trading kadang jadi, kadang pekerjaan. Karena menyangkut dunia nyata dan spekulasi. Trading bukan untuk orang awam. Karena pasti kalah. Dibutuhkan pengetahuan dan mental yang sangat kuat. Tetapi di branding dengan promosi sebaliknya.
Bahwa semua orang bisa trading, bahwa trading itu mudah, bahwa trading itu menguntungkan. Bahwa trading itu bisa dilakukan hanya dengan modal HP saja. Memang tidak salah, tetapi tidak sepenuhnya benar. Yang namanya marketing adalah mempermudah yang sulit. Dan juga memainkan harapan serta impian orang.
Tetapi pada kenyataannya 10 kali Anda trading, 11 kali anda akan kalah. Silakan dicoba ! Percuma saja saya saya menasehati anda dengan 1000 alasan. Langsung saja coba dan buktikan ucapan saya. Hanya ingat, batasi sampai 3 kali saja.
Trading bisa dijadikan sebagai pekerjaan, baik itu forex maupun saham. Yang tidak bisa dilakukan adalah trading cryptocurrency. Mengapa ? Karena bandarnya hanya sedikit. Sedangkan saham bandar nya banyak. Tidak mudah untuk menggoncangkan saham suatu perusahaan karena pemiliknya banyak sekali. Sementara kalau bitcoin, bandarnya hanya beberapa gelintir orang atau golongan saja.
Kalau anda memiliki dana lebih, boleh bermain Bitcoin ini. Hanya untuk mengisi waktu luang, bukan sebagai mata pencaharian utama. Jangan dibalik !
Di antara pemain trading ini terselip beberapa penipuan, Yang sekilas mirip trading, tetapi sebenarnya abal-abal. Mereka adalah mafia profesional yang akan lari ketika targetnya terpenuhi. Mereka bisa menyewa tempat yang prestisius atau perkantoran yang yang terkesan bonafit. Tujuannya menggalang dana sebanyak-banyaknya dengan sistem MLM.
Ciri-cirinya mudah dikenali, memberikan keuntungan yang besar. Mulai dari 30% sampai 100% per bulan. Jika anda menaruh dana satu juta, bulan depan akan menjadi dua juta. Komoditinya bisa bermacam-macam, mulai dari skor pertandingan sepak bola, ramalan harga Bitcoin atau apa saja lah.
Sebenarnya, jika di pikirkan dengan kepala dingin, di saat semua orang sedang menghemat dan mengurangi investasi. Bagaimana mungkin ada 1 perusahaan baru yang bisa menjanjikan keuntungan berlipat-lipat seperti ini. Tetapi itulah yang mereka gunakan sebagai senjata. Memberikan harapan dan impian, walaupun tidak masuk akal.
Anehnya, masih saja ada orang yang yang tertipu dengan cara yang seperti ini. Bukan hanya orang bodoh, tetapi juga banyak orang pintar yang yang memasukkan dananya. Kenapa mereka bisa seperti ini ? Karena disampaikan dari teman ke teman. Memang kondisi sekarang ini informasi dari teman dekat kita yang yang lebih bisa dipercaya.
Kata-kata yang paling mampu untuk mengeluarkan uang dari dompet teman kita adalah, " Aku sudah coba main ini, sudah tak tarik duitnya. "
Ketika perusahaannya bangkrut atau lari, toh kita tidak bisa menyalakan teman kita sendiri. Jadi, jangan pernah mencoba untuk menginvestasikan uang kita ke sesuatu yang yang terlihat bombastis.
Beberapa waktu yang lalu, saya terkejut mendengar dan melihat sendiri ada orang yang yang mendapatkan uang denga bermain game. Teman lama saya sendiri. Kalau dilihat dari grafisnya, seperti game zaman dulu yang masih 2 dimensi. Seperti main game pac-man. Tetapi yang ini hanya menjalankan misi setiap hari.
Setiap karakter memiliki kelebihan dan kekurangan. Karakter yang kuat dijual dengan harga yang mahal. Kalau mau lebih kuat harus membeli atribut dan perlengkapan. Lalu masing-masing karakter ini diadu dengan pemain lainnya secara online. Kalau kita menang, maka kita akan mendapatkan poin. Poin inilah yang bisa ditukar dengan cryptocurrency. Agar menarik, ada bonus yang bisa didapatkan hanya dengan bermain tanpa perlu adu karakter.
Teman saya bekerja sebagai joki game. Dia hanya memainkan setiap hari untuk menyelesaikan misi saja. Dalam satu bulan pendapatannya sekitar satu setengah juta rupiah untuk satu account. Cak ini dia memainkan 6 account. Memilih account tempat dia bekerja paling tidak punya 20 account.
Nah, yang bikin geleng-geleng kepala, untuk setiap account membutuhkan modal 15 juta rupiah. Uang itu digunakan untuk membeli karakter dan atribut karakter supaya menang melawan pemain lainnya.
Konsep game ini sederhana, tetapi menarik karena ditambahkan Bitcoin. Mereka membeli karakter dengan rupiah, tetapi mendapat penghasilan dengan Bitcoin. Kalau nilainya naik, keuntungannya berlipat-lipat. Tetapi kalau nilainya turun, kere-nya berlipat-lipat juga.
Saya juga pernah menemukan lowongan pekerjaan operator game, gajinya lumayan. Kerjaannya cuman bermain game. Di sana ada puluhan handphone yang isinya game. Setiap hari kita menjalankan misi masing-masing game. Kalau sudah selesai boleh pulang, tidak perlu menunggu sampai jam pulang kerja.
Apakah hanya bermain game saja kita bisa mendapatkan uang ? Tidak. Sekarang juga sudah ada ada aplikasi Bank yang menyertakan game juga. Di sana ada misi-misi yang harus diselesaikan, hadiahnya adalah saldo bank yang jumlahnya lumayan. Antara 1000 sampai Rp 10.000. Ada juga bonus harian setelah kita memainkan game tersebut.
Aplikasi bank seperti ini banyak fasilitasnya, bebas biaya transfer antar bank. Dan waktu transfernya pun sangat cepat. Seperti kita menggunakan aplikasi mobile BCA.
Kecenderungan orang zaman sekarang tidak pergi ke bank. Dalam 2 tahun terakhir ini saya hanya dua kali ke bank. Untuk mengganti kartu ATM saja.
Share this content