MENGHADAPI PERANG HARGA MARKETPLACE INDONESIA
Keberadaan marketplace seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee, Lazada dan lainnya memang membuka lapangan pekerjaan baru dan memberikan kontribusi terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Walaupun nilainya hanya 1% saja. Kalau dirupiahkan menjadi Rp 125 triliun. Sekilas memang besar, tetapi tetap saja kecil jika dibandingkan dengan PDB keseluruhan kita Rp 13.588 Triliyun (2017). Toh nilainya tetap saja fantastis untuk sektor industri yang masih seumuran jagung. Tetapi dampak negatifnya jauh lebih besar daripada 1%
EKONOMI YANG LESU ATAU GARA-GARA E-COMMERCE
Pada awalnya saya berpkir bahwa sepinya toko, tutupnya ritel-ritel besar dan munculnya mall-mall hantu disebabkan karena gencarnya promosi marketplace ini. Pada awalnya saya menyalahkan keberadaan tokopedia, bukalapak dan kroni-kroninya.
Tetapi, setelah saya membaca, menganalisa dan mengalami sendiri. Penyebabnya bukan dari marketplace ini. Nilai penjualannya terlalu kecil dibandingkan toko riil. Setahun ini saya kembali mengelolah toko bahan kue yang cukup terkenal di Surabaya.
Saya online kan produk-produknya dan memang laku. Tetapi omzet penjualan onlinenya tidak sampai 1% dari omzet penjualan offline-nya. Benar seperti yang dikatakan pakar ekonomi yang saya baca di media online bahwa rata-rata penjualan online hanya 2% saja.
Karena bisnis yang saya kelolah berhubungan dengan dunia kuliner yang tetap bertumbuh dalam keadaan apapun. Faktanya bisa kita lihat di mall-mall, yang paling ramai di bagian food court-nya. Selalu ada. toko makanan baru yang muncul. Di pinggir jalan pun juga bermunculan minuman-minuman baru. Merk kue kering, jajanan baru yang cukup laku juga.
Toko saya memang kadang sepi dan kadang ramai. Tetapi tidak bisa seramai dulu, penjualannya tidak sebesar dua-tiga tahun lalu. Karena sudah banyak toko bahan kue baru di berbagai tempat yang memakan pasar kami. Toko delapan yang dulunya hanya ada di jalan Margorejo, sekarang ada di pucang anom. Ada juga Arvian baru yang ada di Graha Family. Denly di Mulyosari. Dan baru-baru ini juga ada toko bahan kue baru UD Pangan Jaya di jalan Kusuma Bangsa.
Sebelum ada mereka, pembeli dari daerah barat, utara, timur maupun selatan Surabaya harus belanja di toko kami. Tetapi sekarang mereka TIDAK HARUS belanja di tempat kita. Mereka bisa membeli bahan kue di tempat teredekat. Hampir semua tempat ada toko bahan kue yang besar, di timur, di barat, di utara, di selatan.
Selain mengurangi omzet kami, dan memang harus begitu karena semua orang kan ingin kaya, ingin maju dengan cara memakan kue kita. Keberadaan toko ini merubah pola belanja mereka. Dulu, karena tempatnya cukup jauh, maka jumlah yang dibeli pun harus banyak agar efisien dari sisi waktu dan uang. Tetapi karena sekarang sudah ada toko di dekat mereka. Maka belinya jadi lebih sedikit karena bisa sewaktu-waktu beli.
Pasar yang terbuka memang akan mengurangi jatah kue kita. Dan ini sangat wajar. Kita tidak bisa menghalangi orang yang ingin maju. Yang bisa kita lakukan hanyalah menyesuaikan diri dengan perubahan pola belanja konsumen. Mengharapkan mencari uang bisa seperti dulu adalah hal yang mustahil dan sia-sia.
Tetapi definisi dulu itu apa ? Dulu itu kapan ? 10 tahun lalu, 30 tahun lalu, 1 tahun lalu atau 1 bulan lalu ? Konteks "dulu" di tengah-tengah perubahan jaman itu relatif singkat. Dalam 1 tahun dunia sekitar kita sudah berubah. Sekarang pun bisa berubah, tahun depan strategi kita pun harus diubah. Apa yang hari ini berhasil, belum tentu berhasil 6 bulan lagi.
Beda dengan "dulu" yang cara kita berbisnis bisa bertahan hingga puluhan tahun. Pake strategi ini, dijamin bisa sukses ! Soorry...wes out of date !
Kalo dulu, pembeli bisa menghabiskan 15-30 menit berbelanja di tempat kami. Beli barang sambil muter-muter, guyonan sama SPG kami karena seringnya belanja. Sehingga menyebabkan toko kami kelihatannya rame. Maka keberadaan gojek ini menghilangkan waktu 15-30menit ini. Mereka hanya perlu 5 menit saja untuk membelikan pesanan pembeli. Apalagi jika pembelinya mem-wa kami untuk menyiapkan barangnnya kemudian memesan gojek setelah siap. Waktu yang dihabiskan om Gojek hanya 1-2 menit saja. Itupun hanya di kasir.
Apalagi kalo pelanggan kami berbelanja melalui marketplace. Tambah kelihatan sepi toko kami. Tidak ada tatap muka, tidak ada suara telepon. Yang ada hanyalah email dan notifikasi dari hp. Kami siapkan barang, packing dan kirim ke ekspedisi. Seperti itu saja. Dan anda salah kalo beranggapan bahwa kami menjual lebih murah di marketplace.
Harga kami di tokopedia lebih mahal daripada harga jual di toko kami. Karena ada tambahan uang bensin dan uang parkir yang tidak tercover. Ditambah lagi dengan bonus penjualan mereka.
Dengan kata lain, menjual di marketplace tidak selalu harus termurah atau paling murah baru laku. Tidak bisa dihantam rata seperti itu. Dan tidak bisa semua barang dijual online. Ada barang yang memang lebih laku dijual online, dan juga ada barang yang lebih laku dijual offline. Contohnya tepung terigu.
Tepung terigu tidak akan efektif dijual online karena dua alasan mendasar :
Ongkos kirim tepung terigu mahal. 1 kilo tepung terigu harganya 10 ribu, ongkos kirim pake jne ke surabaya 7 ribu. Jadi total beli 1kg tepung terigu di marketplace adalah 17.000 rupiah. Gila nggaak tuh ?
Tepung terigu adalah barang yang bisa dibeli dimana saja. Toko kelontong jual tepung terigu, indomart jual tepung terigu, alfamart juga jual tepung terigu. Harganya pun di kisaran 10.000, paling lebih murah 1.000 rupiah atau lebih mahal 1.000 rupiah.
Apakah semua tepung tidak bisa dijual online ? Salah juga karena ada tepung - tepung antik yang tidak dijual di toko sekitaran mereka. Contohnya tepung sagu atau tepung garut. Sangat susah mencari tepung sagu. Bahkan toko kue pun tidak mau menjual tepung ini karena pangsa pasarnya yang terlalu kecil.
Anggapan anda salah jika menjual tepung sagu di marketplace akan membuat anda kaya raya. Karena konsumen tepung sagu itu terlalu kecil. Terus jualan apa di toped ?
Ya jualan barang yang pasarnya besar. Tetapi. Tantangannya adalah perang harga. Seberapa sengit perangnya ? Sangat sengit sampai berdarah-darah. Bahkan sampai anda kehabisan darah pun perangnya masih tetap berlanjut Karena perang ini bukan 1 lawan 5 atau 1 lawan 100. Perang ini 1 lawan seluruh Indonesia !
PERANG HARGA MEREBUT KONSUMEN YANG TIDAK SETIA
Walaupun tidak seluruhnya benar, konsumen yang berbelanja di marketplace itu ada tiga macam :
- Konsumen akhir atau pembeli untuk konsumsi pribadi. Mereka adalah tipe pembeli yang mencari produk terbaik dengan harga terbaik. Tidak selalu harus murah, yang penting review-nya bagus. Deskripsinya jelas.
- Pedagang kecil yang membeli barang untuk dijual kembali di toko online-nya. Toko online yang mereka cari adalah yang menjual barang dengan harga murah plus lengkap. Walaupun ada yang lebih murah, tetapi tidak lengkap, mereka akan pikir-pikir untuk membelinya.
- Makelar yang mengambil barang dalam jumlah besar untuk dijual kembali dengan margin yang tipis untuk di grosirkan di daerahnya. Mereka ini sangat sensitif harga. Jelas akan cari harga termurah.
Tidak ada yang bisa tahu berapa persentase ketiga pembeli ini dalam suatu marketplace. Saya pun hanya bisa menebaknya. Konsumen terbanyak adalah end-user, disusul retailer dan terakhir pengepul. Mungkin 60% end-user, 30% retailer dan 10% pengepul. Ini perkiraan saya, bukan data ilmiah.
Karakteristik end-user lebih setia daripada tipe pembeli lainnya. Setia dalam konteks marketplace ini adalah tetap menggunakan platfomnya. Kalau selama ini berbelanja di Tokopedia, maka mereka akan tetap berbelanja di tokopedia sampai ada teman, rekan kerja atau saudara yang menunjukkan kelebihan marketplace lainnya. Paling sering digoda dengan harga yang lebih murah.
Mereka hanya berpindah platform atau aplikasinya. "
Yang perlu kita perhatikan di sini adalah setia terhadap tokopedia, bukan penjualnya. Tetap saja mereka akan browsing mencari harga yang termurah di sana. Hari ini beli di toko Acong karena barang yang mereka cari ada di toko onlinenya dengan harga yang relatif murah. Besok mereka beli di toko Ahmad yang harganya lebih murah dari si Acong. Siapa penjualnya, tidak penting. Yang penting harganya. Dan tidak ada yang bisa Acong lakukan untuk membuat si pembeli ini tetap berbelanja di tokonya. Pembeliannya hanya satu dua biji saja. Mereka inilah yang membuat jumlah pengunjung tokopedia tetap tertinggi dibanding marketplace lainnya. Tetapi kalo soal nilai penjualannya, tokopedia merosot cukup tajam.
Hal ini disebabkan berpindahnya tipe konsumen dua dan tiga yang menginstall dan bertransaksi di marketplace lainnya yang memberikan gratis ongkos kirim, cashback dan harga paling murah. Tentu saja si makela inilah yang transaksinya sedikit tetapi nilai penjualnnya fantastik. Sekali order bisa puluhan juta rupiah. Satu item barang bisa belanja sampai ratusan biji. Begitu mereka cocok dengan harga dan kualitas barangnya, transaksi dilanjutkan secara langsung. Nda pake marketplace-marketplace lagi karena terbentur dengan biaya pengiriman dan lamanya transaksi.
Hal ini menguntungkan dua belah pihak. Si pembeli bisa mendapatkan layanan personal melalui telpon atau whatsupp. Sedangkan si penjual bisa langsung mendapatkan uangnya tanpa perlu menunggu barang sampai lalu di konfirmasi pembelinya. Jika menggunakan transaksi langsung, duit bisa langsung masuk rekening. Sedangkan kalo lewat marketplace, duitnya bisa nyantol di sana 3-4 harian. Dengan margin yang tipis, hal ini memberatkan penjual.
Tentu saja tokopedia mengetahui hal ini, dan untuk mencegah mereka melakukan transaksi di luar platfomnya, Tokopedia terpaksa meluncurkan fitur penarikan tanpa harus menunggu pembeli mengkonfirmasi barangnya. Hal ini akan menjadi rumit ketika si pembeli mengkomplain pesanannya. Uang sudah dicairkan, tapi pembeli minta pengembalian dananya.gimana hitung-hitungannya ? Rugi lagi...rugi lagi...ruwet maneh ! Wes gak onok bati-ne, diamuk-amuki, mbayari pegawai, duitnya nda nyantol blas ! Yak apa iki.gara-gara terpaksa. Biaya mempertahankan pembeli itu mahal, sekarang dibebani dengan biaya mempertahankan penjual. Sudah begitu, mereka ini sangat tidak setia.
Walaupun sering berpindah-pindah platform, tipe pembeli kedua. Yang kulakan online kemudian di jual di toko fisiknya ini lebih setia dan tidak cerewet. Nilai penjualnnya pun masih so-so, tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil. Item barangnya pun lumayan banyak. Tetapi karena nanggung, tidak ada sesuatu yang dilakukan marketplace untuk mempertahankan mereka. Padahal mereka ini tidak punya pikiran untuk melakukan direct-transaction loh. Tapi ya nda masalah karena marketplace hanyalah salah satu alat untuk mencapai tujuan. Nda ada Toko ijo, toko merah pun jadi. Nda ada dua-duanya masih ada Shopee atau Lazada So what gitu loh.
Walaupun Tokopedia memiliki pengunjung terbanyak, tapi Shopee mendapatkan nilai penjualan terbesar. Dengan kata lain, makelare hijrah ke Shopee. Jangan senang dulu Pee Itu cuma screen saver...direct transactionnya lebih besar daripada penjualanmu. Dan pembeli yang kamu rebut dari marketplace lainnya itu cuman kutu loncat yang sangat cepat berpindah demi mendapatkan harga termurah. Cepat atau lambat, mereka akan langsung direct ke negeri Cina sana dan bertransaksi di Alibaba. Bagaimanapun juga semua orang kepingin maju dan kaya raya. Dalam perjalanan kesana, kalo ada bonus cashback atau gratis ongkir.itu namanya bonus dan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Kalo perlu bikin akun yang banyak !
Karena sebenarnya ekonomi bertumbuh pelan sekali. Bukan pasar baru atau konsumen baru yang membuat pelaku bisnis kaya. Tetapi karena mereka memakan kue orang lain.
Dari data iPrice, Pertumbuhan Shopee Q3 2019 naik sampai 100%...fantastic bukan. Tetapi aslinya, yang dimakan itu kuenya tokopedia, karena penjualannya turun. Yah...boleh ditambahin kuenya Bukalapak juga. Kenapa bisa begitu.kenapa banyak yang pindah ke shopee ? Karena Tokopedia promone seret ! Gak ada gratis ongkos kirim lagi di sana. Apalagi cashback ! Yang paling mbencekno dari Bukalapak itu gak konsisten kalo kasih promo gratis ongkos kirim dan cashback.
Begitu kita masukkan kode promo Bukalapak, eh muncul notifikasi. Maaf, kuota voucher sudah habis. Promo dimulai pukul 08.00, pukul 08.01 sudah habis. Emang cuman kasih 10 biji voucher tah om ? Banner promonya menarik Gratis ongkir Jnt, si cepat, LionParcel, dll. Tapi begitu dimasukkan.muncul lagi pesan singkat. Maaf, kuota voucher anda sudah habis ! Habis ndasmu ! Seringkali seperti itu !
Cashback Rp 200.000.wah...menarik sekali ! Begitu baca S&K nya. Minimal pembelian Rp 1.000.000 dengan cashback 2% Sejuta cuman dapat cashback 20.000. Ndasmu...gawe ongkos kirim ae gak nyucuk ! Mendingan pake Shopee yang sekarang ini...sekarang ini looo. Belanja 0 rupiah Gratis ongkos kirim. Walaupun cuman 10 ribu.lumayan kan ! Padahal dulu bener-bener gratis ongkos kirim.
Kelihatannya, sebentar lagi sudah tidak ada gratis ongkos kirim ataupun cashback lagi. Ceritanya dimulai karena si Lippo sudah memutuskan hengkang dari Ovo. Katanya.Amsiong wes.gak kuat kite-kite ini bakar-bakar duit lagi !
CARA MENGHADAPI PERANG HARGA MARKETPLACE ?
Sun Tzu mengatakan, Kenali dirimu, kenali musuhmu, dan kenali medan perangmu. Dak kau akan memenangi seribu pertempuran. Dalam konteks ini, kenali siapa pembelinya, kenali siapa penjualnya, dan kenali kekuatan kita. Maka kita bisa memutuskan ikut perang harga atau mencari medan perang lainnya.
Menurut analisa saya, paling tidak ada 5 tipe penjual yang bermain di marketplace:
- Importir kelas menengah, bukan importir kelas kakap. Karena importir kelas kakap biasanya udah establish. Jaringannya sudah besar, tidak perlu marketplace untuk melempar produknya.
- Pedagang besar yang mengambil barangnya dari tangan pertama. Bisa dari pabriknya langsung atau dari importir tangan pertama.
- Reseller / Dropshipper yang tidak punya stok.
- UKM yang memiliki produk sendiri.
- Anda yang lagi bingung mau ikut jualan di marketplace atau ndak. ^-^
Pertanyaannya Anda tangan keberapa ? Tangan pertama atau tangan kedua ? Atau tangan tidak jelas ? Semakin banyak tangan, semakin tinggi harga kulakan anda, jelas tidak akan menang melawan perang harga.
Pertanyaan berikutnya, berapa margin yang anda inginkan ? Setips tempe atau setebal buku ensiklopedia ? Berapa tipis tempe itu ? 10% ? 5% atau 1.000 rupiah ? Buat bayar parkir nda cukup !!
Kalo dulu, sebelum tahun 2000, memang benar importir untungnya ratusan kali lipat. Karena dulu orang yang punya informasi-lah yang menguasai bisnis. Sekarang tidak lagi, karena internet membuat kita bisa tahu harga kulakannya barang cina itu berapa rupiah, dimana lokasi suppliernya, berapa ongkos kirimnya, berapa lama waktu pengirimannya, berapa lama garansinya dan bagaimana cara pembayarannya.
Sekarang ini, semua penjual untungnya dibatasi. Tidak bisa buka harga sesukanya. Jaman itu telah berakhir. Sekarang ini jaman pembeli yang menentukan harga. Tidak semuanya benar, tetapi kekuatan pembeli menentukan harga jauh lebih besar daripada jaman dulu. Sebagai penjual, kita hanya bisa memilih untung tipis, rugi atau melepaskan pembeli. Toh semuanya tergantung dari stok kita.
Masalahnya bagi pemain baru adalah merebut pasar yang sudah ada atau mencari ikan baru. Yang sering terjadi, yang masuk ke dalam umpan kita adalah ikan yang sudah berpengalaman, sudah nyaman dengan suppliernya. Mereka hanya mau memakan umpan kita kalau ada keuntungan lebih. Yang paling mantul adalah harga yang lebih murah atau tempo pembayaran yang lebih panjang. Atau malah kedua-duanya. Lebih murah dan lebih lama ngutang e.
Ketahuannya ini bukan dalam hitungan hari, tetapi hitungan bulan. Biasanya pembelian pertama lancar jaya. Demikian pula dengan pembelian ketiga maupun keempat. Tujuannya untuk mendapatkan kepercayaannya anda. Setelah pembelian keempat, mungkin tidak langsung gagal bayar, tetapi molor seminggu, dua minggu. Tetapi mereka masih tetap minta barang lagi.
Efek-nya akan kelihatan setahun keatas. Langsung duess.duoor.diesss. duaaar !! Benar-benar gak isa ditagih lagi !
Dalam perdagangan riil. Untuk membuka cabang baru dibutuhkan investasi yang cukup besar. Sewa tempat, renovasi, tambah pegawai baru dengan jumlah yang disesuaikan dengan kapasitas tokonya. Hanya perusahaan yang mapan yang bisa membuka cabang baru dengan cepat. Cepat di sini itu hitungan bulan, minim 6 bulan.
Tetapi dalam marketplace, membuka toko baru hanya dalam hitungan jam. Yang anda perlukan hanyalah mendaftar dengan email baru atau nomer telpon baru. Mengisi deskripsi toko dan mengupload produknya. Kalo udah punya toko di marketplace yang sama, cukup di download data produknya lalu di upload ke toko baru anda.
Satu pegawai toko online bisa membuka 10 toko baru dalam satu hari. Gajinya UMR, malahan dibawah UMR dan cuma lulusan SMK. Kalo yang pintar dan pengalaman, mungkin dalam 1 hari bisa buka 20 toko baru.
Artinya, 1 orang importir bisa memiliki 10 toko dalam satu marketplace. Bisa juga lebih, tergantung maunya dia. Kalo niat soro bisa punya 100 toko dengan 10 pegawai lulusan SMK.
Kerjanya pake kaos oblong dan katok kolor. ^-^
Gila ?? Nda...yang lebih gila itu Reseller atau Dropshipper. Tokone lebih banyak dari importir. Karena dia mengambil barang dari banyak importir. Bukan hanya dari anda saja. Tetapi dia juga menjual barang dari importir lainnya. Mereka ini untungnya juga setipis tempe. Tetapi kalo tempe-tempe yang tipis itu ditumpuk, jadinya segudang tempe setipis atm.
Tetapi anda salah kalo mengira para penjual ini mengambil keuntungan setipis tempe semua. Ada beberapa tokonya yang menjual dengan margin yang lebih tebal. Misalnya mereka punya 10 toko. 5 toko diset dengan margin tipis, 3 toko diset dengan margin yang tebal, 2 toko di set dengan margin tengah-tengahnya. Namanya juga mancing ikan. Tidak tahu ikan mana yang mau makan umpan kita. Semakin banyak umpan yang ditebar, semakin besar pula kesempatannya.
Nah...siapa anda ? Sanggup berperang di pasar seperti ini ?
KESIMPULAN
Sudah menjadi kodratnya, pasar adalah tempat pertemuan antara pembeli dan penjual. Tawar-menawar adalah hal yang biasa, perang harga pun hal yang tak terhindarkan. Jangan jualan di pasar kalau tidak mau menghadapi jenis perang seperti ini.
Saya pun tidak bermain di marketplace. Saya membuat website toko online sendiri untuk para pembeli di sekitar saya yang membutuhkan sentuhan personal dan respon yang cepat. Dari 2013 www.Toko28.com tetap bertahan di tengah gempuran diskon dan gratis ongkos kirim para raksasa e-commerce. Rahasianya cuma satu, menguasai SEO, memilih produk yang tepat dan kosumen yang tepat.
Share this content